Azura Claire Morea, seorang dokter muda yang terpaksa membuat suatu kesepakatan bersama seseorang yang masih berstatus pria beristri.
Ya, dia Regan Adiaksa Putro, seorang kapten TNI AD. demi kesembuhan dan pengobatan sang ibu Azura terpaksa menerima tawaran sang kapten sebagai istri simpanan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIMPANAN KAPTEN 13
"Aku tidak menyukai wanita seperti itu. Ya bisa dibilang, wanita yang perangainya menyerupai Ajeng. Mereka terlihat cantik diluar, tapi busuk didalam. Kau akan tahu, saat kau menghadapi wanita seperti itu." ungkap regan.
"Sedangkan, azura...," Perkataannya terjeda. Ia menatap keluar jendela tendanya.
"Dia bikin aku kesal, setiap berjumpa. Tapi... Entahlah, ckk!" regan menyapu wajahnya frustasi. Dan segera menghempaskan bokongnya di kursi.
***
Sementara itu, azura yang sejak tadi terbangun dengan baju yang compang camping, dan kotor. menjadi ketakutan.
Pikiran buruk terus bercokol dalam benaknya, saat menatap beberapa orang yang terlihat mengenakan topeng dihadapannya.
Mereka hanya terdiam tanpa kata, dan menatap azura tajam. azura yang melihat tampilannya, yakin bahwa pria-pria yang berada dihadapannya ini, sudah pasti telah menodainya.
Tubuhnya gemetar, dalam hati dia terus saja memanggil regan. Lagi-lagi, pria itu adalah orang pertama yang ada dibenak azura akhir-akhir ini. azura akan selalu memanggil regan saat berada dalam situasi putus asa seperti sekarang.
Ia merutuki kebodohannya, yang memutuskan untuk berjalan kaki, untuk kembali ke Pos militer, atas perintah Dokter aulia. Lagi-lagi wanita itu, mengacaukan segalanya.
"Nih, makan! Jangan sampai mati. Kita masih membutuhkan kamu, terlebih lagi, tubuhmu itu." Ujar salah seorang dari antara mereka, sambil tertawa terbahak-bahak.
Azura menatap dua bungkus roti yang diberikan oleh mereka. Ada rasa takut dalam dirinya, jika saja, roti itu sudah diberikan racun.
Namun, karena putus asa, baginya, lebih baik Ia mati karena keracunan, daripada harus menderita dan melihat tubuh yang Ia jaga untuk suaminya, dinodai lagi dan lagi oleh pria-pria bertopeng itu.
Tanpa bertanya, azura segera membuka bungkusan Roti itu dan hendak memakannya. Namun sebelumnya, azura berbalik ke arah mereka.
"Makasih yah, aku memang lagi lapar!" azura sedikit tersenyum dan mulai memakan roti itu.
Pria-pria itu, menatapnya dengan tatapan heran. Ada apa dengan gadis ini. Dia seperti orang yang sudah pasrah akan keadaan dan hanya mengikuti perintah mereka.
"Ehh, sambil makan, dengerin sini! Kalau pemerintah, mau terima kesepakatan tentang dua milyar yang kami minta, atas tanah adat kami yang telah digunakan untuk membangun pemancar, yang sebenarnya kami menolak untuk dibangun di sana, tapi..., yah, kau akan keluar hidup-hidup dari sini. Tapi kalau sampai dua hari, mereka belum juga memberi kepastian, kau...,"
Pria itu memberi isyarat meletakkan ibu jarinya di leher dan menggerakkannya seperti memotong.
Azura menatap pria itu lekat-lekat.
"Apa itu, kebun milik kalian?" Pertanyaan ini, azura tanyakan, sebab disana ada banyak tanaman palawija dan beberapa tanaman jangka panjang yang ditanam disekitaran lokasi pemancar.
Pria itu mengangguk, dan kembali menunggu apa yang akan dikatakan gadis itu lagi.
"Aku lihat, ada banyak tanaman wortel, kentang, bunga kol disana. Dan mereka sangat subur, dan sangat terawat. Aku bertanya-tanya, itu milik siapa? Ternyata milik keluarga kalian. Yahh, mau gimana lagi, kalian hanya menuntut hak kalian," ujar azura yang memahami kemarahan mereka.
Namun, yang sangat Ia sayangkan adalah, dirinya yang tidak tahu menahu dengan hal itu, harus menanggung akibatnya.
Kini azura sudah tidak ketakutan seperti tadi, saat Ia baru tersadar. Bukan karena Ia memang telah berubah menjadi seorang pemberani, tetapi dia yang sekarang sudah pasrah dengan hidupnya. Kini Ia sudah mati rasa, dan pasrah.
***
Waktu terus berlalu. azura bahkan tidak merasakan kantuk, Ia terus terjaga sejak bangun tadi. Namun, tiba-tiba seseorang berlari masuk ke dalam pondok tempat mereka berada. Ia membisikkan sesuatu, yang membuat mereka semua terkejut.
"Heyy, mereka tidak ingin menebusmu. Sayang sekali," ujar pria itu pada azura. azura hanya tertunduk sedih, air matanya menetes dalam diam.
"Ibu... Maafin azura, karena harus ninggalin ibu dalam kondisi yang sangat memprihatinkan seperti ini. Maafin azura, belum bisa membalas, jasa-jasa baik ibu, yang sudah ngelahirin dan membesarkan azura dengan susah payah. Maafin azura, Bu! azura bersikeras datang kesini dan tidak dengerin nasihat ibu. Sekarang, azura hanya nunggu ajal." batin gadis itu.
Ia tertunduk sembari memeluk lututnya erat-erat.
"Mas Regan... Sedang apa kamu disana, Mas Meskipun sedikit, adakah rasa khawatir di hatimu untukku? Aku gak bisa bohong, Mas. Aku jatuh cinta sama kamu. Aku cemburu melihatmu bersama istrimu."
"Aku berharap, hubungan kita, bakalan abadi seperti bunga abadi. Tapi... Itu hanya khayalanku, tch," batin azura terus saja dipenuhi dengan keputusasaan.
Jam, dipergelangan tangannya, sudah menunjukkan pukul 12 malam. azura mulai merasa kedinginan. Namun apalah daya, Ia hanya mampu memeluk lututnya dan sesekali berusaha mengatur nafasnya, agar suhu tubuhnya terus terjaga.
Tiba-tiba, mereka semua yang berada disana menjadi sangat panik.
Azura menatap gerak-gerik mereka yang terlihat berjalan keluar dan hendak menemui seseorang yang sedang menunggu mereka diluar.
"Ada apa?" Tanya seseorang yang dari tampilannya, dia seperti pemimpin mereka.
"Ada yang mau ketemu wanita itu,"
Suara itu terdengar jelas, sebab suasana malam hari begitu sunyi, meskipun orang itu berbicara dengan suara pelan.
"Siapa?" Entah jawaban apa, Azura tidak dapat mendengarnya lagi.
"Pastikan dia tidak membawa senjata, atau apapun!" titah pria itu, yang kemudian berjalan masuk dan menatap azura.
"Rupanya, ada yang ingin menyelamatkanmu. Aku berharap, dia tidak seperti orang bodoh lainnya, yang datang untuk mengantarkan nyawanya dan menemanimu di alam baka." ujar pria itu. Dan segera menondongkan senjata api ke kepala azura.
Tiba-tiba dari luar terdengar suara yang tidak asing di pendengaran azura.
"Kapten, kita harus segera melapor ke kesatuan. Mereka hanya memberikan waktu dua Hari. Hari ini dan besok." ujar salah satu prajurit yang ditugaskan untuk bernegosiasi dengan orang-orang yang menyandra azura.
"Kita tidak akan melakukan apa-apa!" Suara bariton itu terdengar dingin.
"Kita hanya perlu menunggu beberapa saat, lalu kau boleh kembali dan katakan pada mereka, kalau pemerintah menolak permintaan mereka." tambahnya lagi.
"Tapi kapten, dokter itu... bagaimana nasibnya nanti?" tanya salah seorang prajurit yang sangat menyayangkan keputusan pimpinannya ini.
.
.
.
Huaaaahhh gimana ya nasib dokter azura apa meningggoyyyy tertembak atau terselamatkan????? 😳😳😳😳😳😳
tambah seru nih