NovelToon NovelToon
Obsession (Cinta Dalam Darah)

Obsession (Cinta Dalam Darah)

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / Romansa / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia / Fantasi Wanita
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ricca Rosmalinda26

Seorang mafia kejam yang menguasai Italia bertemu dengan seorang wanita yang memiliki sisi gelap serupa dengannya. Mereka saling terobsesi dalam permainan mematikan yang penuh gairah, kekerasan, dan pengkhianatan. Namun, di antara hubungan berbahaya mereka, muncul pertanyaan: siapa yang benar-benar mengendalikan siapa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ricca Rosmalinda26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mencari Hantu

Dante tidak menyangka pertengkaran itu akan menjadi yang terakhir.

Malam itu, pertarungan mereka lebih brutal dari sebelumnya. Bukan hanya kata-kata tajam, tetapi juga hantaman fisik yang menggambarkan kebencian dan obsesi yang saling bertabrakan.

Valeria melempar gelas wine ke arah Dante, tetapi pria itu menghindar dengan mudah. Kaca pecah menghantam dinding, meninggalkan noda merah di karpet putih.

"Kau tidak pernah bisa mengendalikanku, Dante!" teriak Valeria, napasnya terengah-engah, mata liarnya penuh amarah.

Dante, dengan rahang mengatup keras, menghampirinya dengan langkah berat. "Dan kau tidak bisa merebut kekuasaanku!" bentaknya, mencengkeram pergelangan tangan Valeria dengan kasar.

Valeria tersenyum sinis meskipun kesakitan. "Aku tidak perlu merebutnya. Kau yang akan menghancurkan dirimu sendiri."

Dante mencengkeram lehernya lagi, tetapi kali ini tidak untuk menakutinya—melainkan karena amarah yang benar-benar membakar dirinya. "Aku harusnya membunuhmu sejak awal."

Valeria hanya tertawa kecil. "Tapi kau tidak bisa, kan?" bisiknya, suaranya penuh kemenangan. "Karena kau membutuhkanku."

Dante menatapnya lekat-lekat. Benarkah?

Ia tidak menjawab. Dan itu cukup bagi Valeria untuk memahami segalanya.

Dengan satu gerakan cepat, Valeria melepaskan diri, mendorong Dante dengan kekuatan penuh hingga pria itu terdorong ke meja. Napasnya masih berat, dadanya naik turun, tetapi matanya kini lebih dingin.

"Ini permainan yang membosankan," katanya akhirnya. "Aku sudah muak."

Dante hanya menatapnya tanpa ekspresi. Ia menunggu—menunggu apakah Valeria akan kembali menantangnya.

Tapi kali ini, gadis itu tidak melakukannya.

Sebaliknya, Valeria meraih mantelnya, mengenakannya tanpa tergesa-gesa, lalu berjalan menuju pintu.

Dante masih berdiri di tempatnya, seolah sedang memproses apa yang baru saja terjadi.

Dan ketika Valeria membuka pintu, ia menoleh untuk terakhir kalinya.

"Aku pergi, Dante," katanya dengan suara yang tak lagi penuh amarah. "Dan aku tidak akan kembali."

Lalu pintu tertutup.

Dante berdiri di sana, menatap pintu itu cukup lama, mencoba meyakinkan dirinya bahwa Valeria hanya menggertak.

Tapi malam berganti, hari berganti, dan Valeria benar-benar menghilang.

Tanpa jejak. Tanpa pesan.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Dante kehilangan sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan kembali.

Seminggu berlalu. Kemudian dua minggu. Lalu sebulan.

Dan Valeria tetap tidak ditemukan.

Dante sudah menggerakkan seluruh jaringannya—anak buahnya menyisir kota, mencari petunjuk, menyuap polisi, bahkan menyiksa beberapa orang yang mungkin tahu sesuatu. Tapi hasilnya nihil.

Seolah-olah Valeria benar-benar menghilang dari muka bumi.

Dan itu membuatnya gila.

Malam itu, Dante berdiri di balkon apartemennya, menatap kota yang berkilauan dengan lampu-lampu. Biasanya, pemandangan ini memberinya rasa kepuasan—karena ia tahu sebagian besar dunia ini bergerak di bawah kekuasaannya.

Tapi sekarang, ada sesuatu yang hilang. Atau lebih tepatnya, seseorang.

"Kau terlihat gelisah."

Dante tidak menoleh. Luca berdiri di belakangnya, seperti biasa—tenang, waspada.

"Kau menemukannya?" tanya Dante tanpa basa-basi.

Luca menghela napas pelan. "Tidak ada jejak. Tidak ada transaksi, tidak ada laporan. Valeria tidak hanya pergi... dia menghapus dirinya sendiri."

Dante mengepalkan tangannya.

Itu terdengar seperti sesuatu yang akan Valeria lakukan. Dia bukan tipe orang yang lari dalam ketakutan. Jika dia menghilang, itu karena dia ingin menghilang.

Dan itu membuat Dante semakin marah.

Dia merogoh sakunya, mengeluarkan pemantik api, dan menyalakannya. Cahaya kecil itu berkedip di matanya yang gelap.

"Lanjutkan pencarian," katanya akhirnya. Suaranya tenang, tetapi penuh ketegangan.

Luca menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Baik."

Saat Luca pergi, Dante masih berdiri di sana, menatap nyala api kecil di tangannya.

Valeria selalu suka bermain dengan api.

Tapi sekarang, dia yang akan membakar semuanya untuk menemukannya.

---

Valeria menyesap anggurnya perlahan, duduk di kursi kayu dengan pemandangan kota di kejauhan.

Mereka bilang Roma adalah kota yang tak pernah mati. Tapi bagi Valeria, itu hanyalah panggung lain yang siap ia kendalikan.

“Dante masih mencarimu,” suara berat seorang pria mengganggu keheningan.

Valeria tersenyum tanpa menoleh. “Tentu saja. Aku bukan seseorang yang bisa dia lupakan begitu saja.”

Di hadapannya, berdiri seorang pria bertubuh kekar dengan bekas luka di pipi kiri. Matteo, salah satu mantan orang kepercayaan Giovanni Rizzo—sebelum Valeria menghabisi bos lamanya dan mengambil alih sebagian wilayahnya.

Matteo menatapnya dengan rasa hormat sekaligus kewaspadaan. Ia sudah melihat apa yang bisa dilakukan wanita ini. Betapa sadisnya ia dalam mengambil nyawa, betapa cerdasnya ia dalam menyusun strategi.

“Anak buah kita sudah mengamankan beberapa jalur penyelundupan lama Rizzo,” Matteo melanjutkan. “Tapi ada beberapa orang yang masih setia pada Dante. Apa yang harus kita lakukan?”

Valeria berbalik, menatap Matteo dengan senyum tipis. “Beri mereka pilihan.”

Matteo mengangkat alis. “Bergabung atau mati?”

Valeria terkekeh pelan. “Tidak. Bergabung atau... kehilangan sesuatu yang lebih berharga dari nyawa mereka.”

Matteo menelan ludah. Ia sudah tahu bahwa Valeria tidak sekadar mengancam. Ia benar-benar menikmati permainan ini.

“Dan Dante?” tanya Matteo akhirnya.

Valeria terdiam sejenak, mengamati lampu-lampu kota yang berkedip seperti bintang di bumi.

“Dante adalah raja di dunianya,” gumamnya. “Tapi setiap raja... pada akhirnya harus tunduk pada ratu.”

Senyumnya bertambah lebar, sementara pikirannya sudah berputar mencari langkah berikutnya.

Dia akan membangun sesuatu yang lebih besar dari Dante.

Dan saat waktunya tiba, ia sendiri yang akan menarik pria itu ke dalam permainannya.

---

Dante tahu Valeria masih hidup. Bukan hanya karena instingnya, tetapi karena fakta bahwa beberapa wilayah kekuasaan lamanya mulai mengalami gangguan.

Penyelundupan senjata di Sisilia terganggu. Beberapa pemasok narkoba yang dulu setia padanya kini bekerja untuk pihak yang tidak dikenal. Dan yang paling menarik, beberapa mantan anak buah Giovanni Rizzo—orang-orang yang seharusnya tercerai-berai setelah kematian bos mereka—tiba-tiba kembali dengan sumber daya yang lebih besar dan lebih berani.

Dante duduk di kantornya, memandangi peta besar di depannya. Setiap titik merah adalah lokasi yang sudah tersentuh oleh kekuatan baru ini. Dan ia tidak perlu berpikir lama untuk tahu siapa dalang di baliknya.

“Valeria.”

Satu nama, satu ancaman.

Luca, yang berdiri di sisi meja, mengangguk pelan. “Orang-orang kita di Napoli mengatakan ada sosok baru yang mengendalikan beberapa bisnis lama Rizzo. Tapi mereka tidak pernah melihat wajahnya.”

Dante tertawa kecil, tetapi tidak ada kebahagiaan di sana. “Tentu saja tidak. Valeria bukan orang yang menunjukkan wajahnya sampai dia benar-benar siap.”

Luca ragu sejenak sebelum berbicara lagi. “Kalau benar ini ulahnya, apa yang akan kita lakukan?”

Dante menyandarkan punggungnya ke kursi, jarinya mengetuk meja.

“Jika dia ingin perang, aku akan memberikannya.”

Luca tidak terkejut dengan jawaban itu. Yang membuatnya lebih khawatir adalah ekspresi Dante.

Ada kemarahan, ada kebencian... tetapi juga ada sesuatu yang lain.

Obsesi.

Dante tidak hanya ingin menghancurkan Valeria. Ia ingin menangkapnya, memilikinya kembali, mengendalikannya.

Dan Valeria pasti tahu itu.

Mungkin itulah yang ia tunggu.

Di Tempat Lain...

Valeria duduk di sebuah ruangan gelap, hanya diterangi cahaya dari lampu gantung tua. Di depannya, seorang pria yang wajahnya penuh luka lebam berlutut dengan tangan terikat ke belakang.

“Jadi,” kata Valeria dengan nada santai, “kau masih setia pada Dante?”

Pria itu mendongak, menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. “Kau tidak akan pernah bisa menggantikannya.”

Valeria tersenyum. “Aku tidak perlu menggantikannya.” Ia membungkuk sedikit, mendekatkan wajahnya ke pria itu. “Aku hanya perlu membuatnya kehilangan segalanya.”

Pria itu meludah ke arahnya.

Dalam sekejap, Matteo mengeluarkan pistolnya dan menekan larasnya ke pelipis pria itu.

Tapi Valeria mengangkat tangannya, menghentikan Matteo.

Ia menatap pria di depannya dengan tatapan tajam. Lalu, dengan gerakan lambat, ia meraih pisau kecil dari meja, mengayunkannya ke wajah pria itu, meninggalkan luka tipis di pipinya.

Pria itu berteriak tertahan.

Valeria menatap darah yang mengalir dari luka itu dengan ekspresi puas.

“Katakan pada Dante,” bisiknya, “aku sudah siap bermain.”

Lalu ia berdiri, melangkah keluar ruangan tanpa melihat ke belakang.

Saat pintu tertutup, senyum licik terukir di wajahnya.

Perang ini baru saja dimulai.

1
nurzzz
ceritanya bagus banget semoga bisa rame yah banyak peminatnya
nurzzz
wow keren
nurzzz
wah keren
Naira
seruuu kok ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!