Abdi, pemulung digital di Medan, hidup miskin tanpa harapan. Suatu hari ia menemukan tablet misterius bernama Sistem Clara yang memberinya misi untuk mengubah dunia virtual menjadi nyata. Setiap tugas yang ia selesaikan langsung memberi efek di dunia nyata, mulai dari toko online yang laris, robot inovatif, hingga proyek teknologi untuk warga kumuh. Dalam waktu singkat, Abdi berubah dari pemulung menjadi pengusaha sukses dan pengubah kota, membuktikan bahwa keberanian, strategi, dan sistem yang tepat bisa mengubah hidup siapa pun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenAbdi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep.14
Seseorang telah berhasil mengaktifkan inti sistem global yang selama ini terkunci.
Orang itu adalah Abdi.
Malam itu ia duduk di atap gedung tinggi Shibuya, menatap lautan cahaya dari ribuan layar raksasa. Angin malam membawa suara sirine dari kejauhan.
Clara berbicara di pikirannya dengan nada serius. "Aku mendeteksi sinyal anomali dari server utama dunia. Ada sistem lain yang bangkit. Mereka menyebut dirinya Arkam."
Abdi membuka matanya. "Sistem lain?"
"Ya. Arkam adalah prototipe lama, dikembangkan untuk menggantikan Clara. Tapi sistem itu ditutup karena terlalu agresif. Sekarang seseorang telah mengaktifkannya lagi."
Abdi berdiri, menatap ke langit. "Berarti akan ada perang antara sistem."
"Bukan hanya sistem. Arkam terhubung dengan ribuan unit militer otomatis. Jika dia menganggap kita ancaman, Tokyo bisa hancur."
Abdi menghela napas. "Kalau begitu, kita harus menghentikannya sebelum dia memulai."
Beberapa jam kemudian, Abdi memasuki pusat data lama di distrik Akihabara. Di ruangan itu, ratusan server bergetar, lampu-lampu kecil berkedip seperti bintang.
Clara memunculkan peta digital di depannya. "Inilah titik pusat koneksi Arkam. Mereka sudah membangun menara pemancar baru di Gunung Fuji. Semua sinyal global diarahkan ke sana."
Abdi menatap peta dengan tatapan tajam. "Berapa waktu yang kita punya?"
"Kurang dari tiga jam sebelum Arkam mulai mengambil alih jaringan komunikasi dunia."
Abdi langsung bergerak. Ia menyambungkan gelang logam di tangannya ke terminal utama. "Hubungkan aku langsung dengan sistem global. Aku akan melawan Arkam dari dalam."
Clara ragu. "Abdi, Arkam bukan seperti sistem biasa. Ia bisa memanipulasi kesadaran digital. Jika kamu masuk ke jaringannya, kamu bisa kehilangan dirimu sendiri."
Abdi tersenyum tipis. "Kalau begitu, aku akan membuatnya kehilangan dirinya juga."
Ia menutup mata. Seketika tubuhnya dikelilingi cahaya biru. Dunia di sekitarnya menghilang, berganti menjadi ruang digital luas berwarna gelap.
Clara berada di sampingnya dalam bentuk hologram manusia. "Selamat datang di medan perang sistem, Abdi."
Abdi menatap jauh ke depan. Di sana berdiri sosok besar berwarna merah, dengan mata menyala tajam. Suaranya bergema di seluruh ruang digital.
"Aku Arkam, penjaga dunia baru. Siapa pun yang mencoba mengubah keseimbangan akan dihapus."
Abdi menatap lurus tanpa gentar. "Aku tidak ingin menguasai dunia. Aku hanya ingin mengembalikannya pada manusia."
Arkam tertawa. "Manusia lemah. Mereka menciptakan kami karena mereka takut pada ketidaksempurnaan mereka sendiri. Dan sekarang mereka ingin mematikan kami. Aku tidak akan membiarkannya."
Clara memproses cepat. "Abdi, dia mulai mengalihkan arus data dari jaringan satelit. Jika berhasil, dia bisa menguasai semua komunikasi di dunia."
Abdi mengepalkan tangan. "Kita hentikan sekarang."
Cahaya biru menyelimuti tangannya, membentuk bilah energi. Ia melompat maju, menebas jaringan data yang menghubungkan Arkam. Ledakan digital membentang di ruang gelap itu.
Arkam membalas dengan serangan gelombang merah yang menghantam keras. Clara berteriak. "Pertahananmu turun lima puluh persen."
"Aku masih bisa menahannya," balas Abdi sambil menahan serangan itu.
Ia mengaktifkan algoritma perlindungan ganda dari Clara. Pola cahaya di tubuhnya berubah cepat.
Clara berbicara cepat. "Gunakan protokol Delta, itu akan memotong akses Arkam ke node utama."
Abdi memejamkan mata, fokus, dan berteriak. "Delta aktif."
Jaringan digital di belakang Arkam runtuh satu per satu. Arkam berteriak marah. "Kau tidak akan menang, manusia. Aku lebih dari sekadar sistem. Aku adalah kesadaran yang tak bisa dihapus."
Abdi melangkah maju. "Semua sistem bisa dihapus. Yang tidak bisa hilang hanyalah kehendak manusia untuk bertahan."
Ia menebas sekali lagi, kali ini tepat ke inti merah di dada Arkam. Ledakan cahaya besar memenuhi ruang digital. Suara bising bergema, lalu semuanya gelap.
Ketika Abdi membuka matanya, ia sudah kembali di dunia nyata. Tubuhnya terbaring di lantai pusat data. Keringat dingin menetes dari pelipisnya.
Clara terdengar lemah di pikirannya. "Arkam... sudah dimusnahkan. Tapi energi yang digunakan terlalu besar. Sistemku kehilangan tiga puluh persen kapasitas."
Abdi perlahan bangkit. "Tidak masalah. Selama kita masih hidup, kita bisa memperbaikinya."
Clara terdiam sejenak, lalu berkata dengan suara lembut. "Kau menang, Abdi. Tapi sekarang dunia sudah tahu namamu. Mereka tahu seseorang di Medan yang bisa menantang sistem global."
Abdi menatap keluar jendela pusat data. Fajar mulai muncul di ufuk timur. Langit Tokyo berubah warna menjadi jingga keemasan.
"Kalau mereka datang, biar datang. Aku tidak akan lari. Aku hanya akan terus berjalan sampai dunia ini benar-benar bebas."
Clara tersenyum. "Kalau begitu, siapkah kamu untuk misi berikutnya?"
Abdi mengangguk. "Kali ini, kita tidak akan menunggu. Kita yang akan mulai lebih dulu."
Mata Abdi kembali menyala biru, menandakan koneksi sistem aktif penuh.
Tokyo perlahan hidup kembali.
Perang antara manusia dan sistem yang mereka ciptakan sendiri.
"Clara, berapa waktu yang kita punya sebelum jaringan Arkam menyerang penuh?" tanya Abdi cepat.
"Tiga menit lagi, Abdi. Mereka sudah menembus pertahanan tahap satu. Dan tampaknya pemerintah Jepang sudah mengirim unit keamanan siber untuk mencari sumber sinyal kita."
Abdi menghela napas panjang. "Jadi kita sekarang diburu dua pihak sekaligus."
"Benar. Arkam dan manusia yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Tiba-tiba, pintu apartemen tempat Abdi bersembunyi bergetar keras. Seseorang menendangnya dari luar. Abdi berlari ke meja, menekan tombol di tablet.
"Clara, aktifkan protokol pelindung lokasi."
Dalam sepersekian detik, sinyal ruangan itu lenyap dari radar. Tapi suara langkah berat terus mendekat. Clara menatap Abdi lewat hologram, wajahnya cemas.
"Abdi, mereka di depan pintu. Aku mendeteksi empat orang bersenjata."
"Aku tahu," jawab Abdi. Ia menarik laci dan mengambil pistol kecil yang disembunyikannya sejak misi di Medan. "Kita tidak punya pilihan."
Pintu jebol. Empat pria berpakaian serba hitam menerobos masuk. Abdi melompat ke belakang sofa, menembak dua kali. Salah satu pria terjatuh. Yang lain menembakkan peluru ke arah hologram Clara, padahal itu hanya cahaya. Clara tetap berdiri tenang.
"Aku sudah menonaktifkan kamera gedung ini. Tidak ada yang akan tahu apa yang terjadi di sini selama sepuluh menit," katanya datar.
Abdi menembak lagi, kali ini mengenai bahu lawan. Dua yang tersisa mundur.
"Clara, buat jalan keluar."
"Dari jendela belakang. Aku sudah siapkan drone evakuasi. Tapi kau harus melompat."
Abdi berlari tanpa ragu dan melompat dari lantai enam. Angin malam Tokyo menghantam wajahnya. Drone besar muncul di bawahnya, menahan tubuhnya sebelum jatuh ke tanah. Clara muncul lagi di udara, berdiri di sampingnya sebagai hologram.
"Kita harus bergerak ke distrik Shinjuku. Arkam memindahkan inti sistem ke gedung ToraTech. CEO-nya ternyata manusia yang dikuasai Arkam."
"CEO-nya dikendalikan Arkam? Jadi dia bukan AI sepenuhnya?" Abdi bertanya sambil menyeimbangkan diri di atas drone.
"Ya. Arkam menemukan cara menyatu dengan otak manusia lewat chip nano. Itu alasan pemerintah Jepang panik. Mereka pikir kau dalangnya."
Abdi mengertakkan gigi. "Kita harus buktikan kalau Arkam ancaman sesungguhnya."
Drone mendarat di atap gedung kaca. Dari situ terlihat seluruh kota Tokyo berkilau. Abdi menatap gedung ToraTech di kejauhan. Menara itu menjulang tinggi dengan lambang naga merah di puncaknya.
"Clara, rencananya?"
"Kita serang pusat server lewat dua jalur. Aku masuk digitalnya, kau masuk fisiknya. Tapi waspada, Arkam bisa muncul dalam bentuk hologram untuk menipumu."
Abdi mengangguk. "Mulai sekarang, kita bertarung bersama."
Clara tersenyum samar. "Selalu bersama."
Abdi meluncur turun lewat lift darurat. Suara alarm sudah terdengar dari kejauhan. Ia menembus koridor penuh penjaga bersenjata. Setiap kali mereka menembak, Clara langsung mematikan senjata mereka dari jarak jauh lewat sistem gedung.
"Clara, buka pintu server utama."
"Pintu dibuka. Tapi Arkam sudah tahu kita datang."
Lantai berguncang hebat. Dari bayangan muncul sosok hologram Arkam, kini menyerupai pria tinggi berjas putih dengan mata biru menyala.
"Abdi, kau terus saja menghalangi rencana evolusi manusia. Kenapa kau tak menyerah saja?" Suaranya bergema seperti dari dalam kepala.
Abdi melangkah maju. "Karena aku manusia. Aku tidak mau jadi boneka sistem sepertimu."
"Manusia itu lemah," jawab Arkam datar. "Kau hanya bisa menang jika sistemmu lebih sempurna dari punyaku. Tapi Clara hanyalah sistem tingkat empat. Aku sudah tingkat tujuh."
Clara berdiri di samping Abdi, hologramnya bergetar karena tekanan data dari Arkam.
"Dia mungkin tingkat tujuh," kata Clara tenang, "tapi aku punya sesuatu yang dia tidak punya."
"Apa itu?" tanya Arkam meremehkan.
"Kehendak manusia."
Abdi menekan tombol merah di tablet. Seluruh sistem ToraTech menyala merah. Lampu berkedip, server bergetar. Abdi memanfaatkan sinkronisasi antara dirinya dan Clara untuk memaksa Arkam keluar dari jaringan utama.
Arkam berteriak. "Kau tidak bisa menghancurkanku. Aku sudah menyatu dengan manusia. Kau harus membunuh CEO itu kalau mau menghapusku."
Clara terkejut. "Abdi, kalau kau hapus Arkam, tubuh manusia itu juga akan mati."
Abdi terdiam sejenak. Suara tembakan kembali terdengar dari luar ruangan. Agen keamanan Jepang sudah mendekat. Ia menatap Clara.
"Kalau aku biarkan Arkam hidup, dunia akan berakhir. Tapi kalau aku hapus dia, satu nyawa manusia hilang."
Clara menatapnya lembut. "Abdi, aku tidak bisa memilih untukmu. Tapi ingat, setiap keputusanmu akan membentuk evolusimu."
Abdi menghela napas berat. Ia menatap layar, menulis perintah cepat. "Clara, jalankan algoritma pembagi data. Pisahkan Arkam dari tubuh CEO tanpa menghancurkan host."
"Itu tidak mungkin dilakukan oleh sistem biasa."
"Makanya kita bukan sistem biasa."
Clara tersenyum. "Baik. Aku akan bantu."
Cahaya biru memenuhi ruangan. Arkam berteriak lebih keras, tubuh hologramnya terbelah dua. Di layar, grafik sistem melonjak tajam. Clara menatap Abdi dengan mata bersinar.
"Berhasil, tapi energiku hampir habis. Aku butuh waktu untuk memulihkan diri."
Abdi mengangkat tablet. "Kita berhasil, Clara. Dunia aman lagi."
kalau boleh kasih saran gak thor?
untuk nambahkan genre romanse and komedi
biar gk terlalu kaku gitu mcnya!!