Jennixia terpaksa menikahi Chester, mafia yang terkenal kejam di Negara X itu. Dia tidak diberikan pilihan lain oleh Chester.
Setelah menikahi Chester, sifat Chester sangat bertolak belakang dengan julukan yang diberikan kepadanya. Jennixia sempat merasa bingung. Chester melakukan apapun untuk meraih cinta Jennixia.
Bagaimana Chester bisa mengenal keluarga Jennixia ?
Apakah Jennixia bisa mencintai Chester setulusnya?
Masih banyak pertanyaan yang masih misteri mari kupas tuntas dengan mengikuti alurnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gabby_Rsyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Dismenore
Semakin banyak hari berlalu sudah seminggu lebih, Arviy semakin berani mendekati Jennixia. Seperti yang dia lakukan hari ini.
Jennixia, Mei dan Arviy berada di dalam kelas mereka sambil berbincang tentang tugas kelompok yang diberikan oleh dosennya. Mei yang tampak sangat lapar mulai membujuk Jennixia untuk pergi membeli makanan bersamanya.
Tapi Jennixia hari ini benar-benar malas karena hari ini dia lagi kedatangan bulan dan membuat dirinya agak malas hendak bergerak banyak.
Mood Jennixia yang kurang baik membuat Mei tidak ingin terlalu memaksanya dan memilih untuk pergi ke kantin kampus sendiri. Mei tidak mengkhawatirkan Jennixia ketika berada di dalam kelas karena masih banyak lagi siswa yang lain berada dalam kelas.
Cuma saja sebelum meninggalkan Jennixia dia sempat menatap tajam ke arah Arviy lalu berbisik.
"Jangan coba mendekati Jenni!" Ucap Mei dengan dingin.
Arviy menatap Mei dengan wajah datar, walaupun dalam hatinya ingin sekali menghajar Mei tapi dia buat banyak sabar demi mendapatkan perhatian Jennixia.
Mei telah pergi dan hilang dari pandangan mata Arviy, dia mendengus karena rasa kesalnya. Lalu dia kembali melihat ke arah Jennixia yang tampak tertunduk di tas mejanya.
Arviy mendekati Jennixia.
"Jen, are you okay?"
Jennixia cuma menganggukan kepalanya tanp melihat ke arah Arviy, karena perutnya sudah mulai terasa kram saat ini.
Memang setiap kali Jennixia kedatangan bulan dia akan mengalami dismenore iaitu gejala kram perut di bagian bawah, kadang Jennixia sampai mampu berdiri gara-gara sakit kram yang ia rasa.
Dahi Jennixia mulai mengeluarkan keringat, duduknya juga semakin tidak tenang, ingin sekali dia merengek kesakitan tapi dia sadar dia bukan berada di mansion dan Mei juga sedang pergi membeli makanan.
"Jen, aku hantar kau ke uks ya?" tawar Arviy yang berharap Jennixia menyetujuinya.
"Nggak, aku akan tunggu Mei." Sahut Jennixia dengan suara gementar.
"Ayo, Mei masih lama kau butuh istirehay dan minum obat." Arviy menarik perlahan untuk memapah Jennixia.
Mau tidak mau Jennixia mengikuti saja langkah Arviy, sehingga mereka sampai di pintu kelas mereka bertembung dengan Mei.
Mei melotot lalu langsung saja menarik Jennixia ke arahnya.
"Kau mau bawa Jenni ke mana hah?" bentak Mei kepada Arviy.
Jennixia meringgis.
"Mei, sakit...sakit sekali." Air mata Jennixia mulai berjatuhan menahan sakit.
Mei langsung saja menatap wajah pucat Jennixia dan menatap tangannya yang meremas bagian perutnya.
"Sh** dismenore." Ucap Mei yang baru sadar. "Kita langsung pulang aja." Lanjutnya lagi.
Mei mendudukkan Jennixia dikursi panjang diluar kelasnya. Arviy hanya bisa menggenggam kedua tangannya, rencana kembali dirusakkan oleh Mei.
Arviy duduk di sebelah Jennixia lalu mengusap keringatnya menggunakan sapu tangannya.
"Jen, bertahan sedikit lagi. Mei sedang mengambil tas kalian."
Arviy harus berpura-pura agar Jennixia semakin percaya pada dirinya dan akan membelanya di hadapan Mei.
Mei datang dengan wajah cemas, dia juga mengacuhkan kehadiran Arviy di situ. Lalu langsung saja memapah Jennixia perlahan dan menuju ke tapak parkiran di mana Edward sedang menunggu mereka.
Sampai di parkiran, Mei berteriak memanggil Edward.
"Pak Ed, pak Ed cepat. Nona sedang sakit." Ucapnya cemas.
Edward yang melihat itu langsung saja membantu Mei memapah Jennixia dan masuk ke dalam mobil.
"Mei kamu telepon dokter pribadi keluarga suruh datang ke mansion secepatnya.
Edward ikut khawatir dengan keadaan Jennixia, dia membawa mobil dengan kelajuan sedikit tinggi dan gerakan mobilnya sungguh lihai karena dia memang jagoh dalam selip menyelip mobil, makanya dia ditugaskan untuk menjadi sopir pribadi.
Perjalanan yang biasanya memakan 30 menit untuk sampai ke mansion kini hanya memakan 15 menit, akhirnya mereka sampai di mansion.
Para pelayan yang lain dibuat huru hara menyambut Jennixia yang sedang sakit. Edward tidak mempunyai pilihan lain selain mengendong Jennixia ala bride style sehingga ke kamarnya di susuli dengan dokter dan Mei.
Edward membaringkan Jennixia di ranjangnya dan Mei yang memperbetulkan posisinya.
Kini dokter keluarga Mc Cloud yang mengambil alih memeriksa keadaan Jennixia. Lalu memberi Jennixia obat pereda nyeri. Dokter juga meminta air panas untuk Jennixia.
Setelah air panas dimasukkan dalam warmer bag, dokter meletakkannya di perut bagian bawah Jennixia.
Jennixia mulai merasa sedikit tenang dan nyaman, dokter kembali mengisi satu lagi warmer bag untuk diletakkan di bagian bawah pinggang belakangnya.
"Bagaimana Nona?" tanya dokter yang dipanggil Anna.
"Terima kasih Kak Anna, aku sudah agak mending." Jawab Jennixia.
"Jangan berterima kasih, ini memang tanggungjawab saya Nona. Kalau rasa tidak nyaman lagi nanti panggil saya saja, saya akan memeriksa Nona kembali."
Jennixia mengangguk dan dokter Anna pun pamit keluar dari kamar Jennixia meninggal Mei bersamanya.
Mei masih saja memasang raut wajah khawatir, dia membantu mengompres bagian belakang Jennixia menggunaka warmer bags.
Jennixia melelapkan matanya tapi dja teringat sesuatu lalu menoleh ke arah Mei.
"Mei, kau belum makan?" tanya Jennixia kepada Mei yang masih setia membantu mengompresnya.
"Belum, Nona bagaimana rasa di perutmu?" Sahut Mei dengan kembali bertanya.
"Aku sudah baik-baik saja." Jawab Jennixia. "Mei, kau makanlah dulu tadi kau mengeluh lapar, jangan tahan lapar Mei." Lanjut Jennixia lagi.
"Saya akan makan jika Nona sudah tertidur pulas dan aman."
"Mei, pergilah aku akan tidur."
"Saya akan menunggu hingga Nona tertidur dulu, tolong jangan memaksa saya pergi Nona, saya sungguh mengkhawatirkan dirimu."
Senyuman Jennixia mengembang, belum pernah dia merasa hangat seperti ini. Dia bersyukur setelah Ayah tirinya menjual dirinya dia kira akan hidup menderita tapi semuanya kebalikan. Hidupnya kini di kelilingi orang-orang yang menyayangi dirinya dan memberi kehangatan hingga ke dasar hatinya.
"Terima kasih Mei." Mata Jennixia mulai mengeluarkan air mata.
"Nona, kenapa menangis? Mana yang sakit?" Mei kembali cemas setelah melihat Jennixia menangis.
"Mei tidak ada yang sakit cuma aku rasa terharu dengan semua orang yang menyayangiku sekarang."
Mei mendengar ucapan Jennixia langsung mendekap Jennixia dengan erat. Dia berdoa semoga saja Jennixia diberikan kesehatan yang dan kebahagian sepanjang hidupnya.
Mei menepuk-nepuk pungung Jennixia seperti biasa sehingga terdengar bunyi dengkuran halus barulah Mei melepaskan pelukan Jennixia secara perlahan.
Mei menatap Jennixia dengan penuh rasa kasih.
"Nona, saya yang harus berterima kasih. Nona telah membantu keluarga saya di kampung dan pengobatan kedua orangtua saya, saya tidak mampu membalasnya Nona. Oleh itu, saya berjanji akan setia di sisi Nona sampai kapanpun itu."
Mei menarik selimut Jennixia sehingga menutupi dirinya hingga batas lehernya. Lalu pamit keluar dengan langkah yang perlahan agar tidak membangunkan Jennixia.
Setelah pintu tertutup, Jennixia mengulas senyuman dibibirnya. Sebenarnya dia terbangun saat Mei melepaskan pelukannya tapi dia sengaja tidak membuka matanya agar Mei bisa keluar dan makan.
"Terima kasih Mei." Lirih Jennixia.
Bersambung...