•Sinopsis
Bagaimana jika dua insan yang tak saling kenal di satukan dalam sebuah ikatan pernikahan?
Keduanya hanya beberapa kali bertemu di acara-acara tertentu. Dan pada akhirnya mereka harus terbiasa bersama tanpa adanya sebuah rasa.
Tak terbersit di benak mereka, bahwa keduanya akan terikat oleh sebuah janji suci yang di ucapkan sang pria di depan para saksi.
Akankah keduanya bertahan hingga akhir? Atau malah berhenti di tengah jalan karena rasa cinta yang tak kunjung hadir?
Penasaran sama endingnya? Yuk ikutin ceritanya!..
Happy reading :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yp_22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Ceklek.
Viona segera membuka pintu kamarnya saat mereka sudah tiba di depan kamar nya.
Viona dan Michael segera masuk. Viona mematung melihat suasana berbeda di kamarnya, berbeda dengan Michael yang malah menyunggingkan senyum nya.
Kini kamarnya sudah di sulap entah oleh siapa. Padahal tadi siang ia masuk belum ada hal aneh di kamarnya.
Kini kamarnya tampak sangat berbeda dan terlihat sangat.. indah?
Lampu kamarnya mati, namun tetap ada cahaya yang menerangi seluruh kamar yang berasal dari lilin aroma terapi yang di letakan di setiap sudut ruangan. Lantai marmer putih kini di penuhi oleh kelopak bunga mawar merah yang bertebaran.
Lalu di atas sana, di ranjangnya yang semula berlapiskan sprei bermotif kini telah di ganti oleh sprei putih polos. Jangan lupakan juga kelopak mawar merah berbentuk love di tengah-tengah ranjang. Bahkan di tengah kelopak mawar yang berbentuk, terdapat sepasang angsa putih yang salin beradu mulut hingga menambah suasana romantis di dalam kamar tersebut.
Mata Viona berkeliling mengamati setiap sudut ruangan.
"Ini kamar gue kenapa berubah jadi kamar hotel?" Gumam nya terheran.
Michael melirik sekilas ke arah Viona tanpa menghilang kan sebuah seringai dari bibirnya.
Ia melenggang masuk melewati Viona yang masih terpaku di ambang pintu. "Itu berarti keluarga kamu mengerti bahwa ada sepasang pengantin baru yang akan memasuki kamar ini" ujarnya santai.
Viona mendongak menatap Michael yang kini berdiri hadapan nya dengan sebuah senyuman seringai.
"Gak usah di beresin. Biarin aja kayak gini, biar romantis" ucap Michael sambil berjalan ke depan meja rias milik Viona dan mulai melepaskan jam tangan merk Rolex dari tangan nya.
Viona yang tersadar segera menutup pintunya lalu menyalakan lampu kamar. Ia kemudian berjalan menghampiri ranjang yang terlihat indah.
"Siapa juga yang mau beresin. Gue sih ogah, udah capek" balas Viona sambil merebahkan tubuhnya ke atas ranjang dengan kaki menjuntai ke bawah tanpa merusak hiasan kelopak mawar.
Michael menatap Viona yang kini memejamkan matanya, lewat cermin di depan nya. Entah tertidur atau hanya sekedar mengistirahatkan kelopak matanya yang terasa berat.
"Saya dulu atau kamu dulu yang ke kamar mandi?" Michael mengeluarkan suaranya untuk bertanya.
"Om dulu aja" jawabnya tanpa mengubah posisinya yang terasa sangat nyaman.
Tanpa mengeluarkan suaranya lagi, Michael berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Walaupun tadi sore ia sudah mandi, namun sekarang tubuhnya kembali terasa lengket oleh keringat.
Viona menoleh sesaat saat mendengar pintu kamar mandi yang terbuka lalu tertutup kembali.
"Ini gue serius sekamar sama dia?" Tanya nya pada diri sendiri.
"Oh.. gue suruh aja dia tidur di sofa. Kan sofanya lumayan panjang, ya.. walaupun gue yakin sih kalo badannya yang segede gaban itu bakal pegel-pegel pas bangun. Tapi.. bodo amat lah, yang penting gue nyaman dan bisa tidur dengan nyenyak tanpa takut di grepe-grepe sama tuh Om-om."
"Tapi gimana kalo dia gak mau? Masa iya gue yang harus ngalah dan tidur di sofa?"
"Enggak-enggak, gue gak mau."
Viona terus bergumam sendiri dengan suara yang terdengar lirih.
Takutnya kedengeran sama yang punya nama, kan bahaya. Bisa-bisa ia yang malah di suruh tidur di sofa..
Sekitar lima belas menit kemudian, terdengar suara pintu kamar mandi yang di buka. Viona menoleh untuk sekedar memastikan.
Namun tubuhnya seketika mematung saat melihat Michael yang keluar dari kamar mandi dengan hanya handuk yang menutupi bagian asetnya dan memperlihatkan tubuh bagian atasnya.
"Usap iler kamu" sindir Michael sambil berjalan menuju walk in closet, karena memang baju-baju nya sudah ada sebagian di kamar Viona.
Mendengar sindiran Michael, wajah Viona memerah menahan malu. Tanpa kata, ia berlari menuju kamar mandi dan menutup pintunya dengan keras.
Viona bersandar di balik pintu dengan memegangi dadanya merasakan debaran jantung nya yang menggila.
"Kenapa dia gak pake baju di kamar mandi sih?" Gerutunya.
"Oke.. tenang Viona, lo cuman liat bagian atasnya aja, bukan bagian bawahnya. Jadi lo tenang aja" gumam Viona mencoba menenangkan detak jantungnya yang terasa sedikit lebih tenang daripada tadi.
"Tarik nafas... Keluarkan, huh.." ucap Viona memberi instruksi pada tubuhnya dengan tangan memperagakan gerakan ke atas dan bawah.
Setelah merasa tenang, ia akhirnya berjalan menuju wastafel setelah mengunci pintu kamar mandi. Jaga-jaga, takut Michael tiba-tiba menerobos masuk saat ia tak menggunakan pakaian.
Ia memulai ritual mandinya dengan menggosok gigi dan mencuci mukanya.
Setelah selesai, ia kemudian membuka seluruh bajunya dan berdiri di bawah shower mengguyur tubuhnya.
Namun kesialan menimpanya. Saat ia selesai dengan urusan mandinya dan hendak meraih handuk di seberang nya ia malah tergelincir akibat sisa-sisa sabun di lantai.
Akh..
Bruk.. aw..
Michael yang saat itu sedang memainkan ponselnya di atas sofa mendengar suara jeritan dan benda jatuh dari arah kamar madi. Ia segera beranjak menuju kamar mandi dan berdiri di depan pintu.
"Viona ada apa?" Tanyanya dengan sedikit berteriak agar Viona dapat mendengar suaranya.
"Gak papa Om, aku cuma tergelincir" balas Viona sambil mencoba bangkit dari posisi jatuhnya sambil berpegangan pada bathtub.
Ia meringis saat merasakan kaki kanannya terasa nyeri, mungkin keseleo.
Bruk.. akh..
Viona kembali terjatuh saat memaksakan kakinya untuk menopang tubuhnya sendiri.
Michael yang mendengar suara jatuh kembali segera memegang gagang pintu dan mencoba membuka nya. Namun sialnya, pintu terkunci dari dalam. Dengan terpaksa, ia memutuskan untuk mendobrak pintu takut karena takut terjadi sesuatu yang buruk pada Viona.
"Aw.. jangan Om."
Brak.
Namun terlambat, Michael sudah membuka pintunya secara paksa.
Michael mematung melihat pemandangan di depannya. Viona bersandar pada sisi bathtub dengan memegangi kaki kanannya. Namun bukan itu yang membuatnya tercengang, namun kondisi tubuh Viona yang polos tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya.
Ia segera membalikkan tubuhnya membelakangi Viona sambil menelan ludah nya dengan susah payah. Ia tak bisa menahan sesuatu yang mulai bereaksi dari tubuhnya saat melihat tubuh indah milik Viona.
Ia tak mengelak bahwa tubuh Viona sangat menggoda, tubuhnya berisi du beberapa titik tertentu.
Viona menggigit bibir bawahnya saat menyadari Michael sempat melihat tubuhnya. Wajahnya memerah, suaranya tercekat di tenggorokan.
"T-tolong ambilin handuk Om" pintanya.
Michael mundur sebanyak tiga langkah. Saat matanya menangkap handuk putih yang tergantung di dinding kamar mandi, ia segera meraihnya dan menyodorkannya pada Viona tanpa membalikkan tubuhnya.
Viona mendongak menatap tangan Michael yang menyodorkan nya sebuah handuk.
Dengan segera ia meraih handuk tersebut dan melingkarkan nya pada tubuhnya menutupi aset paling berharga miliknya.
Ia tampak kesulitan mengenakan handuknya karena dalam posisi terduduk di lantai. Tapi dengan membutuhkan sedikit waktu, akhirnya handuk menutupi sebagian tubuh Viona walaupun tidak sempurna.
"U-udah" beritahu Viona.
Michael menghembuskan nafasnya perlahan untuk meminimalisir detakan jantungnya yang terasa dua kali lebih cepat dari biasanya. Perlahan ia membalikkan tubuhnya menghadap Viona dan segera berjalan menghampiri Viona yang masih betah terduduk di lantai dingin kamar mandi.
"Kenapa bisa jatuh? Ada yang sakit?" Tanya Michael sambil berjongkok mensejajarkan diri nya dengan Viona.
Viona menunduk. "Licin, kaki aku kayaknya keseleo" jawabnya dengan memegangi kakinya sendiri.
Huh.
Michael menghela nafas berat. "Bisa jalan?"
Viona hanya menggeleng lemah tanpa berani menatap Michael karena malu.
Dengan segera, Michael mengulurkan tangannya berniat memangku Viona.
"Mau ngapain om?" Viona bertanya dengan polosnya.
"Gendong."
"Gak usah Om, aku bisa jalan sendiri."
Tanpa memperdulikan Michael yang menatapnya tajam, Viona mencoba berdiri dari dinginnya lantai kamar mandi.
Namun baru saja kaki kanannya ia coba angkat, Viona kehilangan keseimbangannya dan akan kembali terjatuh jika saja tangan Michael tidak sigap menangkap tubuh Viona.
Viona yang kaget, segera mengalungkan tangannya pada leher Michael.
Tanpa berkata-kata, Michael mengangkat tubuh Viona dan membawanya ke dalam kamar lalu mendudukkan nya di atas ranjang.
Michael meninggalkan Viona menuju sebuah laci yang ia tau berisi kotak P3K.
Viona yang melihat Michael beranjak akhirnya hanya bisa terdiam memandangi kaki kanannya yang terlihat mulai sedikit membengkak.
Setelah Michael mendapatkan apa yang ia cari, Michael ikut naik ke atas ranjang dan duduk di sebelah kaki Viona.
Viona menoleh, "minyak urut?" Tanyanya.
Michael hanya berdehem menjawab pertanyaan dari Viona.
Ia kemudian membuka penutup minyak urut yang ia temukan dan mengeluarkan beberapa tetes isinya pada telapak tangannya yang besar.
Michael meraih kaki kanan Viona yang terlihat membengkak akibat keseleo. Dengan perlahan ia mengangkat nya dan meletakan kaki Viona di atas pahanya.
"Tahan" ucapnya.
Viona meringis saat merasakan tangan Michael yang mulai mengelus bengkakkan pada kakinya.
Awalnya hanya elusan biasa, namun lama kelamaan, elusan tersebut berubah menjadi sebuah urutan yang membuat Viona menggigit bibirnya menahan jeritan.
Michael melirik sebentar ke arah wajah Viona yang terlihat terpejam dengan bibir bawah di gigit. Jangan lupakan tangan nya yang terlihat meremas sprei di bawahnya dengan erat.
Michael kembali fokus pada kegiatan nya mengurut kaki Viona yang membengkak.
Sementara itu, di lantai bawah tepatnya di atas meja makan. Telah berkumpul keluarga Alexander yang memang belum pulang dan berencana menginap.
"Aduh. Menu di rumah ini kayaknya enak-enak banget, udah lama juga Nathan gak makan makanan lokal khas Indonesia. Bisa kalap nih Nathan. Gak papa kan Om kalo Nathan makan nya banyak?" gumam Nathan sambil menyapu seluruh meja makan yang telah terisi penuh dengan lauk-pauk khas Indonesia.
"Biasanya juga kamu makan banyak Nath. Paling dikit juga ngambil nasinya tiga kali, di tambah lauknya satu bakul" sindir Alexander.
Karena memang setiap kali Nathan berkunjung kerumah nya dan numpang makan, porsi makan nathan bisa mencapai empat kali lipat dari dirinya.
Hebatnya, walaupun ia selalu makan banyak, bentuk tubuhnya tetap saja sempurna.
"Hhee.." Nathan hanya nyengir saat mendengar sindiran dari Alexander.
"Oh iya, pengantin nya belum di panggil?" Tanya Abimana—papah nya Nathan.
"Belum. Kalo gitu aku ke atas dulu ya, mau manggil mereka" jawab Amora.
Amora segera berjalan menuju tangga untuk menuju ke kamar Viona.