NovelToon NovelToon
SETIA (Senja & Tiara)

SETIA (Senja & Tiara)

Status: sedang berlangsung
Genre:Pihak Ketiga / Keluarga / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ita Yulfiana

"Cinta itu buta, itulah mengapa aku bisa jatuh cinta padamu." -Langit Senja Pratama-

"Tidak, kamu salah. Cinta itu tidak buta, kamu saja yang menutup mata." -Mutiara Anindhita.

.

Ketika cinta jatuh di waktu yang tidak tepat, lantas apa yang mesti kita perbuat?

Terkadang, sesuatu yang belum sempat kita genggam, justru menjadi yang paling sulit untuk dilepaskan.

Follow IG @itayulfiana

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ita Yulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SETIA — BAB 14

Aku berlari menuju Ruang IGD begitu selesai memarkirkan mobil. Di sana, aku langsung mendapati Mama yang menangis sambil terduduk di lantai, terlihat sangat sedih dan terpukul. Sementara Papa mertuaku duduk tidak jauh di sebuah kursi, beliau terlihat sangat marah. Umpatan yang terlontar dari mulutnya membuatku berhenti dan berdiri mematung di tempat.

"Anak kurang ajar! Biarkan saja mereka mati, Dokter! Tidak usah ditolong! Dasar manusia tidak tahu diuntung." Napas Papa memburu, mata dan wajahnya merah dipenuhi kemarahan.

Aku yang mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi segera berjalan menghampiri. Sepertinya Mama dan Papa belum menyadari kedatanganku.

"Itu adalah balasan bagi orang-orang hina!" teriak Papa dengan suara yang meninggi. "Dokter! Tidak usah repot-repot selamatkan mereka! Biarkan saja mereka mati dalam keadaan nista, sesuai dengan perbuatan mereka!" Suaranya bergetar, sepertinya kemarahan Papa sudah tak terbendung.

'Apa, mereka? Apa yang Papa maksud dengan kata "mereka" itu? Dan kenapa Papa terlihat sangat murka? Apa jangan-jangan....' Bahkan dalam hati pun aku tak sanggup meneruskan dugaanku. Untuk menguatkan benar tidaknya, aku harus segera memastikannya sendiri.

"Ma... Pa...." panggilku seraya mendekat. Kedua mertuaku itu langsung menoleh. Mama yang tadinya menangis di lantai segera bangkit memelukku. Sementara Papa malah terdiam, tidak ada lagi umpatan yang terucap, melainkan wajah yang ditekuk dalam.

"Tia-ra... maafkan Arkan, dia bersalah...." Mama memelukku erat disertai tangisannya yang semakin memilukan. Aku belum sempat mengatakan apa-apa, tapi Mama tiba-tiba saja tidak sadarkan diri dalam pelukanku.

"Ma? Mama? Sadar, Ma," panggilku seraya menahan tubuh beliau agar tidak segera luruh ke lantai. "Sus! Tolong, Sus! Mama saya pingsan!" teriakku meminta pertolongan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Sudah, Kak. Buang aja barang itu, jangan dilihat lagi." Reyhan merebut kantong plastik hitam dari tanganku, berisi beberapa album foto kecil dan hasil pemeriksaan kehamilan yang kami terima dari polisi. Saat ini, polisi masih menyelidiki penyebab kecelakaan yang menimpa Mas Arkan dan Anika—selingkuhannya.

"Enggak, Rey. Aku mau lihat semuanya," kataku bersikeras merebut kembali barang-barang yang ditemukan di dalam mobil Mas Arkan yang sudah hancur akibat kecelakaan. Tadi aku sempat mengintipnya, jadi tahu apa saja isinya.

"Kak... aku bilang jangan dilihat, nanti kamu sakit hati," kata Reyhan dengan wajah memelas dan khawatir, berusaha merebutnya kembali.

Aku menghela napas, menyembunyikan barang itu di belakang punggung. "Tenang aja, gak usah khawatir, Rey. Ini gak seperti yang kamu bayangkan. Kakak pasti akan baik-baik aja, percaya deh," ujarku coba meyakinkan.

Reyhan menarik napas dalam lalu mend3sah kasar ke udara, kemudian mengusap wajahnya dengan kasar dan duduk di kursi tunggu ruang ICU. Ya, saat ini kondisi Mas Arkan dan wanita itu sangat memprihatinkan. Melihat mereka saja aku jadi ngeri sendiri, sekujur tubuh mereka hampir dipenuhi perban akibat patah tulang, juga benturan keras di bagian kepala yang mengakibatkan pendarahan otak. Kata dokter, harapan untuk mereka siuman sangatlah kecil. Apalagi Anika yang mengalami pendarahan hebat pasca keguguran. Sungguh miris sekali.

"Kak Tia, bisa gak sih selang oksigen mereka kita cabut aja." Reyhan berkata lirih, tidak bisa menyembunyikan amarah dan kebenciannya pada dua orang yang sedang kritis di dalam sana.

Sejenak aku diam mematung menatap adikku. Sesayang itu dia padaku, sampai tidak rela jika ada orang yang berani menyakiti kakaknya ini. Aku lantas duduk di samping Reyhan. "Jangan nekat, Rey. Kamu mau berurusan sama hukum karena membunuh orang sekarat?" kataku. "Aku memang sakit hati dan kecewa pada Mas Arkan, tapi tidak sebesar yang kamu bayangkan, Rey. Buktinya bisa kamu lihat sendiri, aku baik-baik aja. Bahkan setetes air mata pun gak kujatuhkan untuk menangisi pengkhianatannya."

Reyhan menatapku lekat. "Kak, sudah, jangan sok kuat lagi. Kalau mau nangis ya nangis aja, gak usah ditahan-tahan," katanya seraya menepuk bahunya pelan, memintaku bersandar dan menangis di sana.

Aku tersenyum tipis, lalu melakukan seperti yang dia mau, kecuali menangis. "Rey... sepertinya aku harus menceritakan sebuah rahasia besar padamu."

Kepala Reyhan menoleh ke arahku, aku bisa merasakan pergerakannya meski tak melihatnya secara langsung. "Rahasia apa?"

"Rahasia yang selama 9 tahun ini aku dan Mas Arkan sembunyikan dari kamu dan seluruh keluarga besar kita." Aku menjeda ucapanku sejenak. "Sebenarnya... aku dan Mas Arkan tidak pernah saling mencintai satu sama lain. Dia menikahiku terpaksa karena kami berdua dijodohkan sejak lama. Kemesraan dan keharmonisan yang selama ini disaksikan oleh semua orang itu hanyalah sandiwara belaka," ungkapku.

Reyhan terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya berkomentar, "Aku memang sudah curiga semenjak tinggal di rumah kalian, tapi aku gak nyangka ternyata kalian separah itu." Reyhan menjeda ucapannya sejenak. "Kalau seperti itu kenapa kalian gak cerai aja sih dari dulu? Kenapa mesti mempertahankan rumah tangga yang gak bikin kalian bahagia, dan saling mencintai satu sama lain?"

Aku menghela napas panjang. "Kalau cuma ngomong cerai itu gampang, Rey, tapi sebelum tindakan itu diambil, banyak hal yang mesti dipertimbangkan, termasuk dampaknya kepada anak dan keluarga besar. Apalagi Bapak sama Papa sudah bersahabat sejak dulu, bahkan jauh sebelum kita berdua lahir. Kalau aku dan Mas Arkan cerai, gimana dengan mereka? Dan bagaimana juga dengan perasaan Ardhan ketika tahu Ayah dan Bundanya bercerai. Kamu tahu sendiri 'kan sedekat apa Ardhan sama Mas Arkan," kataku, suaraku sedikit tergetar.

Reyhan mendengarkan dengan sabar, ekspresinya penuh empati. "Maaf, Kak, aku gak ngerti karena gak tahu rasanya berada di posisimu," lirihnya, suaranya lembut dan penuh pengertian.

Aku mengangguk, merasa sedikit lega karena ada yang mendengarkan. Aku hanya sedang mencoba untuk tidak mementingkan diri sendiri, apalagi sebelumnya kelakuan busuk Mas Arkan belum diketahui oleh keluarga besar. Berbeda dengan yang sekarang, fakta yang baru kami semua temukan bak bongkahan logam besar yang menghantam kami semua, sungguh menyakitkan. Terutama Mama yang kini justru harus ikut dirawat di rumah sakit karena kesehatannya tiba-tiba drop.

Aku menegakkan kembali posisi dudukku, berniat memeriksa isi dari kantong plastik hitam yang ada di tangan. Aku penasaran, sebenarnya sudah sejauh apa hubungan Mas Arkan dengan Anika, sehingga album kecil yang ditemukan di dalam mobil begitu banyak. Sepertinya mereka sudah terlalu banyak mengabadikan momen kebersamaan mereka.

Aku mulai melihat foto mereka satu per satu. Mas Arkan terlihat sangat bahagia berpose merangkul pinggang wanita itu. Selama 9 tahun menikah, sekali pun aku tak pernah melihat suamiku sebahagia itu saat bersamaku. Ternyata, seluruh hatinya memang sudah dia berikan pada wanita itu.

Seketika aku menjadi penasaran, sebenarnya sejak kapan mereka menjalin hubungan, dan rasa penasaranku itu akhirnya mendapatkan jawaban, saat aku menemukan mini album paling usang. Isinya adalah foto kebersamaan mereka saat masa putih abu-abu, juga ada foto saat mereka kuliah di kampus yang sama. Aku bisa mengetahuinya dari almamater yang mereka berdua kenakan.

Aku merasa napasku terhenti. Mereka sudah saling mengenal sejak lama, bahkan sebelum aku dan Mas Arkan menikah. Aku merasa seperti diserang oleh rasa bersalah dan penyesalan. Ternyata, selama ini aku adalah penghalang bagi kebahagiaan mereka berdua. Dan alasan mengapa Mas Arkan tidak pernah mau membuka hatinya untukku selama ini adalah karena memang hatinya sepenuhnya milik Anika.

Aku menutup mata, mencoba menahan air mata yang mulai membasahi pipiku. Sebagai sesama wanita, aku tidak bisa membayangkan betapa menderitanya Anika selama ini karena harus kehilangan orang yang dicintainya karena aku. Aku merasa seperti telah melakukan kesalahan besar, dan tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya.

1
Cikhy Cikitha
lanjuuut
Ita Yulfiana: siap kk
total 1 replies
wathy
aku kasi kopi deh biar tambah semangat 💪
Ita Yulfiana: Waaaah Kk baik banget😍😍 makasih banyak yah😘🥰🥰
total 1 replies
wathy
aku suka,, lanjut thor😍
Ita Yulfiana: Okey siaap😁😁
total 1 replies
Cikhy Cikitha
Next....
Ita Yulfiana: waiiit/Grin/
total 1 replies
Cikhy Cikitha
lanjuuut
Ita Yulfiana: Siaaap😄🙏
total 1 replies
Cikhy Cikitha
Semangat berkarya🤩🤩
Ita Yulfiana: Siap, makasih banyak😍😍
total 1 replies
wathy
aku beri kopi deh biar semangat update 💪
Ita Yulfiana: uwwaaah makasih banyak Kak😍😍🙏
total 1 replies
wathy
wahhh senja langsung nembak 😄
wathy
itu pasti senja
wathy: Aamiin.. sama2 😍
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!