NovelToon NovelToon
AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Spiritual / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Azam tak pernah menyangka, pernikahan yang ia jalani demi amanah ayahnya akan membawanya pada luka paling dalam. Nayla Azahra—wanita cantik dengan masa lalu kelam—berusaha menjadi istri yang baik, meski hatinya diliputi ketakutan dan penyesalan. Azam mencoba menerima segalanya, hingga satu kebenaran terungkap: Nayla bukan lagi wanita suci.
Rasa hormat dan cinta yang sempat tumbuh berubah menjadi dingin dan hampa. Sementara Nayla, yang tak sanggup menahan tatapan jijik suaminya, memilih pergi. Bukan untuk lari dari kenyataan, melainkan untuk menjemput hidayah di pondok pesantren.

Ini adalah kisah tentang luka, dan pencarian makna taubat. Tentang wanita yang tak lagi ingin dikenal dari masa lalunya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tangisan Kejujuran

Setiap kali malam turun dan rumah menjadi sunyi, Nayla duduk diam di tepi ranjang, menatap wajah Azam yang tertidur dengan damai. Tapi hatinya tidak tenang.

Ada rasa bersalah yang perlahan melukai batinnya.

Kata-kata Azam saat berbicara pada Dokter Saras terus terngiang, seolah terukir di dinding kesadarannya.

"Kalau bisa, Bu Dokter... tolong bilang saja kalau saya yang mandul. Jangan katakan yang sebenarnya pada Nayla. Saya sanggup menanggung semua, asal dia tidak kembali membenci dirinya sendiri."

Nayla menggenggam ujung mukena yang dikenakannya, menahan getar dada yang mulai sesak.

"Mas, kenapa kamu begitu sabar menghadapi aku?" bisiknya lirih, hanya didengar malam. "Kenapa kamu harus menanggung luka yang seharusnya bukan milikmu?"

Setiap detik kenangan itu menyesakkan. Ia tak pernah membayangkan dampak kelam masa lalunya akan menggerogoti masa depannya seperti ini. Ia merasa tak pantas. Tak layak memiliki cinta seutuh Azam.

Setiap kali Azam menggenggam tangannya, setiap kali Azam mengusap rambutnya dengan lembut dan berkata, “Aku bahagia bersamamu, Nayla,”—justru saat itulah Nayla merasa seperti duri dalam dada pria itu.

Di suatu malam, Nayla berdoa lebih lama dari biasanya. Tangisnya tumpah tak tertahan, menetes di atas sajadah.

"Ya Allah... jika cinta suamiku adalah bentuk dari rahmat-Mu, maka kuatkan aku untuk menjaganya. Jangan biarkan rasa bersalahku mencederai rasa syukurnya. Tunjukkan aku cara mencintainya dengan benar, meski aku tak bisa memberinya keturunan. Ya Allah, bahagiakan dia... walau lewat caraku yang sederhana."

Dan malam itu, saat Azam membuka mata karena mendengar isaknya, ia hanya memeluk Nayla dari belakang, menggenggam tubuh mungil yang bergetar hebat.

"Kenapa menangis...?" bisik Azam sambil mengusap kepala Nayla lembut.

Nayla menoleh, tak langsung menjawab.

Malam itu sunyi. Suara jangkrik dari luar rumah mengisi sela keheningan yang tak biasanya. Di kamar itu, hanya ada dua tatapan sepasang mata yang saling memandang dalam diam.

Nayla menarik napas dalam, lalu bersuara, lirih namun tegas, “Mas... aku ingin tanya sesuatu.”

Azam menoleh, ekspresi lembut tergurat di wajahnya. “Ya, sayang?”

Nayla menunduk sejenak, sebelum menatap Azam dalam-dalam.

“Kenapa kamu memilih untuk berbohong waktu itu?” tanyanya pelan. “Tentang hasil pemeriksaan.”

Azam terdiam. Wajahnya terkejut.

"Sayang...apa yang kamu dengar..?"suara Azam hanya terdengar bisikan.

“Aku... aku dengar semuanya, Mas.” Suara Nayla bergetar. “Waktu kamu bicara dengan Bu Dokter Saras. Aku berdiri di depan pintu, hendak mengantarkan ponselmu yang tertinggal. Tapi justru aku dengar kenyataan pahit itu—tentang rahimku yang tak bisa memberi keturunan.”

Azam perlahan mengalihkan pandangan. Tangannya mengepal di atas lututnya. Ia tak menyangka Nayla tahu.

“Aku diam. Aku pura-pura tidak tahu. Tapi Mas... aku juga manusia. Aku punya perasaan. Aku bukan perempuan bodoh yang tak tahu kamu sedang menyembunyikan luka itu sendirian.”

Nayla mulai menangis.

“Kenapa, Mas? Kenapa kamu memilih menanggung sendiri semuanya? Kenapa kamu memilih menutupi yang sebenarnya... hanya demi aku?”

Azam menghela napas, lalu menggenggam tangan Nayla.

“Aku hanya ingin kamu tetap berdiri. Tetap tersenyum. Aku takut jika kamu tahu kenyataan itu, kamu akan menyalahkan dirimu sendiri. Dan aku... aku tak sanggup melihat kamu kembali membenci dirimu, seperti dulu.”

Nayla terisak. Ia menyentuh dada Azam.

“Tapi Mas... jika kamu bisa berkorban sejauh itu untuk aku, bukankah aku juga punya hak untuk berkorban untuk kamu? Aku istrimu, Mas. Aku pendampingmu. Jika luka ini harus kita tanggung, kenapa kamu harus menanggungnya sendirian?”

Azam menarik Nayla ke dalam pelukannya, merapatkan tubuh istrinya erat-erat seolah ingin menanamkan tenaganya agar Nayla tak runtuh.

“Maafkan aku... Aku terlalu ingin melindungi hatimu sampai lupa, kalau kamu juga ingin melindungi hatiku.”

Nayla memeluk Azam lebih erat, air matanya menetes membasahi bahu suaminya.

“Aku bukan sedang berkorban. Aku hanya menjaga yang sudah Allah titipkan padaku. Kamu.”

Pelukan Azam yang hangat masih melingkari tubuh Nayla. Namun kali ini, Nayla perlahan berbalik, menatap mata pria yang selalu memilih bertahan meski badai masa lalunya mengikis dari segala arah.

“Mas,” suara Nayla lirih, matanya basah, “boleh aku bicara jujur malam ini? Bukan sebagai istrimu... tapi sebagai seorang perempuan yang masih terus belajar menerima dirinya sendiri.”

Azam mengangguk, wajahnya teduh, meski hatinya mulai bersiap menghadapi apapun.

“Kamu tahu..? Saat Aku dengar semuanya.." Nayla menarik napas panjang, suaranya tercekat, “dan aku merasa hancur. Bukan karena kamu bohong… tapi karena aku yang membuatmu harus berbohong. Aku yang menyebabkanmu memikul luka yang bukan milikmu.”

Air mata mengalir di pipi Nayla. Azam mengusap lembut punggung tangannya.

“Aku merasa... aku tak pantas jadi istrimu. Aku tak pantas jadi bagian dari hidupmu. Bahkan jika pun kamu mencintaiku, aku takut cintamu akan berubah menjadi beban karena aku tak bisa memberi satu hal yang paling dinantikan seorang suami, yaitu "anak.”

Azam diam. Ia mendengar dengan penuh kesungguhan, bukan untuk membantah, tapi untuk merasakan.

Nayla melanjutkan, “Tapi di antara semua rasa bersalah itu, Mas... aku juga merasa satu hal yang tak bisa aku bohongi—aku sangat mencintaimu. Aku mencintaimu, bukan karena kamu sempurna, tapi karena kamu selalu membuatku merasa cukup, bahkan saat aku tahu aku penuh cela.”

Azam memeluknya lagi, lebih erat.

“Dengar, Nayla,” katanya tenang, penuh keyakinan. “Cinta kita tidak diukur dari keturunan, tapi dari kesungguhan kita menjaga amanah ini. Dan kamu, bagiku, adalah anugerah yang bahkan tak pernah aku minta, tapi Allah beri.”

Nayla menangis sejadi-jadinya di dada Azam malam itu. Bukan karena luka, tapi karena cinta yang tak pernah ia sangka bisa tumbuh dari reruntuhan masa lalunya.

Nayla menatap wajah suaminya yang kini tak bisa lagi menyembunyikan apa pun darinya.

“Aku tahu, Mas... kamu rindu seorang anak,” ucap Nayla perlahan. “Aku tahu, karena aku melihatnya... saat kamu menggendong Amira, saat matamu tak bisa menyembunyikan rindu itu...”

Azam menunduk. Napasnya dalam dan berat.

“Dan aku tahu kamu menangis malam itu... saat semua orang sudah tidur.”

Azam memejamkan mata. Tak ada lagi yang bisa disangkal.

“Ya, Nayla... kamu benar,” lirihnya, suara berat dan tulus. “Aku rindu... Aku sangat rindu. Kadang, saat malam sepi seperti ini, aku membayangkan ada suara tangis kecil yang memecah hening, ada tangan mungil yang menggenggam jari-jariku.”

Air mata mulai mengalir di pipi Nayla. Tapi Azam melanjutkan, menatap istrinya dalam-dalam.

“Tapi, dengarkan aku baik-baik, sayang...” Azam menggenggam tangan Nayla erat-erat. “Rindu itu ada, tapi cinta yang aku punya untukmu jauh lebih besar. Jangan pernah berpikir untuk memintaku menikah lagi demi memberiku keturunan. Karena aku...tidak akan pernah bisa mengkhianati cinta ini. Cinta yang lahir dari luka, dari tangis, dari doa kita bersama.”

Nayla terisak. Bibirnya bergetar, “Tapi Mas... aku tak ingin kamu kehilangan kebahagiaan hanya karena aku...”

“Bahagia itu kamu, Nayla,” potong Azam lembut. “Kamu, bukan yang lain. Aku mencintaimu bukan karena kamu bisa memberiku anak, tapi karena kamu bisa memberiku arah. Kamu mengajarkan aku arti menerima, memeluk masa lalu, dan tetap berdiri hari ini.”

Azam mengusap air mata di wajah Nayla.

“Kalau Allah belum memberi kita keturunan, itu bukan akhir dari segalanya. Mungkin Allah ingin kita menjadi orang tua dari mereka yang tak punya siapa-siapa. Anak-anak yang butuh pelukan, tanpa harus lahir dari rahimmu.”

Nayla menggenggam tangan Azam, erat.

1
Julicsjuni Juni
buat Nayla hamil thorr...buat teman hidupnya.. kasian dia
aku juga 15th blm mendapatkan keturunan
Julicsjuni Juni
hati ku,ikhlas ku belum bisa seperti Nayla... astaghfirullah
Iis Megawati
maaf mungkin ada cerita yg kelewat,merekakan dah berpisah berbulan" ga ada nafkah lahir batin dong,dan bukankah itu sudah trmasuk talak 1,yg dmn mereka hrs rujuk/ nikah ulang maaf klo salah/Pray/
Zizi Pedi: Tidak, secara otomatis tidak terhitung cerai dalam hukum Islam hanya karena suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin, karena istri yg pergi dari rumah. Perkawinan tetap berlaku hingga ada putusan cerai dari Pengadilan Agama atau jika suami secara sah menceraikan istrinya. Namun, suami yang melalaikan kewajibannya seperti tidak memberikan nafkah lahir dan batin adalah perbuatan yang berdosa dan dapat menjadi alasan bagi istri untuk mengajukan gugatan cerai. Tetapi dalam kasus Azam dan Nayla berbeda, mereka saling mencintai dan tak ada niat untuk bercerai jadi mereka masih sah sebagai suami istri. Dan talak itu yg punya laki2. untuk pertanyaan kk tentang talak 1. Mereka bahkan tidak terhitung talak kk, karena Azan g pernah mengucapkan kata talak. dan untuk rujuk talak 1 Setelah jatuh talak satu, suami dan istri masih bisa rujuk kembali tanpa harus akad ulang selama istri masih dalam masa iddah. Talak satu disebut talak raj'i, yang berarti suami masih berhak merujuk istrinya selama masa iddah. Jika masa iddah telah habis, maka untuk kembali bersama, mereka harus melakukan akad nikah ulang. TAPI SEBAGAI CATATAN (Azam tidak pernah mengucap talak untuk Nayla, jadi mereka masih sah suami istri meski tanpa menikah ulang.)
total 1 replies
R I R I F A
good... semangat up date ny
Zizi Pedi: terima kasih Kk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!