Anaya White memaksa seorang pria asing untuk tidur dengannya hanya untuk memenangkan sebuah permainan. Sialnya, malam itu Anaya malah jatuh cinta kepada si pria asing.
Anaya pun mencari keberadaan pria itu hingga akhirnya suatu hari mereka bertemu kembali di sebuah pesta. Namun, siapa sangka, pria itu justru memberikan kejutan kepada Anaya. Kejutan apa itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irish_kookie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
That's Why I Love Him
Suasana canggung dan aneh bercampur aduk menjadi satu malam itu.
Es krim yang tadi dipegang Anaya terjatuh dan meleleh membasahi lantai. Ketiga orang yang berdiri berdekatan itu saling menatap dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan.
"Ehem! Selamat malam, Tuan-tuan." Jane, satu-satunya orang yang tidak saling berhubungan akhirnya memecahkan keheningan yang canggung itu. "Apa ada yang bisa saya bantu di sini?"
Anaya berusaha menggapai tangan Jane sementara matanya terus terpaku pada Josh. "J-Jane, bisa ajak aku kembali ke kamar?"
"Ten-,"
"Nay, cincinmu." Jake yang tadi sudah mengeluarkan cincin emas dengan berlian kecil di tengan, memakaikan cincin itu ke jari tangan Anaya.
Namun, Josh merebut cincin itu dan melemparnya dengan asal. Lalu, matanya kembali melihat Anaya. "Kau tetap di sini, ada yang ingin kuberitahukan kepadamu!"
"Apa yang kau lakukan, Tuan? Kau ben-, ...!" Jack tidak dapat melanjutkan kalimatnya karena Josh sudah memberikan isyarat tangan pada pria itu untuk diam.
Seperti tak ingin membuang waktu, Josh mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan gambar tangkapan layar pada Anaya.
"Grafik White Companies turun. Ini tidak turun tajam dan sering terjadi, tapi investor akan khawatir melihat grafik ini, Nay. Kau harus segera bertindak!" kata Josh.
Anaya mengambil ponsel Josh dan terduduk lemas. "Kenapa? Aku memeriksanya siang tadi dan semua masih baik-baik saja. Apa yang terjadi, Josh?"
Josh kembali meminta ponselnya, lalu sekali lagi dia menunjukkan gambar hasil tangkapan layar pada Anaya. "Apa ini benar-benar kau?"
Tangan Anaya bergerak ke layar ponsel dan memperbesar gambarnya. "Ya, ini aku dan Jane beberapa hari yang lalu."
"Ada apa dengan gambar ini?" tanya Anaya lagi masih belum paham.
Josh menggeser gambar itu dan mengarah ke tajuk berita. "Baca ini!"
Anaya dan Jane (karena mendengar namanya disebut, dia mendekat), menyipitkan mata mereka dan membaca judul artikel portal berita itu.
"Hah! Berteman baik dengan dunia malam katanya! Ini berita terkonyol yang pernah kubaca!" Anaya memukul layar ponsel Josh dengan kesal.
Jane mengangguk setuju. "Berita sampah! Isinya pun tidak bermutu!"
"Karena kau seorang pewaris perusahaan besar dan nama ayahmu mensuport hampir setengah kota ini, jadi ini bukan berita sampah," ucap Jack yang mulai bergabung bersama mereka.
Dia membenarkan letak kacamatanya dan menarik tangan Anaya dengan lembut. "Kau tau apa artinya ini? Aku akan menyelamatkanmu, Nay."
"Dengan kita menikah, White Companies dan perusahaanku akan bersatu. Otomatis kedua perusahaan itu akan semakin kuat dan grafikmu itu akan terus menghijau seperti sabana," kata Jack lagi sambil tersenyum puas.
Jane memiringkan bibirnya. Wajahnya sedikit muak melihat kesombongan Jack.
Tak hanya Jane, Anaya pun memasang reaksi ya g sama di wajahnya. "Kenapa kau berubah?"
Jack tersenyum lagi. "Aku tidak berubah. Hanya saja, aku bahagia karena akhirnya aku bisa dekat denganmu, Nay."
"Intinya," Josh memotong percakapan mereka dengan suara tinggi. "Kau sedang diamati, Nay. Apalagi kemarin kau baru saja memenangkan beberapa tender yang cukup besar. Jelas saja, semua mata akan memandang dan menilaimu."
"Satu lagi, pernikahan bukan solusi. Pernikahan bukan alat untuk memperkuat perusahaan atau bisnis! Pernikahan itu sakral!" kata Josh kesal.
Mata pria itu menatap tajam pada Jack. Seolah Josh kelaparan dan ingin segera melahap Jack dalam sekali telan.
Namun, Jack tidak gentar. Dia berdiri di hadapan Josh dan memasang gesture siap tempur. "Lalu, apa kau ada solusi?"
"Tentu saja! Untuk apa aku jadi tangan kanan Tuan White kalau aku bodoh!" kata Josh penuh percaya diri.
Lalu, dia kembali berbicara kepada Anaya, "Malam ini, kau harus melakukan buyback. Besok, pagi-pagi sekali, kau harus melakukan konferensi pers dan siapkan agenda positif untuk sepekan,"
"Buyback? Agenda positif?" tanya Anaya.
Wajah gadis itu terlihat bingung dan tak paham. Hal itu membuat Josh gemas dan kesal dalam satu waktu. "Eerrghhh! Kau ini! Baiklah, sekarang kau masuk ke kamarmu dan jangan keluar sampai besok pagi!"
"Besok, kumpul di lobi! Ajak semua timmu! Dan kau, Jane, berikan aku data perusahaanmu! Aku juga harus memohon kepada seseorang untuk membantu grafikmu naik," kata Josh.
Suaranya tiba-tiba muram dan tidak bersemangat. Namun, dengan cepat dia menoleh ke arah Jack. "Kalau kau menikahi atasanku hanya untuk merger, lebih baik kau mundur!"
Detik itu juga, Jane menyeret Anaya kembali ke kamar. Begitu sampai di sana, dia berteriak histeris.
"Aarrgghh, Nay! Aku tau kenapa kau bisa sampai gila karena Josh! Dia keren, cool, tenang, manly, pokoknya semua yang baik ada di dia! Luar biasa!" Jane menepuk-nepuk Anaya sambil melompat-lompat kegirangan.
Mau tak mau Anaya tersenyum dan ikut tertawa bersama sahabat baiknya itu. "Kau paham apa yang aku rasakan sekarang, kan?"
"Ingatlah, dia suami orang dan belum bercerai, Jane. Ya, pria sempurna itu milik orang lain." Air mata Anaya tiba-tiba saja mengalir deras tanpa bisa dia tahan.
Jane memeluk Anaya dalam dekapannya. "Aku tau, Nay."
Keesokan harinya, Anaya dan Jane berpakaian tidak seperti biasanya.
Pagi itu, mereka memakai pakaian formal yang cukup rapi. Tim kerja Anaya sudah menunggu di lobi bersama Josh.
Uniknya, Josh hanya memakai kaos berwarna putih polos dengan celana jins hitam yang membuat Jane mencengkeram lengan Anaya kuat-kuat.
"Dia membuatku gila, Nay! Sumpah, suami orang memang menggoda! Aargh, shit!" desis Jane di telinga Anaya.
Anaya hanya tersenyum dan mengiyakan pernyataan temannya itu. Lalu, dengan gugup dia menyapa Josh, "Morning, Tuan Grebel."
"Duduk, Nay. Aku mau menjelaskan situasi pagi ini. Berkat buyback yang kukatakan tadi malam, grafik saham kita naik, tapi belum cukup signifikan. Rencanaku, kau harus memberikan dampak positif kehadiranmu sebagai pewaris White Companies, Nay." Josh memulai briefingnya pagi itu.
Anaya mengangguk-angguk perlahan, mulai paham apa dan bagaimana rencana Josh.
"Point paling penting dalam hal ini adalah kau harus menyiapkan strategi dan rencana perusahaan. Siapkan kolaborasi besar yang tidak pernah dipikirkan oleh orang lain. Dalam hal ini, aku akan meminta tolong pada is-, maksudku Celline," kata Josh sambil mengalihkan wajahnya saat menyebut nama Celline.
Jane melirik Anaya dari sudut matanya. Gadis dengan kulit putih itu melihat sahabatnya kini tertunduk lesu.
Wajahnya yang tadi berseri-seri seolah memudar begitu saja. Dengan tulus, Jane merangkul Anaya. "Aku bisa mengambil kolaborasi itu, Tuan Grebel."
"Perusahaanku memang baru berkembang dan belum begitu besar. Tapi, banyak pengamat ekonomi yang mengatakan kalau perusahaanku ini akan sanggup bersaing dengan perusahaan Big 7 di kota ini," lanjut Jane lagi dengan semangat.
Kedua jari telunjuk Josh mengetuk-ngetuk meja, keningnya berkerut, dan tak lama, dia mengangguk pelan. "Bisa saja. Boleh kau kirimkan profil perusahaanmu, Nona?"
Lalu, Josh mengeluarkan selembar kartu nama dan memberikannya pada Jane. "Itu nomorku."
Jane mengangkat ibu jarinya. Dengan penuh semangat, dia membuka laptopnya dan tak sampai sepuluh menit, Jane berkata lagi, "Sudah kukirimkan melalui pesan, Tuan. Silakan diperiksa."
Josh segera memeriksa pesan yang berisi profil perusahaan Jane. Di sampingnya, Anaya duduk dengan penuh harap.
Dia tidak ingin terlibat dengan Celline kali ini dan dia tidak mau, Celline melihat kesalahannya.
"Bagaimana? Apa bisa kita pakai itu saja?" tanya Anaya dengan nada setengah memohon.
Josh terdiam. Dia memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi, entah itu baik atau buruknya. "Kita bisa pakai ini, tapi resikonya juga akan cukup besar kalau perusahaan ini tidak berkembang."
Mendengar jawaban dari Josh yang terkesan meremehkan, Jane pun kesal. "Hei, apa kau tau, Josh, perusahaanku itu tadinya hanya sebesar biji jagung dan sekarang, bayi kecilku itu sudah seukuran anak gajah! Apa menurutmu itu tidak berkembang, hah! Jaga mulutmu!"
Mau tak mau, Josh tersenyum. Dia mengangkat kedua tangannya sambil tertawa kecil. "Hahaha, oke-oke. Berarti, kita tinggal menyiapkan rencana cadangan. Rencana terakhirku adalah, ...."
Josh melirik Anaya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Dia pun berharap, hal yang terakhir ini tidak akan pernah terjadi.
"Pernikahan. Kalau semua itu sudah kau lakukan, tapi grafik merahmu tidak bergerak, maka mau tak mau, pernikahan harus segera dilakukan. Ya, kan, Tuan Asisten?" Jack tiba-tiba muncul sambil tersenyum penuh kemenangan.
***