Velia diperlakukan dingin oleh suaminya, Kael setelah menikah. Belum sempat mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan dirinya malah mendapati Kael mengkhianati dirinya.
Dalam semalam, Kael menunjukkan sifat aslinya membuat Velia tak tahan dan mengakhiri hidupnya. Namun, Velia justru terbangun di masa lalu dimana dirinya belum mengenal Kael sama sekali. Apa yang akan di lakukannya pada kesempatan kedua ini? Apakah gadis itu berhasil mengubah takdir? atau justru menempuh jalan yang sama?
cr cover: https://pin.it/5RJgxu4Ex :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Matanya membelalak lalu berjongkok di depan keranjang sampah. Tidak ada satupun tanda-tanda pengaman yang telah digunakan. "Kosong? Tapi kenapa? Aku tidak pernah lupa untuk menggunakannya. Tapi kenapa tidak ada satupun?!"
"Jalang ini benar-benar membuatku muak," geram Kael memandang jijik ke arah Gaby di sebelahnya. Wanita itu masih tertidur, tubuhnya terbalut oleh selimut putih.
"Sial!" umpatnya lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Jantungnya berdetak kencang, bukan karena gairah tapi karena rasa jijik yang membuncah di dadanya.
Pemuda itu segera meraih lembaran kain itu dan mulai menutupi tubuhnya sejengkal demi sejengkal. "Kau sudah mau pergi?" tanya Gaby yang tiba-tiba saja terbangun karena gemerisik yang ditimbulkan Kael.
Wanita itu lalu turun dari ranjang, menutupi dirinya dengan selimut dan memeluk Kael dari belakang. "Kau tahu? Semalam kau sangat berbeda dari biasanya," bisik Gaby, lalu memainkan telunjuknya di punggung Kael.
Kael terdiam sejenak, "Sudah kuduga kau tidak akan bisa menahan diri dari godaanku, Kael," batin Gaby menyunggingkan senyum miring di wajahnya. Napas pemuda itu mulai memburu, ia membalikkan badannya dan menatap kosong wanita di hadapannya saat ini.
Braak!
Tangan pemuda itu menghantam meja kecil di samping ranjang membuat gelas kaca yang diletakkan di sana terjatuh. Pecahannya berserakan di lantai. "Apa kau sadar dengan yang baru saja kau lakukan?" desis Kael, rahangnya menegang.
Gaby tersentak ke belakang, kakinya hampir menginjak beling dari kaca itu. "Oh ayolah, Kael. Jangan terlalu kaku, umur kita juga sudah matang untuk menjadi orang tua," ucapnya sambil tetap memaksakan senyum kecil di wajahnya.
"Jangan sebut namaku dengan mulut kotormu itu!" bentaknya tajam. Matanya kini menyala, bukan karena semangat tapi karena amarah yang tak dapat ditahannya lagi.
"Kau pikir dengan menjebakku seperti ini, aku akan menjadi milikmu selamanya? Wanita sepertimu hanya membuatku muak!" hardik pria itu lalu pergi meninggalkan Gaby seorang diri.
Tepat di ambang pintu kamar, langkahnya tiba-tiba terhenti. Kael sedikit menoleh, melirik Gaby menggunakan ujung mata. Rahang Kael mengeras, giginya mengeretak. "Hubungan kita cukup sampai di sini, Gaby. Kuharap kita tidak pernah bertemu lagi," ucapnya.
Gaby masih berdiri di tempatnya, memegangi selimut yang membungkus tubuhnya. Matanya menatap kosong ke arah pintu kamar yang sudah tertutup rapat. Dadanya naik turun dengan cepat, namun bibirnya tidak mengatakan sepatah katapun seolah menahan sesuatu yang hampir meledak.
Tanpa perintah, tangannya dengan cepat meraih bantal di atas ranjang. "Hah! Dasar Bajingan!!!" umpat wanita itu, tangannya mencengkram selimut sekuat tenaga.
"Tunggu saja sampai aku mengandung anakmu, Kael!" desis Gaby, tubuhnya bergetar hebat tapi sorot matanya tetap dingin.
Ia menoleh ke arah cermin, melihat pantulan dirinya sendiri. "Tidak masalah kalau kau tidak ingin bersamaku. Jika anak ini hadir dalam kandunganku, kau akan otomatis terikat padaku!" lirih wanita itu lalu terkekeh.
Kael melangkah keluar dengan cepat, sangat cepat hingga derap langkahnya bisa terdengar. "Jalang itu! Aku terlalu meremehkannya selama ini!" batin Kael sambil meraih jasnya yang tergeletak di sofa ruang tamu.
Di sisi lain, Gaby meraih ponselnya. Suara seorang wanita terdengar saat menjawab telepon dari wanita itu.
Gaby: Stella! ini aku Gaby.
Stella: Ah sial, sudah kubilang jangan pernah menghubungiku lagi. Bukankah aku sudah memberikan bagianmu? Seharusnya kau bersyukur, anak haram sepertimu harusnya tidak mendapat sepeserpun.