Sea adalah gadis yang selalu menemukan kedamaian di laut. Ombak yang bergulung, aroma asin yang menyegarkan, dan angin yang berbisik selalu menjadi tempatnya berlabuh saat dunia terasa menyesakkan. Namun, hidupnya berubah drastis ketika orang tuanya bangkrut setelah usaha mereka dirampok. Impiannya untuk melanjutkan kuliah harus ia kubur dalam-dalam.
Di sisi lain, Aldo adalah seorang CEO muda yang hidupnya dikendalikan oleh keluarga besarnya. Dalam tiga hari, ia harus menemukan pasangan sendiri atau menerima perjodohan yang telah diatur orang tuanya. Sebagai pria yang keras kepala dan tak ingin terjebak dalam pernikahan tanpa cinta, ia berusaha mencari jalan keluar.
Takdir mempertemukan Sea dan Aldo dalam satu peristiwa yang tak terduga. Laut yang selama ini menjadi tempat pelarian Sea, kini mempertemukannya dengan pria yang bisa mengubah hidupnya. Aldo melihat sesuatu dalam diri Sea—sebuah ketulusan yang selama ini sulit ia temukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Humairah_bidadarisurga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35
Hari-hari Sea sebagai ibu hamil semakin penuh warna, terutama dengan ngidamnya yang makin tidak masuk akal. Aldo mulai menyadari bahwa masa-masa ini akan menjadi ujian terbesar dalam hidupnya sebagai suami.
Suatu malam, saat Aldo baru saja duduk santai setelah seharian bekerja, Sea tiba-tiba menarik tangannya dengan tatapan serius.
"Aldo, aku mau es krim rasa durian campur keju sekarang juga."
Aldo terdiam. "Sayang, itu kombinasi yang... unik. Tapi aku bakal cari."
Tanpa banyak tanya, Aldo keluar rumah dan mulai mencari es krim aneh itu. Ia mengunjungi beberapa toko es krim, minimarket, hingga akhirnya menemukan tempat yang bersedia mencampurkan durian dan keju dalam satu cup. Dengan bangga, ia pulang dan menyerahkan es krim itu ke Sea.
Sea menatapnya, mencium aromanya, lalu mengernyit. "Aldo, kok aku jadi nggak suka baunya, ya? Aku nggak mau lagi."
Aldo hampir menjatuhkan sendok yang dipegangnya. "Tapi, Sea... Aku baru aja keliling kota buat nyari ini..."
Sea mengerjap dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Jadi kamu nggak mau memenuhi keinginan ibu dari anakmu?"
Aldo segera memeluknya. "Bukan gitu, sayang. Aku siap cari apa pun yang kamu mau. Mau yang lain?"
Sea mengangguk. "Aku pengen mangga muda, tapi cuma yang dipetik langsung dari pohon."
Aldo menelan ludah. "Dari pohon mana, Sea? Sekarang udah tengah malam."
Sea menatapnya dengan penuh harap. "Ya cari pohon mangga lah. Masa calon ayah nggak bisa berjuang buat anaknya?"
Maka, Aldo pun berakhir memanjat pohon mangga di rumah tetangga tengah malam. Dengan hati-hati, ia memetik beberapa buah dan segera pulang dengan wajah penuh kemenangan. Sea menyambut mangganya dengan bahagia, tetapi begitu ia menggigitnya, ia malah meringis.
"Kok asem banget? Aku maunya yang lebih manis, Aldo..."
Aldo hampir menangis.
Hari-hari berikutnya penuh dengan permintaan yang semakin sulit dipahami. Suatu pagi, Sea ingin bubur ayam tanpa kuah, tapi saat Aldo membawakannya, ia malah ingin bakso dengan kuah banyak. Malamnya, ia ingin mie goreng yang hanya boleh dimasak oleh Aldo sendiri, tetapi saat sudah matang, ia hanya makan dua suap dan berkata ia lebih ingin nasi uduk.
Namun, yang paling menantang adalah saat Sea tiba-tiba ingin makan sesuatu yang tidak bisa didapat dengan mudah.
"Aldo, aku mau martabak telur yang dimasak sama Pak Umar di kampungku dulu."
Aldo mengerutkan kening. "Pak Umar? Kampungmu itu di kota sebelah, Sea."
Sea menatapnya dengan mata berbinar. "Tapi aku mau yang itu, Aldo. Martabak lain nggak seenak buatan Pak Umar."
Aldo pun akhirnya mengendarai mobil selama dua jam hanya untuk membeli martabak buatan Pak Umar. Saat ia pulang dengan wajah lelah tetapi penuh kepuasan, Sea malah sudah tertidur. Aldo menghela napas, tapi saat melihat wajah istrinya yang damai, ia hanya tersenyum dan mencium keningnya.
Hari-hari ngidam Sea memang penuh perjuangan, tapi bagi Aldo, itu semua adalah bagian dari cinta dan kebahagiaan mereka sebagai calon orang tua.
Hari-hari Sea sebagai ibu hamil semakin penuh warna, terutama dengan ngidamnya yang makin tidak masuk akal. Aldo mulai menyadari bahwa masa-masa ini akan menjadi ujian terbesar dalam hidupnya sebagai suami.
Suatu malam, saat Aldo baru saja duduk santai setelah seharian bekerja, Sea tiba-tiba menarik tangannya dengan tatapan serius.
"Aldo, aku mau es krim rasa durian campur keju sekarang juga."
Aldo terdiam. "Sayang, itu kombinasi yang... unik. Tapi aku bakal cari."
Tanpa banyak tanya, Aldo keluar rumah dan mulai mencari es krim aneh itu. Ia mengunjungi beberapa toko es krim, minimarket, hingga akhirnya menemukan tempat yang bersedia mencampurkan durian dan keju dalam satu cup. Dengan bangga, ia pulang dan menyerahkan es krim itu ke Sea.
Sea menatapnya, mencium aromanya, lalu mengernyit. "Aldo, kok aku jadi nggak suka baunya, ya? Aku nggak mau lagi."
Aldo hampir menjatuhkan sendok yang dipegangnya. "Tapi, Sea... Aku baru aja keliling kota buat nyari ini..."
Sea mengerjap dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Jadi kamu nggak mau memenuhi keinginan ibu dari anakmu?"
Aldo segera memeluknya. "Bukan gitu, sayang. Aku siap cari apa pun yang kamu mau. Mau yang lain?"
Sea mengangguk. "Aku pengen mangga muda, tapi cuma yang dipetik langsung dari pohon."
Aldo menelan ludah. "Dari pohon mana, Sea? Sekarang udah tengah malam."
Sea menatapnya dengan penuh harap. "Ya cari pohon mangga lah. Masa calon ayah nggak bisa berjuang buat anaknya?"
Maka, Aldo pun berakhir memanjat pohon mangga di rumah tetangga tengah malam. Dengan hati-hati, ia memetik beberapa buah dan segera pulang dengan wajah penuh kemenangan. Sea menyambut mangganya dengan bahagia, tetapi begitu ia menggigitnya, ia malah meringis.
"Kok asem banget? Aku maunya yang lebih manis, Aldo..."
Aldo hampir menangis.
Hari-hari berikutnya penuh dengan permintaan yang semakin sulit dipahami. Suatu pagi, Sea ingin bubur ayam tanpa kuah, tapi saat Aldo membawakannya, ia malah ingin bakso dengan kuah banyak. Malamnya, ia ingin mie goreng yang hanya boleh dimasak oleh Aldo sendiri, tetapi saat sudah matang, ia hanya makan dua suap dan berkata ia lebih ingin nasi uduk.
Namun, yang paling menantang adalah saat Sea tiba-tiba ingin makan sesuatu yang tidak bisa didapat dengan mudah.
"Aldo, aku mau martabak telur yang dimasak sama Pak Umar di kampungku dulu."
Aldo mengerutkan kening. "Pak Umar? Kampungmu itu di kota sebelah, Sea."
Sea menatapnya dengan mata berbinar. "Tapi aku mau yang itu, Aldo. Martabak lain nggak seenak buatan Pak Umar."
Aldo pun akhirnya mengendarai mobil selama dua jam hanya untuk membeli martabak buatan Pak Umar. Saat ia pulang dengan wajah lelah tetapi penuh kepuasan, Sea malah sudah tertidur. Aldo menghela napas, tapi saat melihat wajah istrinya yang damai, ia hanya tersenyum dan mencium keningnya.
Hari-hari ngidam Sea memang penuh perjuangan, tapi bagi Aldo, itu semua adalah bagian dari cinta dan kebahagiaan mereka sebagai calon orang tua.
---
Ngidam Sea semakin menjadi-jadi. Suatu pagi, ia menatap Aldo dengan mata berbinar dan berkata dengan nada manja, "Sayang, aku pengen es kelapa muda yang airnya harus dari kelapa yang baru jatuh sendiri dari pohon."
Aldo hampir tersedak kopinya. "Baru jatuh sendiri? Sayang, kelapa nggak bisa dijatuhin sesuai keinginan kita."
Sea merajuk. "Tapi aku mau yang alami."
Aldo pun akhirnya pergi ke sebuah kebun kelapa dan menunggu selama hampir dua jam di bawah pohon, berharap ada kelapa yang jatuh sendiri. Setelah berkeringat dan hampir menyerah, tiba-tiba angin kencang berhembus dan satu kelapa jatuh tepat di dekatnya. Dengan penuh kemenangan, Aldo membawa kelapa itu pulang.
Namun, begitu Sea mencicipi airnya, ia malah cemberut. "Kenapa rasanya nggak seperti yang aku bayangkan? Aku jadi nggak pengen lagi."
Aldo hanya bisa menatap langit, mencoba menahan diri agar tidak menangis.
Puncaknya, suatu malam Sea tiba-tiba berkata, "Aldo, aku pengen jalan-jalan ke pantai sekarang. Aku ingin merasakan angin laut dan makan jagung bakar di sana."
Aldo melihat jam. "Sayang, ini udah hampir tengah malam. Pantai jauh dari sini."
Sea menatapnya dengan mata memelas. "Tapi bayi kita ingin merasakan suasana pantai. Kamu tega nolak?"
Aldo akhirnya mengalah dan membawa Sea ke pantai. Mereka duduk di tepi pantai sambil menikmati angin malam. Aldo memanggang jagung sendiri di kios kecil yang hampir tutup, dan Sea menikmatinya dengan puas.
"Aku bahagia, Aldo. Kamu memang suami terbaik di dunia," kata Sea sambil menyandarkan kepalanya di bahu Aldo.
Meskipun lelah, Aldo tersenyum dan mengecup puncak kepala istrinya. "Apa pun untuk istri dan anakku."
Sea menatap Aldo penuh cinta. "Kamu bucin banget, ya."
Aldo tertawa. "Aku memang bucin untuk kalian."
Hari-hari mereka terus berjalan dengan penuh kejutan, dan Aldo semakin siap menghadapi apa pun demi istri tercintanya.