Sebagai murid pindahan, Qiara Natasha lupa bahwa mencari tahu tentang 'isu pacaran' diantara Sangga Evans dan Adara Lathesia yang beredar di lingkungan asrama nusa bangsa, akan mengantarkannya pada sebuah masalah besar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunny0065, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan
"Mau mampir ke ruang musik?" tawar Natasha, hati-hati.
Sangga sedang membereskan alat tulis, mengangkat wajah memandang Natasha yang membungkuk di depan meja, menghadap Gibran.
"Lain kali," tolak Gibran cepat-cepat menarik resleting ransel.
"Gue bisanya sekarang kalau lain kali gue enggak tau masih ada kesempatan atau enggak," kata Natasha.
Gibran menyambar ransel, beranjak pergi tanpa memperdulikan ucapan gadis penyebab hatinya galau, walau sejujurnya sangat ingin ke ruang musik bersama Natasha.
Adara merapikan helaian rambutnya sambil menggandeng Alleta dan berjalan mendekati Sangga.
"Aku pulang duluan," pamit Adara mendaratkan kecupan di pipi sang pencuri hati.
Sambaran kecupan Adara membuat Sangga meraba sebelah pipi, atensinya semula terpaku pada Natasha kini tertegun pada punggung cewek barusan yang sekarang sudah menghilang di balik pintu kelas.
"Adara cocok gantiin posisi gue nanti malam, Lo nikah sama dia. Kalian serasi jadi pasangan beneran," celetuk Natasha.
"Kedekatan gue dan Adara cuma sebatas adik dan Abang, rumor pacaran enggak pernah terjadi," ralat Sangga.
"Terjadi juga bodoh amat bukan urusan gue," sinis Natasha berbalik badan melangkah pergi.
"Jangan coba beri pilihan apapun ke gue, akibatnya bisa nyakitin Lo kalau gue udah ambil keputusan," balas Sangga seolah memperingati.
Natasha menoleh sinis, tidak menggubris perkataan menakut-nakuti diucapkan Sangga.
"Lo pulang bareng gue, ada hal penting mau gue bahas tentang kita," sambung Sangga.
"I don't care."
Gadis itu ke luar kelas di susul Sangga di belakang.
"Resmi nikah, Lo harus patuhi peraturan buatan gue, salah satunya jauhi semua cowok kecuali Papa kandung dan laki-laki anggota keluarga Lo, mau enggak mau Lo wajib pulang bareng tiap hari sama gue, makan sama gue, curhat sama gue, ngerjain pr sama gue, happy sama gue, nangis sama gue, susah sama gue, apa-apa harus sama gue, no bantahan," celoteh Sangga.
"Selama Lo bukan donatur yang ngasih gue uang jajan, Lo enggak berhak ngatur-ngatur kehidupan gue sekalipun nanti status Lo jadi suami, modal label enggak cukup membeli kehidupan gue," sarkas Natasha.
"Cewek matre," ledek Sangga.
"Apa, Lo enggak terima hidup gue realistis? Kalau Lo enggak mampu menafkahi gue setelah nikah, mundur sana ke pojokan, ngumpet di bawah kolong meja, batalin rencana kawin konyol nanti malam. Gue bakal makasih pake banget kalau kita sampai jadi enggak nikah!" kesal Natasha.
"Sensi banget, Lo lagi pms?"
Pernyataan Sangga menghentikan langkah gadis di depannya, Natasha menelan ludah, bagaimana human menyebalkan itu mengetahui bulan para perempuan.
"Sok tahu!"
Seulas senyum menghias wajah, Sangga melepas almamater melapisi seragam putihnya, membungkuk rendah mengikatkan jas abunya ke pinggang Natasha, menutupi rok bagian belakang bernoda pekat.
"Lo bocor."
Natasha berjangkit malu, gerak-geriknya mendadak terbatas bahkan ketika Sangga berdiri tegak dan mencuri cium sebelah pipi pun, Natasha mati kutu.
*
"Insiden di kamar mandi sudah Bunda dengar dari cerita guru BK. Bunda cemas membayangkan Adara mengetahui perkara serius menimpamu, kenapa kamu nekad menjebak diri sendiri, Mas? Apakah sebenci itu, kamu kepada Adara hingga tega melukai perasaan rapuhnya," sendu Bu Liza.
"Keputusan menikah enggak akan pernah tercetus kalau aku dan Natasha enggak dikunci orang lain dari luar. Bantahanku menolak menikah tak diindahkan bapak berkumis, dia ngotot menghendaki keputusannya menghantarkan ku pada sebuah pernikahan, kalau aku menolak menikah, katanya kasusku memakan kerugian bagi asrama enggak ada cara lain terpaksa aku menyetujuinya. Dari itu, tolong kerjasamanya menjaga rahasia ini dari Adara."
Sangga memasang kilat jam tangan hitam di pergelangan kiri. "Aku pamit ke asrama putri, jangan lupa Bunda datang saksikan aku nikahi Natasha," imbuhnya.
Sebelum pergi, Sangga memungut kunci motor serta handphone cadangan di atas nakas, karena ponsel biasa digunakan lenyap di lempar Adara waktu itu.
"Tunggu Mas!"
Pemilik nama memutar setengah leher, Bu Liza jalan tergesa.
"Kamu minta kerjasama itu artinya kamu menyanggupi permintaan diajukan Bunda juga, hubunganmu dengan Natasha bisa Bunda simpan dengan syarat kamu menepati janji berusaha membahagiakan Adara. Kamu tidak perlu membalas perasaannya, tugasmu cukup berikan kasih sayang sebagaimana kamu menyayangi seorang adik," pinta Bu Liza.
"Menyayangi Adara sepenuh hati?" simpul Sangga.
"Tepat."
*
Sangga menepikan kendaraan roda duanya di luar gerbang utama, menghindari kecurigaan penjaga asrama putri hendak menjemput Natasha.
"Pak, titip sebentar," kata Sangga.
"Mau jalan jauh? Sudah dapat kartu ijinnya?" todong Pak Satpam.
"Kartu ijin saya dan Natasha," ucap Sangga menyerahkan dua carik kertas berwarna putih sempat di berikan guru BK saat di gedung.
"Baik," manggut Pak Satpam.
Sangga menelusuri pekarangan asrama, celingak-celinguk memastikan keadaan sekeliling, sepi, lalu menghampiri Natasha yang sudah stay di mulut gang asrama putri.
"Kak Dita tau malam ini gue berencana menculik Lo?" gurau Sangga.
Natasha mencubit agak keras perut Sangga, sebal setengah mati karena bisa-bisanya calon suaminya ini enteng bercanda.
"Lo kdrt mulu sakit tau!" Sangga meringis kesakitan.
"Abisnya Lo nyebelin! Gue udah ijin. Kak Dita membatasi waktu di luar asrama sampai tengah malam. Lo harus pulangkan gue ke sini sebelum subuh," jelas Natasha.
"Garis bawahi ini, kita enggak lagi peranin drama kartun Cinderella versus pangeran yang alur hidupnya bergantung pada sebuah labu ajaib. Kak Dita, manusia biasa pemakan nasi kayak kita berdua, bukan peri khayangan turun dari langit, Lo enggak usah takut pulang sedikit telat," ujar Sangga.
"Pulangkan gue sebelum subuh atau kita enggak jadi nikah!" ancam Natasha.
Sangga tersenyum tipis, memasukkan kedua tangan ke saku celana hitam dikenakannya, mengamati wajah menggemaskan Natasha saat dilanda kesal.
"Jawab secara jujur, apa Lo senang nikah sama gue?" lontar Sangga.
"Enggak dijawab pun, Lo udah tau gimana perasaan berkeping di hati gue karena malam ini mau nikah muda," sinis Natasha seraya melangkah duluan.
Helaan nafas gusar Sangga hembuskan. "Gue akan ngomong ke guru BK berusaha minta pembatalan pernikahan kita kalau Lo emang enggak sanggup terima hukuman ini, sekarang Lo boleh kembali ke asrama putri, tidur nyenyak dan lupain masalah ini, selebihnya serahkan ke gue mengurus kekacauan udah terjadi, gue siap nanggung hukuman bersihin seluruh lantai gedung asrama sekaligus nama gue di coret dari daftar peserta didik akibat menentang sanksi."
Jarak langkah Natasha belum jauh, suara Sangga di belakangnya sukses menghentikan laju ayunan kaki.
"Percuma menolak, enggak ada gunanya, kita korban kesalahpahaman, jalan satu-satunya menghindari fitnah lainnya cuma menikah, gimanapun kedepannya, malam ini gue bersedia nikah dan jadi istri, Lo," jawab Natasha, mutlak.