Xavier, dokter obgyn yang dingin, dan Luna, pelukis dengan sifat cerianya. Terjebak dalam hubungan sahabat dengan kesepakatan tanpa ikatan. Namun, ketika batas-batas itu mulai memudar, keduanya harus menghadapi pertanyaan besar: apakah mereka akan tetap nyaman dalam zona abu-abu atau berani melangkah ke arah yang penuh risiko?
Tinggal dibawah atap yang sama, keduanya tak punya batasan dalam segala hal. Bagi Xavier, Luna adalah tempat untuk dia pulang. Lalu, sampai kapan Xavier bisa menyembunyikan hubungan persahabatannya yang tak wajar dari kekasihnya, Zora!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 : Between Us
Xavier memeluk Luna dengan hati-hati, membiarkan tubuh mungil itu terkurung dalam pelukannya.
Untuk beberapa saat, hanya terdengar suara napas mereka yang saling berkejaran.
Bibirnya melumat bibir Luna dengan lembut, penuh kesabaran, seolah tak ingin membangunkannya sepenuhnya dari kantuknya.
Sentuhan itu ringan, seperti bisikan malam yang menenangkan.
Luna mengerjap perlahan, setengah sadar, namun tubuhnya secara alami merespons kehangatan yang diberikan Xavier.
Tangannya, yang semula hanya melingkar santai di bahu pria itu, kini menarik Xavier lebih dekat, memperkecil jarak di antara mereka.
Xavier mendesah kecil di antara ciuman mereka, suaranya rendah, berat, membuat dada Luna bergetar aneh.
Ia memperdalam ciumannya sedikit, tetap lembut, tetap hati-hati, seperti seseorang yang menemukan sesuatu yang rapuh dan berharga.
Jari-jarinya mengusap pipi Luna, turun ke garis rahangnya, seolah menghafal setiap lekuk wajah itu.
Gerakannya lambat, penuh perasaan, tanpa ada unsur tergesa atau nafsu berlebihan.
Luna membuka matanya setengah, menatap wajah Xavier yang begitu dekat.
"Xavier..." bisiknya, suaranya serak, nyaris tak terdengar.
"Hm?" sahut Xavier, hidungnya mengusap hidung Luna dalam gerakan kecil yang begitu intim.
"Aku... mengantuk," lanjut Luna, membuat Xavier tersenyum kecil di sela ciuman mereka.
Ia menarik diri perlahan, menatap Luna sejenak, sebelum menempelkan keningnya pada kening Luna.
"Aku tahu," gumam Xavier, mengusap rambut Luna lembut. "Tidurlah..."
Tetapi Xavier tak berhenti di sana.
Kecupan lembutnya turun perlahan ke leher Luna, meninggalkan jejak merah muda yang samar di kulit pucat itu.
Satu demi satu, jemarinya dengan sabar membuka kancing piyama Luna, seolah memberi waktu bagi gadis itu untuk menolak—jika ia mau.
Namun, tak ada penolakan.
Hanya tarikan napas Luna yang semakin berat, dan caranya menggenggam kaus Xavier, seakan meminta pria itu tetap tinggal.
Xavier mengangkat wajahnya sejenak, menatap Luna.
"Kalau kau mau aku berhenti, katakan," gumamnya serak, suaranya nyaris pecah di udara yang berat dengan kehangatan.
Luna membuka matanya perlahan, menatap balik tanpa keraguan.
Sebuah senyum kecil—nyaris seperti bisikan—mengembang di sudut bibirnya.
"Aku sudah memberimu toleransi malam ini, ingat?" bisik Luna, setengah menggoda.
Jawaban itu cukup untuk membuat Xavier menunduk lagi, melanjutkan petualangannya.
Sentuhan bibirnya menjelajah, menelusuri bahu, lalu menuruni dada Luna yang perlahan tersingkap.
Luna mendesah pelan, kepalanya tenggelam di bantal.
Tubuhnya yang mungil menggeliat kecil, membuka diri sepenuhnya bagi Xavier.
Kini Luna terbaring terlentang di atas ranjang, tanpa sehelai benang pun membalut kulitnya, membiarkan malam membelai setiap lekuk dirinya.
Xavier mengangkat kaki Luna perlahan, membawanya bertengger di bahunya.
Dengan gerakan penuh penghayatan, ia mengecup lembut sepanjang paha Luna, menimbulkan getaran halus di seluruh tubuh gadis itu.
Saat akhirnya lidahnya menemukan inti kewanitaan Luna, sebuah desahan tertahan lolos dari bibir Luna, terdengar manja dan menggoda.
Tubuh mungil itu menggeliat tak terkendali, mencari pijakan di antara lautan sensasi yang menenggelamkannya.
Jemari lentik Luna sontak meremas rambut hitam lebat Xavier, menariknya tanpa sadar, seolah ingin memintanya lebih dalam lagi.
Xavier hanya mengerang rendah, membenamkan wajahnya lebih dalam, membalas setiap desahan Luna dengan gerakan lidah yang membuat gadis itu nyaris kehilangan kesadaran.
"Lagi..." suara Luna meluncur seperti bisikan putus asa, hampir tidak terdengar.
Permintaan itu membuat Xavier semakin bersemangat, menggodanya perlahan dengan ritme yang menggila.
Setiap gerakan lidahnya adalah penghormatan bagi tubuh Luna, seolah ia tengah memuja sesuatu yang paling suci.
Tubuh Luna melengkung indah, punggungnya terangkat dari ranjang, seiring sensasi panas yang meledak perlahan dari dalam dirinya.
Ia memanggil nama Xavier dengan suara serak dan penuh kepasrahan, dan pria itu menyambutnya dengan ciuman panjang di puncak keintimannya.
Saat akhirnya tubuh Luna jatuh lemas, Xavier mengangkat wajahnya.
Matanya gelap, penuh hasrat yang membara.
Ia naik ke atas tubuh Luna, merengkuhnya dengan kedua lengan kokohnya.
Dahi mereka bersentuhan, napas mereka membaur dalam udara yang panas dan berat.
"Kau... luar biasa," gumam Xavier, mencium lembut bibir Luna yang masih terengah.
Luna membuka matanya perlahan, menatap Xavier dengan pandangan sendu.
"Kau juga... terlampau berbahaya," balasnya pelan, membuat Xavier terkekeh ringan, suaranya berat dan dalam.
"Aku lebih berbahaya dari yang kau kira," bisik Xavier, suaranya berat dan dalam.
Luna hanya bisa mendesah pelan, tubuhnya menegang sesaat saat merasakan dorongan perlahan di antara pahanya.
"A-ah..." desahnya tertahan, jemarinya refleks mencengkeram sprei di bawahnya.
Xavier menahan gerakannya, memberikan waktu bagi Luna untuk menyesuaikan diri, jemarinya membelai lembut pipi Luna, seolah menenangkan.
"Relaks saja," gumamnya, bibirnya kembali menempel di kening Luna, memberi ciuman kecil penuh kasih.
Beberapa saat kemudian, ketika tubuh Luna mulai melemas, Xavier mulai bergerak perlahan, dalam irama yang mengalir lembut, seolah ingin mengukir setiap momen malam itu ke dalam ingatan mereka.
Napas Luna berat dan tersengal di telinga Xavier, sementara tubuh mereka menyatu dalam irama yang harmonis, penuh kehangatan dan gairah yang terpendam selama ini.
Xavier menarik napas dalam, menahan diri sejenak, sebelum akhirnya ia menghentakkan pinggulnya lebih dalam, lebih keras.
"Aah—!" jerit kecil Luna pecah tanpa bisa dikendalikan, tubuhnya melengkung refleks, menggeliat di bawah tubuh Xavier.
Sentakan keras itu membuat Luna kehilangan kendali atas dirinya. Tangannya meraih punggung Xavier, mencakar halus kulitnya, seolah mencari pegangan di tengah gelombang kenikmatan yang menghantam bertubi-tubi.
Xavier mendorong lagi, kali ini lebih cepat dan kuat, membuat ranjang di bawah mereka berderit samar. Nafas Luna terengah, matanya setengah terpejam, bibirnya terbuka mengerang setiap kali tubuh mereka bertaut dengan keras.
"Luna..." gumam Xavier, suaranya serak, penuh hasrat dan rasa memiliki.
Tubuh mereka berkeringat, panas, bergulir dalam ritme liar yang nyaris brutal, namun tetap penuh dengan gairah yang membakar.
Luna hampir menangis karena sensasi luar biasa itu. Setiap gerakan Xavier seolah memecah dirinya, membawanya lebih dalam ke jurang kenikmatan yang tak pernah ia duga sebelumnya.
Satu hentakan keras terakhir membuat tubuh Luna mengejang, lidahnya kelu untuk mengeluarkan suara, sebelum akhirnya ia runtuh dalam klimaks panjang yang membuat tubuhnya bergetar hebat di bawah Xavier.
Melihat itu, Xavier tak mampu lagi menahan dirinya. Ia membenamkan wajahnya di lekuk leher Luna, merasakan tubuh mereka bergetar bersama, menyatu dalam luapan terakhir gairah yang mendesak keluar.
Mereka terkulai di ranjang, saling mendekap erat, napas mereka berat, seolah baru saja bertarung dalam perang penuh emosi dan hasrat.
Beberapa menit berlalu dalam diam, hanya suara detak jantung dan desahan kecil yang mengisi ruangan.
Xavier mengangkat wajahnya, menatap Luna yang masih terpejam, senyum puas tersungging di bibir pria itu.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya lembut, jari-jarinya membelai pipi Luna yang memerah.
Luna hanya mengangguk pelan, masih terlalu lelah untuk bicara. Ia menyandarkan tubuhnya ke dada Xavier, mendengarkan detak jantung pria itu yang kini berdetak lebih tenang.
"Untuk malam ini, aku anggap kau sudah menebus semua malam-malam yang kau lewatkan," gumam Luna setengah sadar, membuat Xavier terkekeh rendah.
Ia menarik selimut, menutupi tubuh mereka berdua yang kini berpelukan dalam kehangatan.
To Be Continued >>>
semangaaattt ya thor
Aku dukung 🥰