NovelToon NovelToon
MR. LEONARDO

MR. LEONARDO

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Percintaan Konglomerat / Beda Usia / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: nura_12

Leonardo, seorang pria berusia 30 tahun pengusaha kaya raya dengan aura gelap. Dari luar kehidupan nya tampak sempurna.

Namun siapa yang tahu kalau pernikahannya penuh kehampaan, bahkan Aurelia. Sang istri menyuruhnya untuk menikah lagi, karna Aurelia tidak akan pernah bisa memberi apa yang Leo inginkan dan dia tidak akan pernah bisa membahagiakan suaminya itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nura_12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kerinduan Leo

Di ruang kerja yang luas dan beraroma kopi hitam, Leo duduk bersandar di kursi kulit hitamnya. Di meja, tumpukan berkas menanti tanda tangannya, layar laptop menampilkan laporan keuangan yang belum sempat ia baca. Namun, pikirannya melayang entah ke mana — bukan ke angka-angka, bukan ke proyek besar yang baru saja ditandatangani, melainkan ke wajah polos seorang gadis bernama Arinda.

Gadis itu tadi malam hampir tak mau makan, wajahnya pucat, lalu pagi ini Sofia melapor kalau Arinda mual lagi saat sarapan. Hal kecil itu seharusnya tidak terlalu mengganggu pikirannya… tapi entah kenapa, bayangan wajah mungil istrinya yang menunduk sambil menahan mual terus muncul di kepalanya.

Adrian yang sedari tadi berdiri di depan meja kerja akhirnya angkat bicara.

“Tuan,” panggilnya hati-hati, “kenapa melamun? Banyak banget berkas belum Tuan tanda tangani.”

Leo tidak langsung menjawab. Ia hanya menghela napas panjang sambil menatap kertas yang sama sejak sepuluh menit lalu.

“Tuan sakit?” lanjut Adrian iseng, mencoba mencairkan suasana. “Ah, masa sih Tuan sakit? Nggak mungkin. Tuan kan kuat.”

Leo menatap tajam bawahannya itu. Tatapan dingin khasnya langsung membuat Adrian kaku di tempat, pura-pura batuk kecil menutupi rasa canggung.

“Mulutmu itu, Adrian, kalau nggak bisa dikontrol, nanti saya copot,” ucap Leo datar, tapi bibirnya sedikit terangkat membentuk senyum samar.

Adrian hanya nyengir kaku. “Siap, Tuan… saya bercanda aja.”

Leo menghela napas sekali lagi, kali ini lebih pelan. Ia mencondongkan tubuh, membuka laci meja, lalu mengambil ponselnya. Ada satu notifikasi masuk — dari nomor Arinda.

Tangannya refleks membuka pesan itu.

“Mas lagi sibuk ya? Arinda udah sarapan, tapi tadi mual sedikit. Nggak apa-apa kok.”

Leo membaca pesan itu berulang kali, matanya melembut. Ia tahu gadisnya itu pasti mengetik sambil menunduk, dengan jari kecil yang pelan-pelan menekan huruf.

Tanpa berpikir panjang, ia mengetik balasan:

“Kirim foto kamu, baby. Mas rindu kamu.”

Pesannya terkirim cepat, tanda centang dua langsung muncul, tapi tak berubah jadi biru. Arinda belum membalas.

Leo tersenyum kecil, meletakkan ponsel di meja, namun matanya masih terpaku di layar — seakan menunggu foto itu muncul. Adrian yang memperhatikan perubahan ekspresi bosnya langsung menyeringai pelan.

“Tuan nunggu balasan, ya? Hehehe…” godanya pelan.

Leo menatapnya sekilas dengan tatapan maut. “Kerja, Adrian.”

“Siap, Tuan!” Adrian langsung berdiri tegak, tapi setelah Leo menunduk lagi ke berkasnya, Adrian berbisik kecil, “Wah, Tuan Leo kalau urusan istri kecilnya bisa kayak orang jatuh cinta lagi…”

Leo tak menanggapi, tapi sudut bibirnya sedikit terangkat — nyaris tak terlihat. Di layar ponselnya masih terpampang tulisan “pesan terkirim”, namun hatinya terasa sedikit lebih ringan hanya dengan membayangkan Arinda membaca pesannya dan tersipu malu sambil menutup wajahnya dengan bantal, seperti biasanya.

Jam makan siang tiba di rumah besar itu. Suasana tampak tenang — terlalu tenang, bahkan suara langkah para pelayan pun terdengar begitu jelas. Di ruang makan yang luas dengan dominasi warna putih dan emas, Arinda duduk sendirian di kursi tengah. Tangannya yang mungil bermain di atas meja, sesekali menepuk-nepuk sendok seperti anak kecil yang sedang bosan menunggu.

Di depan piringnya sudah tersaji sup bening, sayur tumis, dan nasi hangat, tapi Arinda hanya menatapnya tanpa selera. Ia menggigit bibir bawah, lalu berkata lirih dengan nada manja,

“Arinda pingin ayam goreng aja, om Arsen…”

Arsen segera menghampiri dengan wajah kaget tapi tetap sopan.

“Ayam goreng, nona?” tanyanya memastikan.

Arinda mengangguk cepat, senyumnya polos seperti anak kecil yang meminta permen.

“Iya, om Arsen. Tapi jangan yang pedas ya, Arinda nggak suka pedas. Arinda mau yang garing aja, yang kriuk gitu loh,” ucapnya sambil menggerakkan tangan, menirukan bunyi kriuk dengan ekspresi lucu.

Arsen hampir tertawa, tapi ia menahan diri, hanya membungkuk hormat.

“Baik, nona. Saya siapkan sekarang juga.”

Ia segera bergegas ke dapur, memberi perintah pada yang lainnya agar membuatkan ayam goreng renyah untuk nona kecil mereka. Para pelayan yang mendengar itu saling pandang dan tersenyum kecil — mereka semua sudah hafal dengan keluguan dan kepolosan gadis yang sangat dijaga oleh Tuan Leo itu.

Sambil menunggu, Arinda menatap ke arah jendela besar di ruang makan. Cahaya matahari masuk lembut, menimpa wajahnya yang teduh. Ia menggoyangkan kaki di bawah meja sambil bersenandung kecil, lagu anak-anak yang dulu sering ia dengar di rumah lamanya. Sesekali ia memandangi kursi di ujung meja yang biasanya ditempati Leo.

“Mas belum pulang ya…” gumamnya lirih. “Padahal Arinda pingin makan bareng mas, pasti seru.”

Tak lama kemudian, Arsen kembali membawa nampan berisi ayam goreng hangat, lengkap dengan nasi putih dan sambal kecil di sisi piring. Aroma gurihnya langsung memenuhi ruangan.

“Silakan, nona. Ini ayam goreng kesukaan Anda,” katanya sopan.

Arinda menatap makanan itu dengan mata berbinar.

“Wah… makasih ya, om Arsen! Ini keliatan enak banget.”

Ia mengambil sepotong ayam, meniupnya pelan sebelum menggigit.

“Hmm! Enak banget, om Arsen! Kayak masakan ibu di kampung…” ucapnya polos sambil tersenyum lebar.

Arsen yang berdiri di belakang hanya menunduk, senang mendengar nona kecilnya bahagia. Dalam hati, ia berpikir — gadis itu benar-benar berbeda dari siapa pun di rumah ini: polos, jujur, dan apa adanya.

Arinda melanjutkan makannya dengan semangat. Sesekali ia menatap pintu, berharap Leo pulang dan duduk menemaninya. Tapi yang datang hanya suara langkah Sofia, yang baru saja turun dari lantai tiga.

“Nona, sudah tidak mual?” tanya Sofia lembut.

“Iya, Mbak. Tapi enak banget loh ayamnya, Arinda minta dibuatin lagi nanti malam ya,” ucapnya dengan mata berbinar.

Sofia tersenyum kecil sambil mengelus bahu Arinda.

“Iya, nanti saya bilang ke dapur. Tapi sekarang habiskan dulu ya, nanti Tuan marah kalau tahu nona nggak makan cukup.”

Arinda tertawa kecil, mengangguk, dan kembali menyuap nasi sambil bersenandung pelan.

Suasana siang itu terasa damai — sederhana, tapi penuh ketulusan dari gadis kecil yang hatinya begitu bersih dan polos.

Mobil hitam mewah itu berhenti perlahan di halaman rumah besar milik Leo. Matahari sore sudah mulai condong ke barat, dan jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 3 lewat 10 menit. Dengan langkah tenang namun jelas terlihat kelelahan, Leo turun dari mobil. Setelan jasnya masih rapi, meski wajahnya tampak sedikit penat setelah seharian di kantor.

Begitu memasuki rumah, semua pelayan langsung menunduk hormat.

“Selamat datang, Tuan,” ucap mereka serempak.

Leo hanya mengangguk singkat, langkahnya berat namun mantap lift menuju lantai tiga. Ia berniat langsung beristirahat, tapi saat hendak membuka pintu kamarnya, langkahnya terhenti. Tatapannya beralih ke arah kamar Arinda, yang pintunya sedikit terbuka.

Ia menatap sejenak, kemudian berjalan pelan dan mengintip.

Kosong. Tak ada Arinda di sana.

Dahi Leo berkerut halus. Ia lalu mengeluarkan ponselnya, membuka aplikasi pengawas rumah yang terhubung dengan kamera CCTV. Beberapa detik kemudian, layar menampilkan sosok Arinda — gadis polos itu sedang di kolam renang belakang, memakai gaun renang tertutup berwarna biru muda, rambutnya terurai sedikit basah, dan wajahnya tampak ceria.

Ia tertawa kecil saat Sofia berusaha menahannya agar tidak terlalu lama berendam. Leo menatap layar itu cukup lama, senyum tipis muncul di sudut bibirnya. Ia kemudian menutup ponsel itu dan berbalik ke arah kamarnya.

“Biar dia bersenang-senang dulu,” gumamnya pelan, nada suaranya terdengar lembut — jauh dari kesan dingin biasanya.

Ia membuka jasnya, meletakkannya di kursi, lalu membuka kancing kemeja bagian atas. Setelah itu, ia berjalan menuju balkon, menatap ke arah taman yang dari kejauhan terlihat kolam renang tempat Arinda bermain air.

Di sisi lain, di tepi kolam, Arinda duduk di pinggir sambil memainkan air dengan kaki mungilnya. Wajahnya berseri-seri meski kulitnya mulai sedikit kemerahan karena matahari sore. Di sebelahnya, Sofia duduk dengan handuk di pangkuan.

“Mbak, nanti malam temenin Arinda tidur ya,” ujar Arinda lembut sambil menatap Sofia dengan mata sendu.

Sofia sempat tertegun, lalu bertanya pelan, “Kenapa, nona? Takut tidur sendiri?”

Arinda menunduk, ujung jarinya menggambar bentuk hati di permukaan air.

“Soalnya... kalau Mas Leo nggak ke kamar Rinda... Rinda takut sendirian.”

Nada suaranya begitu pelan, seperti anak kecil yang sedang menunggu seseorang yang tak kunjung datang.

Sofia tersenyum tipis, lalu mengangguk lembut. “Iya, nona. Nanti saya temani. Tapi jangan begadang ya, Tuan pasti nggak suka kalau nona kurang tidur.”

Arinda menatap Sofia, lalu tersenyum polos.

“Iya, Mbak. Makasih ya.”

Sofia menatapnya iba — nona kecil itu begitu tulus menunggu seseorang yang bahkan belum tentu datang malam ini.

Sementara itu, di lantai tiga, Leo masih berdiri di balkon dengan tangan bersedekap. Tatapannya tak lepas dari kolam renang di bawah sana. Angin sore berhembus pelan, dan tanpa sadar ia berucap lirih,

“Kau selalu saja bisa bikin aku nggak tenang, Baby...”

Lalu ia berbalik, menutup pintu balkon, dan bersiap untuk mandi — sementara di luar sana, gadis yang menunggunya bahkan belum tahu kalau dirinya diam-diam sedang memperhatikannya dari kejauhan.

1
panjul man09
alur ceritanya sedikit berbeda dgn novel2 biasanya dan itu nilai plusnya , menarik.
panjul man09
kalo aurel bersikap baik pada arinda seterusnya , tentu ini nilai plus bagi novel ini , karna tidak mengikuti kisah2 novel yg lain yg banyak drama menyrdihkan di alami istri kedua yg miskin.
Khalisa
kyknya seru nih cerita
CantStopWontstop
Makin suka sama cerita ini.
Luna de queso🌙🧀
Gak sabar next chapter.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!