Kisah Perjodohan seorang CEO yang cantik jelita dengan Seorang Pengawal Pribadi yang mengawali kerja di perusahaannya sebagai satpam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MakNov Gabut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Bab 14
Pembunuh bayaran bersenjatakan golok itu menghadap si Tuan Muda, di dalam markas penuh barang antik dan sofa mewah.
“Goblok sekali kau!” Jerry Zola menggebrak meja.
“Dia hebat sekali Tuan Muda,” kilah si pembunuh bayaran.
“Bodoh. Kau kan jagonya golok dan pisau. Makanya kalau mau menghabisi orang, gak usah banyak ngoceh!”
“Dia menghindarnya hebat Tuan. Lincah sekali.”
“Bodoh! Makanya jangan gendut!”
Jerry Zola mengambil pisau dan melempar mengenai dada si orang tadi. “Ampun tuan muda.” Dia merintih, mencengkeram pisau yang menancap.
Jerry Zola mendekati orang itu dan menekan pisau yang menusuk dada anak buahnya. Anak buahnya menjerit kesakitan. “Ampun tuan, sakiit!”
“Dia sudah bunuh empat orangku!” bentak Jerry Zola.
Anak buah lain menyaksikan dengan ngeri. Salah satu maju.
Jerry Zola memukul orang yang gagal itu sampai pingsan.
“Kalau begitu kami buru dia lagi saja Tuan Muda,” usul anak buah Jerry Zola.
Jerry Zola mengambil napas. Dia membanting asbak dari meja. “Aku tidak terima adanya kegagalan lagi!”
“Kami akan balaskan kematian mereka,” seru mereka bersamaan.
“Jangan sampai gagal lagi. Habisi Aryo,” geram Jerry Zola.
“Kami tidak akan mengecewakanmu lagi Tuan Muda,” kata anak buah Jerry Zola yang ada di ruangan itu.
Pintu menjeblak terbuka. Gaston masuk ke dalam ruangan Jerry Zola. Membuat semuanya kaget. Gaston masuk dengan santai. Tidak peduli pistol mengarah padanya.
“Siapa kau?” tanya Jerry Zola.
“Orang yang tidak bisa kau anggap main-main.” Gaston membuka kaca mata hitamnya.
“Aku mengenali suaramu.” Jerry Zola membelalakkan mata. Merasa terancam.
“Ya, coba diingat.”
“Kau yang mengancamku kemarin!” tuding Jerry Zola.
“Dan kau melanggar batas. Sudah kuperingatkan kau agar tidak mengganggu Aryo lagi.”
“Kau orangnya Aryo?” tanya Jerry Zola.
“Bukan. Tapi ketentramannya adalah urusanku. Kenapa kau memburu Aryo?”
Jerry Zola menyuruh anak buahnya menurunkan pistol. Dia mencoba melihat kemungkinan orang ini bisa dibeli.
“Karena dia mengganggu tunanganku, Thania Hari.”
Gaston tertawa. “Gara-gara cemburu? Yaampun, kekanak-kanakan sekali. Sini kuberitahu, Aryo tidak tertarik dengan Thania Hari.”
“Begitukah?”
“Ya, makanya aku datang. Kau telah mengganggu ketentraman Aryo. Kau sudah kuperingatkan tapi kau tetap saja mengirim orangmu.”
Jerry Zola tertawa. “Kau mau memberi kami pelajaran? Lihatlah, kau sendirian.”
Pistol mengarah ke Gaston semua.
“Baiklah. Akan kuberi kalian pelajaran. Ini akan jadi pelajaran terakhir kalian di dunia.” Gaston melempar sesuatu. Rupanya itu granat. Granat jatuh ke belakang, meledak, membuat anak buah Jerry Zola kocar-kacir. Yang posisinya dekat dengan granat, tubuhnya langsung hancur.
Jerry Zola berlari mencari perlindungan di balik lemari.
Gaston merebut pistol anak buah Jerry Zola yang sudah mati. Dengan ketepatan jitu dia menembaki kepala belasan anak buah Jerry Zola. Jerry Zola membelalak melihat cara Gaston menghabisi anak buahnya.
Anak buah Jerry Zola yang berada di luar mendengar keributan dan masuk untuk membantu. Gaston merebut lebih banyak pistol dan menembaki mereka semua dengan mudah. Sebagai variasi, dia ambil pisau dan menggorok leher mereka dalam jarak dekat.
Sampai tersisa Jerry Zola sendiri yang masih hidup di ruangan itu.
“Ampun, tuan. Aku tidak akan kirim orangku lagi untuk menghabisi Aryo. Ampun,” rengek Jerry Zola.
“Masih ada orangmu?” Gaston menunjuk semua anak buah Jerry Zola yang mati.
Jerry Zola melihat dengan ngeri. Semua anak buahnya dihabisi.
“Kau sudah kuberi peringatan dan kau langgar, tuan muda tengik.”
“Ampun, biarkan aku hidup, tuan,” rengek Jerry Zola.
“Kau sudah menyia-nyiakan kesempatan. Kau harus mati. Tidak ada kesempatan kedua.” Gaston mencengkeram kerah Jerry Zola. Lalu dia menghunjamkan pisau bertubi-tubi ke dada Jerry Zola.
Gaston menjatuhkan tubuh Jerry Zola begitu saja, seperti barang yang tak ada artinya. Gaston menyalakan rokok. Menuju dapur markas itu. Mencabut gas. Kemudian dia menumpahkan bensin sampai ke pintu depan. Kemudian menyalakan korek.
Api menyambar bensin dan dalam hitungan detik meledakkan markas Jerry Zola.
Di jarak yang aman, Gaston menelepon seseorang. “Sudah beres.”
Beberapa jam setelah kejadian pembunuhan Jerry Zola dan meledaknya markas. Di kediaman Keluarga Zola inti:
“Siapa keparat yang membunuh Geri anakku!” Wafi Zola, ayah Jerry Zola, murka seketika mendengar kabar dari anak buahnya.
Semua anak buah dan rekan bisnis terdekatnya dipanggil ke kediaman Keluarga Zola. Mereka menuruti perintah bos besar Zola. Tak ada yang berani menentangnya.
“Kumpulkan semua dan hubungi polisi rekanan kita. Usut tuntas siapa yang telah menghabisi anakku!” suara Wafi Zola menggelegar.
“Balaskan kematian putra tercinta kita, Pa.” raung istri Wafi Zola.
Di hadapan mereka terbaring jasad Jerry Zola, sudah gosong di dalam peti mati.
“Seret orang itu ke sini. Akan kuhabisi dia sendiri!” sumpah Wafi Zola.
Berita kematian Jerry Zola langsung disiarkan pagi-paginya.
“Ha? Jerry Zola dibunuh?” Meliana kaget menyaksikan berita. Dia memanggil Thania.
“Kapan?”
“Tadi malam.” Meliana langsung curiga. Tadi malam Aryo ke sini sekitar jam segitu. Apakah dia ada kaitannya?
“Oh.” Thania malah tersenyum. Meliana mengernyit melihatnya.
“Doamu terkabul dong. Pertunanganmu otomatis batal,” pancing Meliana.
“Iya.” Mata Thania berkaca-kaca. Dia merasakan kelegaan. Beban tumbal bisnis terangkat seketika.
Thania memeluk Meliana. Dia menangis bahagia. Meliana merasa aneh, ada yang meninggal semestinya ikut berduka. “Kayaknya kita mesti ke rumah Om Wafi,” kata Meliana.
Thania mengangguk.
Tak lama kemudian Aryo datang menjemput mereka.
Thania tiba-tiba memeluk Aryo. Aryo bingung. Meliana melihatnya sebal.
“Akhirnya aku bebas, Aryo!” Thania girang.
“Bebas dari?”
“Perjodohan paksa!” Thania lompat-lompat.
Aryo tadi melihat berita. “Karena Jerry Zola mati ya?”
“Iyaa. Aku bebas, Aryo!” Thania berputar-putar lalu memeluk Meliana lagi. Meliana mendengus. “Akhirnya aku bisa bernapas lega!”
Meliana berkacak pinggang, menatap tajam Aryo. “Aku juga ingin bebas dari perjodohan paksa ini. Mungkin kamu perlu mati juga, Aryo.”
Thania berjengit. “Meliana! Jahat sekali kamu kalau ngomong!”
“Kan sama kayak kamu Thania. Sama-sama terpaksa dijodohkan. Satu-satunya cara untuk bebas ya tunangannya mati.”
Aryo tidak merasa tersinggung. Dia paham dengan kegelisahan Meliana.
“Maafkan dia ya, Aryo. Dia tidak sungguh-sungguh. Ya kan, Meliana?” bujuk Thania.
“Aku sungguh-sungguh, kok. Kalau itu satu-satunya cara, kenapa tidak? Kan sudah terbukti.”
Aryo berpura-pura tidak mendengar itu. Sakit rasanya.
Setelah sarapan roti bakar mereka diantar Aryo. Thania memuji mobil baru Aryo. Meliana mengungkapkan kalau Aryo itu oportunis manja. Aryo tidak menggubris.
Setelah mengantarkan mereka ke kantor Andara Group, Aryo membaca koran. Dari situ dia menebak, yang membunuh Jerry Zola adalah Gaston. Itu gaya Gaston kalau menghabisi musuh.
Aryo menelepon nomor terakhir Gaston. “Gaston!”
“Halo, bang, ada apa?”
“Kau pelakunya?”
“Apa tuh, Bang?”
“Kematian Jerry Zola. Kau pelakunya?”
“Bang, aku tersinggung dituduh begitu. Apa buktinya?”
“Kalau terbukti kau pelakunya, aku akan mencarimu dan menghabisimu sendiri.”
“Gak usah repot, Bang. Aku ke tempat abang gimana?”
“Persetan kau, Gaston!”
Aryo malas berlama-lama. Dia tutup telepon itu. Dia yakin pelakunya Gaston. Tapi, kenapa Gaston sampai sejauh itu? Tidak mungkin cuma ingin membantunya menjaga Meliana. Aryo yakin orang tua Jerry Zola tidak akan tinggal diam. Mereka akan mencari si pembunuh dan membalas dendam. Nyawa Gaston dalam bahaya.
Aryo melihat Thania yang begitu gembira hari ini. Dia mengerti kenapa dia bisa sebahagia itu. Pertunangannya otomatis batal. Namun ada yang janggal. Aryo tahu Thania dan Jerry Zola setidaknya pernah pacaran. Seharusnya ada sedikit kesedihan. Bagaimana pun, kematian adalah musibah bagi keluarga yang menderita.
“Apakah Thania ada kaitannya?” gumam Aryo.
Ada Gak Ya.. Hayooo penasaran toh..
Bersambung.