Demi membantu sahabatnya lepas dari jeratan perjodohan, membuat Eve harus berurusan dengan pria angkuh dan sombong bernama Arsen. Hidup Eve yang semula tenang mendadak hancur dalam waktu sebulan.
Arsen berhasil mengacaukan acara pernikahan Eve dan membuat wanita itu hamil. Hingga takdir mempertemukan mereka kembali. Rico, adik Arsen memperkenalkan Eve sebagai kekasihnya. Arsen semakin kalut saat mengetahui Eve adalah teman masa kecil sekaligus satu-satunya wanita yang ingin ia nikahi di usia dewasa.
Apa yang akan Arsen lakukan selanjutnya? Mampukah Eve memaafkan Arsen dan menepati janji masa kecil mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KidOO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Kedatangan Eyang
"Aku punya buktinya!" seru Tiana. "Kamu tidak usah sok alim deh di depan Rico. Kamu lupa aku juga datang ke pernikahanmu waktu itu? Aku masih simpan nomor kontak Nando, loh!"
Eve melepaskan diri dari Rico. Dua pria yang mendengar ucapan Tiana saling pandang tanpa berkedip. Rico memperhatikan Eve yang berulang kali menggeleng.
"Berhenti, Tiana. Jangan asal bicara!" sergah Rico kemudian.
"Iya, karena cemburu kamu jadi main asal tuduh. Lihat itu, si Eve jadi takut sama sikapmu," tegur Peter yang mulai merasakan atmosfer di sekitar memanas.
"Aku tidak asal bicara. Dia itu lacur, dan-"
"Cukup!!" bentak Rico memotong kata-kata Tiana yang terdengar bagai racauan. Tangan wanita itu yang sempat ingin mengambil ponsel mendadak membeku.
"Eve, kita pergi," ajak pria charming itu, tak lupa menggenggam telapak tangan Eve yang terasa dingin.
Tiana yang tidak terima terlihat ingin mengejar, akan tetapi Peter langsung menghadang wanita itu. Tak peduli meski Tiana protes dan mengomel.
"Minggir, Peter! Kamu apa-apaan sih? Aku harus beri tahu Rico tentang wanita itu!" geramnya. Tanganya sudah mendorong dada Peter yang tak juga enyah dari pandangannya.
"Berhenti mempermalukan diri sendiri. Rico cuma menganggapmu teman dan sampai kapanpun akan begitu. Lebih baik cari pria lain." Peter mengingatkan.
"Argh! Kamu tahu apa?!" gemas Tiana yang akhirnya berjalan setelah membalikkan pesta, kembali ke pusat acara.
Sepanjang langkah menuju mobil, Eve dan Rico tidak ada yang berbicara. Rico tak lagi menggenggam tangan wanita itu karena Eve melepasnya selepas keluar dari bangunan restoran.
Di dalam mobil, Eve masih berusaha tenang. Ia menggigit bibir, dadanya terasa sesak. Matanya memanas, hingga satu bulir bening lolos begitu saja.
Wanita itu tak mampu menahannya lagi. Ia benar-benar menangis tanpa bersuara. Menutup wajah dengan kedua tangan dan bahu bergetar. Rico yang melihatnya hanya bisa menunggu. Mengira-ngira apa yang sesungguhnya telah menimpa Eve.
"Maaf ...." lirih Eve ketika setelah bisa mengendalikan diri. Ia tak ingin ada yang melihatnya dalam kondisi seperti ini.
"Maaf kenapa?"
"Aku membuatmu malu," lanjut Eve lagi.
"Tidak, Tiana yang telah membuat malu dirinya sendiri. Tak perlu sungkan, terkadang kita memang perlu meluapkan kesedihan," ujar Rico seraya tersenyum. Ia tawarkan tisu yang selalu tersedia di dalam mobil.
Rico melajukan mobil keluar dari area restoran. Agenda mereka kacau dan ia tak mungkin membawa Eve pulang dalam keadaan mata sembab dan hidung merah. Bisa-bisa bundanya akan memberi beribu pertanyaan nanti.
"Sudah waktunya makan malam. Ingin makan apa?" tanya Rico saat berhenti sejenak di perempatan lampu merah.
"Mie?" sebut Eve sekenanya.
"Rasanya lebih baik kamu jawab 'terserah' dari pada makan mie. Bunda pasti mengomel nanti," canda Rico. Namun Eve tak bereaksi. Wanita itu diam memandang suasana luar mobil.
Tanpa banyak bicara, Rico melanjutkan perjalanan. Ia paham jika mood Eve belum membaik. Mungkin tempat yang akan ia tuju akan berhasil mengembalikan senyum Eve.
"Cafe Kucing." Eve membaca nama yang terpampang di depan bangunan cafe bernuansa pink dan putih.
"Ya, cafe ini mempunyai beberapa kucing yang bisa menemani pengunjung. Tertarik untuk masuk?" Rico menawarkan lengan jika mungkin Eve mau masuk bersama. Akan tetapi Eve berjalan mendahului dengan mata berbinar.
Tak butuh waktu lama untuk Eve telah berada di salah satu meja. Area paling dekat dengan ruangan kaca khusus kucing persia dan anggora berada. Beruntung malam ini cafe itu cukup sepi pengunjung. Rico duduk di depannya, mengikuti arah pandang wanita bermata indah itu.
"Dari mana kamu tahu aku suka kucing?" Eve beralih pada Rico.
"Cuma menebak. Jika tidak salah lihat ada stiker bergambar kucing di kopermu. Jadi benar, kamu suka kucing?" Rico balik bertanya.
Eve mengangguk ringan. Sejak dulu ia menyukai kucing. Beberapa kali ia meminta ijin pada Bu Ratih untuk memelihara satu saja bola bulu nan menggemaskan itu, tapi selalu penolakan yang ia dapatkan.
"Aku juga suka" ucap Rico.
Dua orang bercakap santai, tanpa tahu seseorang sedang memperhatikan. Arsen yang baru memakirkan mobil menatap tidak rela. Untuk sekarang ia hanya bisa mengamati tapi tidak setelah hari ini.
**
Hiruk pikuk mansion menyambut kala Eve turun dari lantai dua. Ia yang baru keluar kamar dan berniat makan pagi memandang sekitar penuh keheranan.
Nyonya Lilia tampak sibuk, memberi perintah sana sini pada para pelayan. Baru sekarang ia bisa melihat nyonya yang terbiasa kalem dan anggun, mendadak lebih tegas.
"Ani, bersihkan kamar tamu yang menghadap taman mawar, pastikan ruangan itu beraroma green tea. Pakai lilin aromaterapi yang baru. Sasi, buat bolu pandan dan cake moist. Danti, minta Pak Bas membersihkan kolam renang dan taman belakang. Semua harus siap sebelum makan siang," ujar Nyonya Lilia panjang lebar.
Eve mendekati salah satu pelayan yang baru membuka tirai di lantai satu. Ia menepuk pundak perlahan tapi si pelayan yang terlalu fokus hampir terlompat karena kaget.
"Eh? Nona! Maaf, saya kira tidak ada orang di belakang," ujarnya dengan senyum polos.
"Kenapa Tante Lilia terlihat panik?" tanya wanita dengan dress salem itu.
"Iya, Nona. Sore nanti Eyang Mutia akan datang. Nyonya besar selalu begitu, mempersiapkan segalanya supaya Eyang tidak komplain."
Eve ber-oh ria tanpa bersuara walau tak benar-benar mengerti apa yang terjadi di rumah ini. Ia tak berjalan menjauh, memberikan kesempatan pelayan melanjutkan pekerjaan. Sesaat kemudian Nyonya Lilia yang baru menyadari kehadirannya memanggil.
"Eve, Sayang? Kita sarapan sekarang. Baru saja bunda mau minta pelayan mengantar makanan ke atas." Nada bicara wanita itu kembali melunak saat menghadapi Eve.
Sore hari.
Eve duduk di gazebo halaman belakang. Menikmati beberapa tanaman hias beraneka warna. Yang paling menarik perhatiannya adalah sekumpulan keladi putih yang dari tempatnya duduk terlibat seperti kupu-kupu raksasa.
Langit cerah berwarna keemasan. Eve merasa damai ketika menyendiri. Tapi siapa sangka jika ia tak diijinkan berlama-lama sendirian. Dari arah bangunan mansion, tampak Nyonya Lilia yang datang menyusul.
"Eve, bunda cari ternyata kamu di sini. Ayo, bunda kenalkan pada seseorang?" Wanita paruh baya itu menarik tangan Eve yang sudah berdiri.
"Siapa, Bunda?" Eve masih bertanya meski bisa menebak siapa yang dimaksud.
"Eyangnya Rico. Dia tidak sabar bertemu kamu."
Seandainya bisa, Eve ingin menolak. Ia tak ingin semakin larut dalam kebohongan. Terlebih saat ini Rico masih berada di kantor, tidak akan ada yang membantunya menjawab jika ditanya.
"Bu, ini Eve. Yang baru Lilia bicarakan. Cantik, 'kan?" Nyonya Lilia dengan bangga memperkenalkan calon menantu palsunya.
Wanita yang dipanggil 'Eyang' mengangguk lebih dari sekali. Keriput dan gurat-gurat halus semakin terlihat ketika tersenyum.
"Jadi ini calon istri Arsen? Dia pintar memilih," puji Eyang Mutia.
"Tidak, Bu. Ini calon suami Rico, adiknya Arsen," ralat Nyonya Lilia. Eve masih tersenyum sopan, ia tahu berbicara dengan orang seusia Eyang butuh kesabaran ekstra.
"Iya, Eyang. Itu calon istri Arsen." Arsen dari arah pintu ruang tengah mendadak muncul dan bersuara.
Tak hanya senyum Eve yang menghilang, senyum Nyonya Lilia juga. Mereka tidak memahami apa maksud perkataan Arsen. Dengan langkah pasti, si putra sulung mendekat, mencium tangan Eyang dan melanjutkan kata-katanya
"Eve adalah calon istri Arsen dan sebentar lagi kami akan menikah ...."
***
jodoh pasti bertemu dan gak pernah salah