"Gue Mau Putus"
Tiga kata itu Nyaris membuat Alle tak bernafas beberapa detik, sebelum akhirnya menghela nafas.
"Sayang, jangan bercanda deh. ini benar hari anniversary kita tapi kejutannya jangan gini dong, aku ngak suka. *rujuknya dengan suara manja, berfikir ini hanya prank, Ares hanya mengerjainya saja*
Ares tak membalas ucapan Alle namun dia dengan tegas menggenggam tangan gadis disampingnya dan menatap Alle dengan tatapan dingin dan muak.
"Gue udah selingkuh sama Kara, dua bulan yang lalu dan....".
"Dia sekarang hamil anak gue"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodelima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TENTANG KEHAMILAN
Ares dan Tico telah sampai di rumah Kara, sesampainya di depan pintu, mereka mengetuk pintu pembantu yang di rumah Kara yang membukakannya.
"Cari siapa den?" tanya pembantu itu.
"Karanya ada bi?" Ares yang pertama menjawab.
"Ada den, masuk dulu, kata non Kara tadi sama saya kalau ada cowok yang mencari dia suruh masuk aja, saya panggilkan non Kara di atas." pembantu itu memberi tau.
Akhirnya Ares dan Tico mengikuti langkah pembantu rumah Kara itu hingga mempersilahkannya duduk di kursi ruang tamu. Dan pembantu itu pergi untuk menyiapkan minuman terlebih dahulu.
"Ini minumannya den, diminum dulu, saya panggilkan non Kara sekarang."
Tak lama setelah pembantu itu pergi, Kara turun dari arah tangga.
Kara segera duduk disamping Ares.
"Dimana Papah sama Mamah kamu?" tanya Ares saat menempati rumah yang sepi.
"Mereka sedang ada acara, sebentar lagi pulang kok." beritahu Kara pada Ares.
Dan benar saja, saat Kara menutup mulutnya terdengar dari arah luar suara mobil baru saja masuk ke halaman rumah.
Hingga tak lama kemudian orangtua Kara masuk kedalam rumah.
"Loh, rupanya ada tamu." Mamah Kara tersenyum menyambut Ares dan Tico.
Sedangkan Papah Kara menatap mereka dengan curiga, seperti mencium hal aneh.
"Em Pah, ada yang mau Kara omongin ke Mamah dan Papah."
"Mau ngomong apa Ra?" Mamah Kara segera duduk disamping Kara dan juga disusul Papah Kara kemudian.
Kara melirik Ares yang juga meliriknya.
"Emm.. Kenalkan saya Ares, pacar Kara Tante." Ares mulai memperkenalkan diri.
"Oh iya Ra, kenapa kamu ngak pernah cerita sama Mamah kalau punya pacar setampan ini." goda sang Mamah sembari tersenyum kepada anaknya.
"Jadi begini Tante dan Om, saya kesini ingin memberitahukan kalau Kara telah hamil anak saya."
"APA?" Papah Kara langsung bangkit dari duduknya, dengan wajah penuh amarah. Dia berjalan berapi-api menuju Ares yang kini telah berdiri karna tarikan yang cukup kasar dan kuat dari Papah Kara itu.
"Pah, jangan sakiti Ares." Kara telah ikut berdiri dan ingin mencegah Papahnya, namun Mamahnya dengan sigap menahan anaknya itu, diapun cukup terkejut dengan apa yang di dengarnya.
"Apa kamu bilang, kamu telah menghamili anak saya?" geram Papah Kara dengan rahang terkatup keras.
"Iyah Om." dengan lantang Ares menjawab tanpa tkut sedikit pun.
BUNG!!!
"Ares!."
Dengan sekali hantam tubuh Ares langsung tersungkur dilantai disusul suara jeritan Kara juga Mamahnya yang menatapnya syok.
Karna Mamahnya lengah, Kara berhasil lepas dari tangan Mamahnya dan berlari menghampiri Ares yang masih lemas dengan sudut bibir yang agak robek.
"Ares, kamu ngak papa?" Kara menatap Ares dengan cemas sembari berusaha membantunya berdiri.
Sedangkan Tico hanya menatapnya santai, tak ada niatan membantu Ares sedikit pun. Seolah dia sedang menikmati tontonan bioskop yang membosankan.
"Kara masuk ke kamar, Papah belum selesai bicara dengan pria berengsek ini."
"Ngak Pah, Ares ngak berengsek, kami melakukan semua ini mau sama mau."
PLAK!!
Wajah Kara menoleh kesamping saat Papahnya itu menamparnya dengan kuat, membuat sang Mamah menjerit dan langsung menghampiri Kara.
"Kamu sudah mempermalukan keluarga Kara." geram sang Papah.
"Tapi Aras mau bertanggungjawab Pah, dia ngak lepas begitu aja." susah payah Kara menjelaskan karna pipinya terasa begitu ngilu.
Tatapan Papah Kara langsung menghadap Ares yang hanya diam.
"Benar begitu?"
Ares mengangguk. "Iya om, saya akan bertanggungjawab dan menikahi Kara."
Wajah Papah Kara pun agak melunak meskipun terlihat masih begitu marah.
"Baiklah besok bawa orangtuamu kesini, kita bicarakan kelanjutan rencana ini."
"Mamah saya telah tiada om, dan Papah saya sedang sakit tak bisa kemana-mana saya sudah membawa keluarga saya satu-satunya, yaitu sepupu saya." Ares langsung menoleh begitu mengatakan sepupu.
Akhirnya mereka duduk dengan tenang, meskipun kondisi bibir Ares masih memerah dan agak lebam, Kara sempat menawarkan untuk mengompresnya namun Ares menolaknya.
"Jadi bagaimana?" tanya Papah Kara.
"Saya akan menikahi Kara mungkin empat atau lima bulan lagi Om."
"Kenapa tidak langsung saja? Bukankah lebih cepat lebih baik, lagi pula kalau nanti kandungan anak saya semakin membesar akan semakin malu nantinya."
Ares terdiam cukup lama memikirkan ucapan Papah Kara yang ada benarnya itu, hanya saja dia belum siap jika harus secepatnya menikah.
"Mungkin ini memang kesalahan saya dan Kara om, saya perlu waktu ini terlalu cepat." Ares mencoba peruntungan.
Papah Kara terdiam cukup lama, sebelum akhirnya memutuskan.
"Baiklah, 3 bulan lagi kalian menikah."
_______
Saat kuliah, Alle tak sabar bertemu dengan Ares dia ingin menanyakan perihal kemarin yang menyelamatkannya pasti Ares.
Dia menunggu lobby kampus, setelah beberapa saat menunggu akhirnya Ares berjalan namun bersama dengan Kara.
Kara yang melihat Alle dari kejauhan pura-pura takut dan sedikit berjalan ke belakang tubuh Ares dan menatap Alle dengan takut-takut.
Melihat kara yang gemetar ketakutan, Ares pun menggenggam tangan Kara untuk menenangkannya, Alle melihat itu menjadi sendu hatinya terasa begitu sakit namun dia berusaha tegar.
"Kak Ares, aku mau bicara." ujar Alle begitu Ares dan kara telah sampai di depannya.
Ares berhenti begitupun dengan Kara yang masih saja menunduk seolah benar-benar takut dengan Alle, namun Alle tidak memperdulikan itu yang terpenting baginya hanyalah Ares.
"Bicara Apa?"
"Em, bicara berdua aja bisa?" Ale melirik ke arah Kara, berharap kara mengerti dan memberi waktu pada Ares dan dirinya untuk berbincang hanya berdua.
"Ngak, kalau mau disini dan sekarang." Ares menunjukkan ketegasannya dan berucap dengan wajah datar, membuat diam-diam Kara tersenyum miring padahal tadi dirinya geram bukan main saat Alle seolah mengusirnya, Dia mengira jika tadi Ares akan mengusirnya dulu, namun ternyata jauh di luar ekspektasinya.
"Em yaudah kalau gitu disini aja ngak papa." akhirnya Alle mengalah, daripada tidak berbicara dengan Ares sama sekali. "Kak Ares kemarin cari aku yah? Kak Riri bilang Kakak sempat angkat telepon darinya, jadi Kak Ares yang sebenarnya menyelamati aku saat itu?"
Kara sempat terdiam sejenak, dia melirik Ares yang ternyata juga meliriknya, buru-buru Kara kembali menunduk dan pura-pura berusaha melepaskan genggaman tangan Ares di tangannya.
"Ngak, gue cuma nemani Tico aja, dia yang cari Lo, terus emang gue yang nemuin ponsel Lo, makanya saat Sus Riri nelpon Lo, gue yang angkat."
Wajah Alle berubah menjadi sendu, padahal dia berharap jika Areslah yang menyelamatkannya.
"Maafin gue Ko." batin Ares mengepal, maaf karna telah mengorbankan sepupunya itu.