Mencinta kembali, apakah mungkin bagi Dewi Bhuana Joyodiningrat. Diusianya yang sudah lebih dari kepala 4 sekarang, dirinya kembali dihadapkan oleh 2 pria dari masa lalunya.
Ditinggalkan begitu saja, membersarkan anaknya sendirian. Dan kini orang itu kembali hadir berbarengan dengan orang lain dari masa lalunya.
Hendra Kusuma dan Aji Kurniawan. Satu adalah mantan suaminya, dan yang satu adalah temannya.
Siapakah dari kedua pria itu yang bisa membuat Dewi kembali mencinta?
Akankah putri Dewi yang bernama Aisya menerima kembali sang ayah yang meninggalkan mereka bahkan saat dia tidak diketahui sudah ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Loving Again 15
Hari berikutnya, Aisya mulai melakukan pendidikan klinis sebagai dokter muda. Koas adalah progam terakhir dalam pendidikan dokter. Di sini dia akan mempraktikkan ilmu yang diterimanya di kelas untuk merawat pasien.
Koas biasanya memiliki waktu sekitar 1,5 hingga 2 tahun. Tanggung jawab mereka pun juga tidak main-main dalam melakukan tindakan medis terhadap pasien, meskipun tetap dalam pengawasan dokter spesialis.
Ternyata Aisya tidak sendiri, ada beberapa juga yang masuk ke RSMH melaksanakan progam itu yang berasal dari kampus berbeda.
"Baiklah, mulai sekarang kalian akan benar-benar mempraktikkan apa yang sudah kalian pelajari. Tapi ingat kalian itu akan berhubungan langsung dengan kesehatan seseorang atau bahkan nyawa, jadi fokus dan jangan bermain-main."
"Siap."
Dokter yang membimbing mereka nampak tegas. Tapi Aisya tidak peduli, dia malah suka jadi dirinya benar-benar bisa fokus.
Sehari itu Aisya sama sekali tidak berhenti melakukan perawatan terhadap pasien. Dia menyukainya karena memang inilah cita-citanya. Dia bahkan sampai lupa dengan hal-hal lain yang ia rencanakan,
Seperti yang dia ingat dari kakak sepupunya, bahwa Aisya tetap harus fokus dengan tujuannya. Adapun hal lain tentang Hendra dan keluarganya, maka itu nanti bisa sambil berjalan.
Satu minggu Aisya berada di bagian umum, ternyata dia sekarang di minta untuk ke bagian syaraf. Dan apa yang terjadi, dia melihat seseorang yang pernah dilihatnya meskipun hanya sekali.
"Eh kamu kan yang waktu itu, yang mirip dengan Alifa. Hali perkenalkan, aku Zein. Aku dokter residen tahun ketiga di bagian bedah syaraf. Apa kamu tertarik masuk bedah saraf."
Dugh!
"Zein sabar, dia baru bergabung. Jangan langsung di ulti begitu."
Dokter residen memang terkadang begitu. Mereka menucuri kesempatan untuk merekrut para dokter muda agar mau tertarik dan akhirnya mau masuk ke departemen mereka.
"Perkenalkan saya Aisya, saya baru satu minggu menjalani koas. Mohon bantuannya."
"Senang bisa membantu Aisya, semoga betah ya di departemen bedah saraf."
Aisya sedikit terkejut, ternyata pacar dari Alifa adalah dokter residen di rumah sakit yang sama dengannya. Apa ini yang dinamakan kebetulan? Entahlah, saat ini Aisya tak ingin memikirkan hal tersebut lebih dulu karena fokusnya adalah tentang pekerjaan yang sedang dilakoni.
Namun ternyata dia salah, dirinya yang berada di departemen saraf rupanya lebih lama dari yang dia duga sehingga interaksi dengan Zein pun semakin sering.
Sudah seminggu berlalu dia berada di departemen saraf, tapi ternyata dirinya belum juga dipindahkan ke departemen lain.
Meskipun tidak jadi soal, tapi entah mengapa Aisya memiliki firasat tidak bagus tentang ini.
"Nah waktunya makan siang, yook semua ke kantin. Kali ini akan traktir kalian. Itu karena kalian sudah bekerja keras dan sangat baik."
Dua rekan Aisya yang sama-sama melaksanakan progam koas terlihat senang, mereka bahkan bersorak. Tapi Aisya memilih untuk bersikap biasa saja.
Sesampainya di kantin, Zein membebaskan Aisya dan dua temannya untuk memesan apapun yang mereka inginkan.
"Kamu hanya pesan ini?"tanya Zein ketika makanan yang dipesan Aisya sudah datang. Bukan tanpa alasan Zein bertanya demikian, Alifa hanya memesan mie instan. Dia benar-benat tidak habis pikir.
"Sedang ingin makan ini Dok. Sudah lama sekali tidak makan mie, dan rasanya sepertinya enak makan saat capek begini."
"Haah baiklah kalau begitu, tapi jangan terlalu sering. Kamu tahu efek yang ditimbulkan mengonsumsi makanan berpengawet."
Aisya hanya mengangguk kecil. Dia kemudian makan dengan lahap tak peduli dengan tatapan kedua rekannya. Aisya tahu apa yang ingin mereka berdua katakan.
"Kayaknya Dokter Zein ada feel deh sama kamu, Ais?"
"Iya, aku rasa juga begitu. Aku lihat dia perhatian sekali sama kamu."
Benar saja, setelah Zein pergi karena entah kemana, mereka berdua langsung bicara demikian.
"Sudah jangan bicara aneh-aneh. Ayo fokus sama kerjaan kita. Dia bak karena butuh rekrutmen anak baru biar bergabung ke departemen dia. Aku yakin dokter residen yang lain pun begitu. Aah iya, FYI dia sudah punya pacar."
Apa?
Dua rekan Aisya terkejut dengan pernyataan Aisya yang terakhir. Mereka langsung menggelengkan kepala tanda mereka tidak percaya dengan ucapan Aisya.
"Tidak percaya ya sudah. Ayo selesaikan makannya. Kita harus cepat kembali."
Setelah dua minggu menjadi koas, ada perubahan yang siginifikan terkait waktu mereka dalam hal makan. Ya mereka menjadi cepat dan tidak membutuhkan waktu lama untuk menghabiskan sepiring nasi.
setelah selesai, Aisya dan kedua rekannya kembali ke pos mereka. Ketika berjalan lalu melihat kearah luar, dua rekan Aisya terkejut melihat sebuah pemandangan yang sebenarnya sudah diberitahu oleh Aisya tadi.
"Itu kan Dokter Zein?"
"Yups, dan benar kan dia sudah punya pacar. Kalian tidak percaya sih. Jadi jangan berpikir yang macem-macem. Sekarang mari fokus dengan pekerjaan kita oke."
"Hmmm oke."
Aisya kembali bersemangat tapi tidak denga rekannya. Mereka seolah menjadi lunglai ketika melihat Zein benar-benar sudah memiliki kekasih.
Di bangku taman, Zein yang tadi tiba-tiba keluar untuk menemui Alifa tengah bercerita bahwa ternyata Aisya koas di rumah sakit ini.
"Jadi kalian bekerja bersama?" tanya Alifa dengan nada seolah tidak suka. Entah mengapa dia merasa cemburu tidak jelas begini. Alifa memang jarang sekali bisa bertemu dengan Zein karena Zein sibuk. Menjadi dokter residen tentu sedang sangat sibuk sekali sehingga Zein jarang bisa menghabiskan waktu dengan kekasihnya itu.
"Saat ini iya, tapi kadang dokter koas itu di rolling, jadi tidak selamanya ada di departemen aku. Tapi aku berharap diantara mereka ada yang mau masuk departemen saraf mengingat dokter saraf di rumah sakit ini belum banyak."
"Kamu kok sepertinya suka sekali sama Aisya? Sampai-sampai ingin sekali dia masuk departemen yang sama dengan kamu?"
Apa?
Zein terkejut dengan tanggapan dari Alifa. Dia padahal tidak bicara demikian, tapi Alifa memiliki kesimpulannya sendiri.
"Sayang, kenapa kamu jadi sensitif? Aku tadi ndak ada bilang Aisya lho. Aku bilang semoga diantara mereka, jadi kenapa kamu beranggapan begitu? Kamu cemburu sama dia? Astaga ... ."
"Habisnya, sedari tadi yang kamu bicarakan Aisya terus."
"Sayang, aku ndak ada ya bicara tentang dia terus menerus. Nama Aisya bahkan baru dua kali aku sebutkan. Pertama di awal aku bercerita, aku bilang ternyata dia koas di sin. Dan yang kedua baru saja. Kamu ini kenapa sebenarnya?"
Alifa tertunduk, dia tidak tahu mengapa dirinya tiba-tiba cemburu tidak jelas begini.
Hubungannya dengan Zein memang baru berjalan satu tahun, tapi dia tahu Zein serius dengan dirinya. Bahkan Zein pun berniat untuk melamarnya kalau pendidikan spesialisnya selesai. Tapi sekarang dia tiba-tiba cemburu terhadap sesuatu yang tidak jelas begini.
"Maaf Bang, aku mungkin hanya sedikit lelah karena ternyata studi pasca sarjana itu padat sekali."
"Tidak apa, sekarang pulang dan istirahat lah. Kamu butuh refreshing, tapi maaf aku tidak bisa menemani mu. Sabar ya, tunggu aku selesai."
"Tidak Bang, aku sudah cukup dengan kita bertemu begini. dan tidak perlu terburu-buru, aku pun juga harus menyelesaikan gelar magister ku."
Zein mengangguk kecil, dia lalu mengusap lembut kepada kekasihnya itu. Zein begitu menyayangi Alifa dan benar dia serius dengan hubungan ini. Dia berharap bahwa dirinya dan Alifa bisa menuju ke jenjang pernikahan.
TBC