"semua orang memiliki hak untuk memiliki cita-cita,semua orang berhak memiliki mimpi, dan semua orang berhak untuk berusaha menggapainnya."
Arina, memiliki cita-cita dan mimpi tapi tidak untuk usaha menggapainya.
Tidak ada dukungan,tidak ada kepedulian,terlebih tidak ada kepercayaan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Memendam
"Pak,Raka minta motor"
"Motor?"
Mamak menaruh secangkir kopi di atas meja sebelah Bapak duduk,lalu duduk di sebelahnya
"Apa ada duitnya?"Bapak sambil menghela nafas
"Kalo ambil cicilan gimana?"
"Nyicil juga kan harus bayar Mak"
"Iya tahu,kalo nyicil ya mesti bayar,tapi kalo ngga gitu kapan mau punya? Nunggu sampe lebaran monyet juga ngga bakal ngumpul-ngumpul duitnya"
Suara gemercik air hujan di luar bagai melodi yang bersahut-sahutan.Bapak menyelonjorkan kakinya yang terasa pegal setelah seharian ngaduk semen di proyek ruko Pak Rohadi.
"Penghasilan ku memang kecil,mau gimana lagi.Aku sudah usaha kerja keras tapi masih belum di kasih rezeki lebih.Cuma cukup untuk sehari-hari"
"Itu aja sambil aku bantu-bantu jualan,kalo ngga mana bisa sekolah anak-anak...Duh...Gusti nasib gini amat"
"Aku minta maaf ya,sejak nikah sama aku...aku belum bisa kasih kamu nafkah yang lebih" Mata bapak berkaca-kaca
Mamak melirik ke arah Bapak,badannya setengah miring.Ada kilat semangat di matanya
"Gini ajalah,ambil cicilan motor yang kira-kira kebayar.Gajih kamu nguli untuk bayar cicilan.Untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah biar aku yang cari dari hasil jualan"
Suasana hening sesaat,Bapak menimbang-nimbang,dalam hatinya "Iya kalo ada terus kerjaan kuli ini,kalo pas lagi ngga ada mau nyari kemana" sambil mengelus dahinya pelan.
Bapak masih diam,bingung mau bilang apa.
Di luar hujan masih turun dengan deras,suaranya semakin bising.Sesekali kilat dan guntur bergemuruh
Mamak berdiri,lalu bicara dengan suara yang sengaja di kuatkan,entah karna emosi atau karena takut kalah dengan suara hujan
"Pokoknya besok hubungi dealer,aku sudah memikirkan matang-matang.Kita perlu kendaraan untuk kemana-mana seperti orang-orang itu"
Bapak masih diam saja,hanya mengangguk -angguk kecil.menepuk pelan lutut kakinya.
***
"Masih aja casnya ngga masuk,duh...gimana ini"
Arina mencabut ponsel yang tadinya tersambung aliran listrik dari kabel USB.Gerakannya cepat menekan tombol power,layarnya terbuka kemudian redup lagi.
Masih terus berusaha,Arina jongkok lagi memasukkan lagi aliran cas itu ke ponselnya.Menggoyang-goyangkan kepala cas dan memiringkan ponsel,lalu ponsel menyala terang tanda alirannya sudah masuk.Perlahan angka batre di ponsel bertambah satu persatu,membuat Arina bernafas lega
"Alhamdulillah"
Ia menyisir rambutnya dengan jari,kemudian perlahan membenarkan resleting jaket pink lembut yang sedang di gunakan. Udara menjadi dingin karna sejak sore tadi sudah turun hujan,semakin lama semakin deras.
Arina kembali ke kamarnya,duduk di depan meja belajar..sorot matanya tenang namun hatinya berbicara banyak
"Aku dengar,Mamak mau ambil cicilan motor untuk Mas Raka.Kenapa Mas Raka begitu mudah meminta sesuatu,apa dia tidak tahu keadaan Mamak sama Bapak yang sering kekurangan uang.Sedang aku,aku butuh kabel USB baru...kemarin aku tanya di konter harganya dua puluh lima ribu,uangku belum cukup karna kemarin harus beli karton untuk tugas IPA.Mau minta sama Mamak,atau Bapak aku ngga tega,aku takut mereka terbebani dengan permintaan ku.Tapi Mas Raka....dia...Huh,seenaknya saja minta ini dan itu"
Nyeri di pergelangan tangannya sudah tidak terlalu terasa,perban dari Miss Aida sudah di lepas. Ada bengkak dan memerah sedikit di sisi kanannya.Kalau tidak terlalu di perhatikan sekolah tangan Arina baik-baik saja.Dia memilih tidak memberi tahu cidera itu,menurutnya itu tidak terlalu penting hanya akan menambah fikiran orang tuanya saja
Pelan Arina menyentuh tangannya itu...sesekali ia menekan pelan untuk memastikan apakah nyerinya masih sangat terasa.Benar saja,nyeri itu belum hilang seluruhnya.Bibirnya reflek ia gigit bagian bawahnya sambil menahan nyeri di tangan
"Masih sakit,tapi sakitnya tidak seperti tadi siang"
Lalu ia membuka resleting tas yang setiap hari di pakainya ke sekolah,mengambil buku bersampul hijau.Pelan ia buka catatan pelajaran yang tadi di pelajarinya di sekolah,membaca ulang setiap ringkasan-ringkasan. Ia mengucek matanya pelan,membenarkan duduk dan membaca lagi tapi entah kenapa kalimat-kalimat yang ia baca seolah berlalu begitu saja,tidak ada yang menempel sama sekali di otak.
"Kenapa ini? Fokus ku kenapa susah sekali?"
Suara hujan perlahan berubah menjadi gemericik kecil,pertanda airnya berubah menjadi gerimis.Arina memejamkan mata,berusaha untuk fokus pada suara itu.Semakin lama ia menemukan kedamaian,rasa tentram yang mengisi ruang jiwa.Dia teringat sesuatu
"Musik sepertinya bisa membantuku untuk fokus"
Arina berdiri,berjalan keluar kamar..mengambil ponsel yang sudah batrenya sudah terisi 85% di meja dekat TV. Bapak dan Mamak duduk di sana,suara Mamak menegur terasa seperti Sambaran petir
"Ponsel lagi...."
Arina terhenyak,reflek menoleh ke sumber suara.Tapi tidak berani menatap lama
"Sudah biar saja..." Suara Bapak bak peredam di antara kilatan api, menenangkan.
"Dia itu pulang sekolah Ponsel,malam ya Ponsel itu aja kerjaannya"Lagi suara Mamak penuh kilatan
"Di kurangi main Ponsel nya Arina,nanti belajar mu terganggu" Maski suara Bapak tenang,tapi...itu terasa,seperti setuju dengan tuduhan Mamak.
Arina hanya diam,mematung.Di hatinya...
"Tadi siang aku tertidur saking lelahnya,punggungku terasa sakit juga tangan ku nyeri...apa tidak boleh aku beristirahat sebentar saja?" Tapi kata-kata itu hanya sampai di tenggorokannya,yang keluar hanya anggukan terpaksa lalu berbalik cepat masuk ke kamarnya.
Ia duduk lagi,menekan tombol power di ponselnya.Memasang Headset di telinga lalu mencari tombol musik,deretan daftar lagu tampil di layar...lembut ia sentuh tombol play.
Perlahan alunan lagu favorit berputar,bibir mungilnya ikut melantunkan lirik-lirik lagu namun suaranya kecil,sangat kecil lebih mirip dengan bisikan yang kalah dengan suara hujan
Buku yang tadi ia baca,halamannya masih terbuka. Perlahan ia baca lagi,halaman demi halaman. Fokusnya tak lagi terpecah sampai halaman terakhir
Ia buka kembali ponsel miliknya,mencari beberapa soal di internet terkait materi yang baru saja di baca.Ia mencoba mengerjakan satu persatu soal,kemudian mencocokkan jawabannya dengan jawaban benar di internet. Belajar dengan cara seperti ini adalah belajar yang bagi Arina paling mengasyikkan,justru ia malah kesulitan untuk fokus jika tak ada suara musik yang di dengar.
Sebuah notifikasi pesan masuk,Arina membukanya
"Besok aku jemput,ke sekolah.
Tunggu di dekat rumahmu ya!!!"
Arkan
Matanya membulat,pesan dari Arkan itu bukan seperti tawaran tapi seperti sebuah perintah yang harus mau tidak mau Arina wajib mematuhinya.
"Orang ini....semaunya saja memerintah"
*
*
*
~ Salam hangat dari penulis 🤍