NovelToon NovelToon
Setelah Aku Pergi

Setelah Aku Pergi

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Penyesalan Suami
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Eys Resa

Follow IG othor @ersa_eysresa

Anasera Naraya dan Enzie Radeva, adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Namun tepat di hari pernikahan, sebuah tragedi terjadi. Pesta pernikahan yang meriah berubah menjadi acara pemakaman. Tapi meskipun begitu, pernikahan antara Ana dan Enzie tetap di laksanakan.

Namun, kebahagiaan pernikahan yang diimpikan oleh Ana tidak pernah terjadi. Karena bukan kebahagiaan yang dia dapatkan, tapi neraka rumah tangga yang ia terima. Cinta Enzie kepada Ana berubah menjadi benci di waktu sama.

Sebenarnya apa yang terjadi di hari pernikahan mereka?
Apakah Ana akan tetap bertahan dengan pernikahannya atau menyerah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Amel

Arvin langsung berdiri dari duduknya, menatap Enzi dengan tatapan tidak percaya. Kata 'Amel' sudah cukup lama tidak diucapkan di antara mereka. Nama itu adalah luka lama Enzi, dan juga alasan mengapa Enzi menjadi begitu keras kepala soal cinta.

"Kau serius? Amel yang mana? Maksudku... model internasional itu?" tanya Arvin, suaranya naik satu oktaf.

Enzi mengangguk singkat sambil memakai kembali arloji mahalnya. "Siapa lagi. Dia kembali. Pesawatnya landing jam lima sore. Aku harus menjemputnya."

"Tunggu, tunggu. Kenapa harus kamu? Dia bukan lagi pacarmu, Zie. Dia bahkan pergi tanpa kata-kata manis, hanya meninggalkan catatan bahwa ia memilih karir. Bukankah kau seharusnya menyuruh supir untuk menjemputnya?" Arvin memprotes, tidak bisa menyembunyikan kekesalannya terhadap Amel yang telah menyakiti Enzi delapan tahun lalu dan sekarang kembali, entah petaka apalagi yang akan terjadi.

Enzi menarik napas, ada keraguan di matanya, tapi cepat dia sembunyikan dengan keangkuhan yang biasa. "Dia teman lama, Vin. Dia kembali untuk fashion week di Jakarta dan beberapa pemotretan majalah high-end. Dia bilang barang bawaannya terlalu banyak, dan dia butuh tumpangan yang aman dan nyaman."

"Dan bagaimana dengan Ana? Kau pasti bilang akan pulang terlambat karena ada urusan dengan 'Arvin'," Arvin menekankan nama dirinya, kesal karena selalu dijadikan alasan.

"Aku akan memberinya kabar. Aku hanya menjemput 'teman'," ujar Enzi, meraih kunci mobilnya. "Ana tidak perlu tahu detailnya. Dia hanya perlu tahu aku ada urusan dan pulang membawa tamu. Itu saja."

Arvin menggelengkan kepalanya. "Zie, dia bukan sekadar teman lama. Dia cinta pertamamu. Dan sekarang dia kembali saat istrimu, sedang bersikap sedingin es padamu dan pernikahan kalian tidak baik-baik saja. Kau yakin ini ide yang bagus?"

"Aku tidak butuh izinmu, Vin. Urus saja pekerjaanmu di sini. Urusan Ana, biar aku yang atur," putus Enzi, lalu segera keluar dari ruangan dengan kesal tanpa menunggu jawaban Arvin.

Di dalam hati, Enzi merasa percampuran antara gugup dan... harapan. Harapan untuk merasakan kembali getaran lama, mungkin, atau sekadar pelampiasan dari perasaan kecewanya kepada Ana. Dia ingin melihat apakah dia masih bisa tersenyum tanpa paksaan di hadapan wanita lain.

Sementara Enzi bergegas menuju bandara untuk menjemput cinta pertamanya, di rumah Radeva yang megah, Ana sedang menjalani operasi rahasianya.

Bi Darmi bekerja bak mata-mata. Dia bersikap biasa seolah tidak ada yang terjadi. Sedangkan Penjaga rumah dan Bi Marni dia minta untuk ke supermarket membeli beberapa bahan dapur yang habis. .

Saat siang menjelang sore, satu per satu, kurir datang membawa barang belanjaan Ana. .

"Ini ada paket, Bi. Untuk Ibu Ana," kata kurir saat berhadapan dengan Bi Marni di teras.

"Oh, iya, Pak. Ayo ikuti saya. ," kata Bi Darmi dengan nada santai, padahal jantungnya berdebar. Ia tidak mau barang-barang itu terlihat di ruang tamu.

Sambil menahan napas dan menutupi paket dengan kain lap, mereka berdua membawa barang-barang pesanan Ana, laptop, tablet, buku-buku desain, menyelinap dari lantai satu ke lantai dua. Mereka melewati ruang perpustakaan yang gelap, membuka rak buku sebagai pintu rahasia, dan masuk ke ruang desain tersembunyi.

Ana sudah menunggu di dalam, matanya berbinar melihat "amunisi" kerjanya tiba.

"Astaga, Mbak. Ini laptop apa? Besar sekali," bisik Bi Marni, terengah-engah.

"Ini laptop untuk mendesain, Bi. Mahal, ya?" Ana tersenyum nakal. "Biarlah, lagi pula itu uang yang sudah dia berikan padaku jadi terserah aku mau pakai untuk apa."

Bi Darmi tersenyum, ikut senang melihat Ana kembali bersemangat. Mereka membantu Ana menata meja dan menyambungkan semua alat baru itu. Dalam waktu kurang dari satu jam, ruangan rahasia itu bertransformasi menjadi studio kerja profesional, hanya saja disamarkan di balik rak buku.

"Selesai! Sekarang, Bibi bisa kembali bekerja seperti biasa. Ingat, jangan sampai ada yang tahu. Ini adalah rahasia kita berdua," ujar Ana, memeluk Bi Darmi yang sudah seperti ibunya sendiri.

"Siap, Mbak Ana. Pokoknya, Bibi akan kasih kode kalau Mas Enzi sudah di depan gerbang," ujar Bi Darmi.

Ana mengangguk. Setelah kepergian Bi Darmi dan orang dari toko, Dia duduk di depan meja kerjanya. Jantungnya berdebar, bukan karena takut ketahuan Enzi, tapi karena gairahnya untuk bekerja. Dia membuka software desainnya. Jari-jarinya menyentuh layar tablet. Ini adalah kebebasanku, pikirnya.

**************

Pukul lima sore, di pintu kedatangan internasional Bandara Soekarno-Hatta.

Enzi berdiri masih dengan setelan jas kantornya yang rapi, tampak mencolok di tengah keramaian. Perutnya terasa mulas, seperti saat dia pertama kali menunggu Amel di gerbang sekolah dulu.

Ketika kerumunan penumpang mulai keluar, mata Enzi terpaku pada sosok tinggi semampai yang berjalan anggun, rambut hitamnya tergerai indah, dan mata hazelnya yang tajam memandang ke arahnya.

Dia masih sama. Bahkan, lebih memukau. Aura bintang internasional terpancar kuat dari Amel.

Amel tersenyum kepada Enzi, senyum yang sama persis yang membuat Enzi jatuh cinta dulu.

"Enzi," sapanya dengan suara serak yang memikat.

"Amel," jawab Enzi, suaranya sedikit tercekat. Ia mengambil tangan Amel, bukannya mencium, Enzi memilih untuk meremasnya sebentar, menunjukkan bahwa hubungan mereka tidak sedekat itu lagi. Amel merasakan jarak antara mereka berdua.

"Wow, kau masih sama, Tuan Radeva. Selalu tampan," puji Amel, mengibaskan rambutnya. "Terima kasih sudah mau repot-repot menjemputku."

"Bukan masalah. Ayo, mobil sudah menunggu," Enzi mengambil salah satu tas jinjing Amel yang bermerek mahal, sementara bodyguard Amel mengurus koper-koper lainnya.

Di dalam mobil mewah Enzi, aroma parfum Amel langsung memenuhi ruangan, mendominasi, menenggelamkan aroma cologne Enzi yang sudah dia pakai seharian.

"Bagaimana kabarmu, Zi? Lama tidak bertemu," Amel memulai percakapan, matanya meneliti interior mobil.

"Baik. Seperti yang kau lihat, aku sekarang mengurus Radeva Corporation," jawab Enzi datar. "Kau sendiri? Karirmu sepertinya makin meroket."

"Tentu saja. Aku selalu mendapatkan apa yang aku mau, kan?" Amel menoleh, menatap Enzi dengan senyum penuh arti. Senyum yang membuat Enzi mengingat kembali saat-saat mereka bersama, dan juga bagaimana wanita itu meninggalkannya.

"Kau sekarang... sudah menikah, kan?" tanya Amel tiba-tiba.

Enzi terkejut dengan pertanyaan yang begitu mendadak itu. "Ya. Beberapa hari yang lalu."

"Oh, ternyata kamu masih pengantin baru ya," Amel tertawa kecil, seperti tawa sinis. "Aku dengar dia... desainer? Apa kau yakin? Bukankah kau selalu bilang kau butuh pasangan yang setara denganmu, yang bisa mendampingimu di semua event penting?"

Telinga Enzi memerah mendengar pertanyaan Amel. Tepat. Itulah mengapa dia kecewa pada Ana, itulah mengapa dia posesif dan tidak membiarkannya keluar rumah. Ana... tidak setara dengannya. Dan sekarang, di sampingnya, ada wanita yang 'setara' dan pernah dia cintai, sudah kembali.

"Ana sedang dalam proses adaptasi. Dia akan menjadi pasangan yang baik," elak Enzi.

"Aku harap begitu," kata Amel, lalu mengeluarkan ponselnya. "Ngomong-ngomong, kau mau mengantarku sampai ke rumahmu? Aku butuh teman ngobrol, dan kau adalah orang yang paling bisa kupercaya di sini. "

Enzi terdiam sejenak. Jika dia membawa Amel ke rumah, Ana pasti melihatnya. Tapi, dia tidak ingin membiarakan Amel sendirian di kota yang kejam ini.

"Tentu. Aku tidak punya acara malam ini. Mari kita makan malam di rumahku," putus Enzi. Ego dan masa lalu berhasil mengalahkan akal sehatnya.

Saat mobil Enzi hampir memasuki kawasan perumahan, Enzi mengirimkan pesan singkat pada Ana.

" Aku pulang lebih awal. Aku membawa tamu, teman lama. Siapkan saja makan malam, kita akan makan bertiga."

Di lantai dua, di ruangan rahasia, Ana sedang asyik menyelesaikan detail gaunnya ketika ponselnya bergetar. Dia melepaskan headphone dan membaca pesan singkat itu.

Tamu? Teman lama? Makan bertiga?

Ana mengerutkan dahi. Dia tidak suka kedatangan tamu, apalagi tamu yang tidak dia kenal. Dia segera membalas pesan itu.

"Tamu siapa? Kenapa mendadak?" tanya Ana

Ponsel Ana langsung bergetar lagi.

"Amel, dia baru pulang dari luar negeri. Sudah siapakan saja makan malam untuk kita. "

Membaca nama itu, seketika darah Ana terasa dingin. Jari-jarinya mencengkeram ponselnya erat-erat. Amel. Dia tahu nama itu. Dia tahu Amel adalah sosok yang paling membuat Enzi hancur saat itu. Cinta pertama yang lebih memilih karir.

Kebahagiaan yang baru saja dia rasakan karena pekerjaan barunya, tiba-tiba ambruk, hancur berkeping-keping. Masalahnya bukan lagi Fabian. Masalahnya bukan lagi larangan bekerja dan tuduhan atas kematian kedua orang tuanya.

Masalahnya adalah wanita masa lalu Enzi telah kembali, mengancam rumah tangga mereka, tepat setelah dia diperlakukan dingin oleh suaminya.

Ana menatap laptopnya yang menyala, menampilkan sketsa gaun malam yang belum selesai di kerjakan.

Ana mematikan laptopnya, lalu menyembunyikan semua peralatannya di lemari rahasia di bawah meja. Ia mengunci pintu ruang rahasia itu, lalu kembali ke kamarnya dengan langkah cepat. Wajahnya yang semula bahagia, kini kembali kaku dan dingin.

Masa lalu sudah kembali apakah akan membuat masalah dalam hubungan pernikahan mereka yang tidak baik-baik saja sejak awal.

1
Fazira Aisyah
ceritanya bagus 👍👍👍, bikin penasaran, yuk semangat Up nya Thor 💪💪💪
Rohmi Yatun
double up dong thor🙏
Jumiati Umi
pergi sejauh mungkin ana. jangan pernah kembali dengan laki lucknut
Akasia Rembulan
berangkat dan tinggalkan..
partini
ingat Anna jangan kembali kerana
dia sudah memilih
Wahyuningsih
thor buat enzi menyesal d bust segan mtipun tk mau biar nyakho dia d tnggu upnya thor yg buanyk hrs tiap hri sehat sellu thor n jga keshtn tetp 💪💪💪💪💪
Akasia Rembulan
ana.. tinggalkan saja ...masih banyak diluar sana yg lebih baik
Jumiati Umi
waktunya kaboooor ana...
partini
sudah is over now,, sayangi dirimu sendiri udah cukup semuanya
be strong woman you can do it
Akasia Rembulan
kau akan menyesal Enzi
Akasia Rembulan
harus tegas batasannya.. setuju Ana..
Wahyuningsih
lma2 kk q malas ya bacanya ana udah d sakiti ampe kyk gtu masih ngasih ksmptn lgi benar2 menyeblkn
Eys Resa: dikit lagi
total 1 replies
partini
kalau teman mu yg ngasih Gimana ?
marah atau pura pura ga tau
partini
hemmm lelaki 1/2 ons ya gini mau aja dia ajak Kunti
Eys Resa: weh ngakak😂😂😂
total 1 replies
Rohmi Yatun
cerita yang menarik 🌹🌹🌹🌹👍
Eys Resa: makasih bintang pertamanya kk🤩🤩🤩❤❤🌹🌹🌹
total 1 replies
Rohmi Yatun
lanjut thor
Akasia Rembulan
enzi.. kau akan menyesal nanti.
partini
dari sinopsis nya nyesek ini cerita
Maria Cherry
sikap suami yg tdk mengerti perasaan istri pantas didiamkan.
Maria Cherry
mengapa baru menikah sdh pisah ranjang.🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!