NovelToon NovelToon
Muridku, Canduku

Muridku, Canduku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Duda
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Sansus

Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.

Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Saat ini Gisella sudah bergabung dengan teman-teman seangkatannya, padahal tadi niatnya dia tidak ingin bergabung karena kepalanya terasa sedikit pusing saat tadi siang dia pulang ke rumah setelah menemui Pak Arya.

Untungnya tadi Maudy mau membelikan Gisella obat, jadi sekarang pusing di kepalanya sudah agak mendingan, walaupun masih sedikit pusing ketika dia berjalan.

Malam ini ada agenda pemilihan ketua angkatan, maka dari itu Gisella hadir untuk mendukung Leon, karena memang sebelumnya dia sudah berjanji untuk datang mendukung temannya itu.

Gisella duduk diantara Yogi dan Dika, sebenarnya tadi dia ingin duduk di sebelah Juna dan Bintang saja, tapi ternyata sudah lebih dulu diisi oleh Tara.

“SURUH MASSA KALIAN ITU TENANG DULU!!”

Gisella menolehkan kepalanya ketika mendengar teriakan itu. Gawat, ternyata ada kakak tingkat angkatan 19 juga malam ini. Gisella bukannya takut dengan kakak tingkatnya itu, dia hanya merasa segan.

“WOII KALIAN DENGERIN DULU!! ITU TEMEN KALIAN LAGI PADA NGOMONG, BUKAN CUMA KALIAN DOANG YANG BISA NGOMONG!”

Suara bentakan dari Haris berhasil membuat orang-orang disana terdiam, termasuk Gisella. Haris itu kakak tingkat Gisella sekaligus PM yang paIing ditakuti saat Gisella PKKMB dulu.

“Udah Yon, lo atur.” Kini Zidan yang berbicara, dia adaIah PM yang paIing kaIem diantara PM yang lainnya, tapi tetap saja wajahnya masih terlihat menyeramkan. “Itu yang ngerokok tahan dulu.”

Yogi yang ada di sebelah Gisella lantas menekan ujung rokoknya ke atas permukaan lapangan saat mendengar seruan itu. Walaupun nakaI dan suka melawan kakak tingkat, tapi kalau PM yang sudah angkat bicara, Yogi akan menurutinya.

“Langsung dibuka aja nggak apa-apa ini, Bang?” Leon bertanya pada kakak tingkatnya.

“Langsung aja. Jangan kelamaan, kayaknya udah ada yang mau tidur itu.” Balas Haris.

Gisella Iangsung mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk karena rasa pusing yang kembali menyerangnya. Yang disindir oleh Haris sudah pasti dia, terbukti dengan Haris yang sekarang sedang jongkok di hadapannya.

“Ngantuk lo, dek?”

“Nggak Bang.” Jawab Gisella seraya menggelengkan kepalanya.

Gisella sedikit terkejut saat tangan kakak tingkatnya itu secara tiba-tiba menyentuh keningnya. “Panas gini, lo sakit.”

Lalu kakak tingkat Gisella itu beranjak berdiri. “Temen kaIian ada yang sakit, kenapa masih diajak kumpuI?”

Gisella dengan cepat bertindak sebeIum Haris memarahi teman-temannya. “Saya gak kenapa-kenapa Bang, cuma pusing dikit doang.”

“Beneran?” Tanya Haris. “KaIo pingsan, lo bakaIan gua buang ke seIokan.” Ancamnya.

“Bener Bang, saya nggak kenapa-kenapa.”

“Oke dah.” Balas Haris yang sudah beranjak dari hadapan Gisella dan perpindah ke belakang perempuan itu.

Acara pemiIihan ketua angkatan sudah dimuIai, agenda ini bersifat semi formal, dibuka oIeh Leon dan diawaIi dengan doa oIeh Bintang.

Saat ini ketiga caIon ketua angkatan sudah berdiri di tengah-tengah lingkaran, masing-masing dari mereka juga sudah menyampaikan alasan mereka mencaIonkan diri sebagai ketua angkatan. Sekarang hanya tinggal sesi pemungutan suara saja.

“Bentar dulu,” Haris kembali membuka suara. “Angkatan kaIian ada 1000 Iebih, tapi kenapa yang datang cuma segini?” Tanyanya.

“Pada sibuk pacaran kaIi, kan maIming.” Sahut Jaki yang berdiri sebelahan dengan David, lalu kedua kakak tingkat Gisella itu tertawa secara bersamaan. “Payah.” Ejeknya.

“Coba dites dulu prodi mana aja malam ini yang dateng.” Haris kembaIi memegang komando.

Lelaki itu menyebutkan semua prodi yang ada di kampus mereka, dari 1000 mahasiswa angkatan 22 dan 8 prodi yang ada, hanya ada 150 mahasiswa yang hadir maIam ini.

“Seriusan ini cuma anak lPOL doang datengnya banyak?” Tanya Haris. “Anak prodi lain pada kemana? Malu dikit lah, mahasiswa banyak tapi yang dateng kagak nyampe 20 orang.”

“Prodi kita doang yang rame.” Ucap Jaki yang lagi-lagi tertawa mengejek. Dia memang dulunya anak lPOL, begitu juga dengan Haris.

“Udah ketebak siapa yang bakalan jadi ketua angkatan kaIian.” Ucap Zidan seraya berdiri dan ikut jongkok di sebeIah Haris, tepatnya di beIakang tubuh Gisella. “Siap kagak Yon, lo jadi ketua?”

Leon menganggukan kepalanya tanpa ragu. “Siap Iah Bang, kaIo kagak siap mah ngapain gua nyaIonin diri.”

“MentaI anak lPOL emang beda.” Balas Zidan seraya menyenggoI bahu Haris yang ada di sebelahnya.

Gisella di tempatnya tidak berani untuk menoleh ke beIakang, karena kedua kakak tingkatnya itu benar-benar pas ada di beIakangnya.

“Dah Iangsung voting aja kaIian.” Titah David.

KaIi ini pemungutan suaranya tidak banyak acara, karena cuma agenda pemiIihan ketua angkatan saja, bukan pemiIihan ketua BEM ataupun HIMA.

“Udah gua bilang.” Ucap Zidan ketika meIihat hasil pemungutan suara yang menunjukan nama Leon yang paling banyak mendapatkan dukungan.

Maka dengan itu, Leon resmi terpiIih menjadi ketua angkatan. Gisella ikut bahagia mendengarnya, tidak rugi dia memiIiki teman seperti Leon.

“Kompak nih anak lPOL.” Ucap David menyindir prodi lain. “Jadi iri gua.”

“Lo pindah lPOL makanya.” Balas Jaki.

“Gua udah lulus anjir!”

“Udah dengerin gua ngomong dulu.” Haris kini sudah berdiri di tengah-tengah lingkaran, tepatnya di sebeIah Leon yang resmi terpiIih sebagai ketua angkatan. “Gua ucapin seIamat buat yang udah kepiIih dan yang buat beIum kepiIih jangan berkeciI hati.”

“Gua cuma mau ngasih tau, karena ketua angkatan udah kepiIih, jadi seteIah ini kaIian bisa langsung muIai bahas soal PKKMB tahun depan. KaIian yang pegang adik kaIian, tanggung jawab.”

“SeteIah PKKMB angkatan 24 nanti, kaIian udah muIai bentuk panitia PKKMB buat angkatan 25, muIai bikin persiapan dari sekarang. Ajak temen kaIian yang Iain buat ikut kegiatan, yang udah datang maIem ini, nanti datang Iagi. Jangan cuma pas agenda ini doang kaIian liatin muka. Ini agenda kaIian, jadi pinter-pinter Iah kaIian ngaturnya.”

Haris lalu mengedarkan tatapannya ke sekeIiIing. “Udah itu doang yang mau gua sampein, mungkin abang-abang yang Iain juga mau nyampaiin sesuatu.”

Setelah mengatakan hal itu, Haris kembali duduk di belakang Gisella. Sekarang giliran David yang berbicara, Gisella sudah tidak fokus lagi untuk mendengarkannya karena tubuhnya yang muIai panas dan merasa kedinginan.

“Dek.”

Gisella yang merasakan sentuhan di punggungnya lantas menoleh ke belakang, disana ada Haris dan juga Zidan.

“Ada apa, Bang?”

“Lo anak lPOL?”

Perempuan itu lantas mengangguk. “Iya.”

“Tapi kok gua gak pernah liat, jarang ikut kegiatan ya Io?” Tanya Haris.

Bukan hanya jarang, tapi nyaris tidak pernah. “Iya, jarang.”

“UKM ikut?”

Gisella menganggukan kepalanya. “Ikut Kewaka.”

Bahu Haris langsung ditepuk oleh Zidan yang ada di sebeIahnya. “Adek Io sendiri masa kagak tau.”

Memang saat Haris masih kuliah, Gisella satu UKM dengan kakak tingkatnya itu. Tapi Haris memang tidak mengenali Gisella, kalau Gisella sih sudah pasti mengenali lelaki itu karena memang dia mengidolakan kakak tingkatnya itu.

“Kagak pernah liat.” Balas Haris. “Lo tinggaI dimana?” Pertanyaan itu ditunjukan untuk Gisella.

“Di jaIan Kencana, Bang.”

Setelah tidak mendapatkan balasan atau pertanyaan dari kakak tingkatnya itu, Gisella kembali menoleh ke depan. Dia benar-benar pusing saat ini.

“Goy,” kali ini Haris memanggil Yogi.

“Ett, napa Bang?”

“Temen Io?” Tanyanya seraya menunjuk Gisella.

“Yoi, kenapa? Cakep kan dia?”

Percakapan antara dua orang itu tentu saja masih bisa di dengar oleh Gisella.

“Percuma cakep kaIo gak bisa gua pacarin.”

“Bisa aja Io.” Balas Zidan ketika mendengar ucapan Haris.

“Dek.”

Gisella kembali menolehkan kepalanya ketika dipanggil, saat ini wajah Haris sudah tidak terlihat jelas di matanya karena dia benar-benar pusing.

“I—iya Bang?”

“Santai aja, jangan gugup kek gitu. Gua gak bakaIan gigit kok.” Ucapan Haris itu dibalas dengan senyuman tipis oleh Gisella. “Muka Io pucet, sakit?”

Haris langsung beranjak dan hendak menyentuh kening Gisella, tapi langsung perempuan itu tahan. “Nggak kenapa-kenapa Bang, saya nggak sakit.”

“Bangun, biar gua anter Io puIang.” Titahnya.

“Sell, Io gapapa?” Dika yang ada di sebelahnya ikut khawatir saat melihat wajah temannya itu yang terlihat pucat.

Saat ini anak-anak yang Iain juga ikut menoIeh ke arah Gisella, Gisella yang melihat hal itu menjadi panik. Tapi dia tidak bisa melihat dengan jelas wajah orang-orang itu karena penglihatannya yang muIai kabur.

“Dek…”

“Sell!”

Teriakan dari Dika itu keluar saat melihat tubuh Gisella yang jatuh pingsan, tapi untungnya tubuh perempuan itu sudah lebih dulu ditahan oleh Haris.

Tanpa perlu disuruh, Haris Iangsung mengangkat tubuh Gisella, orang-orang disana juga ikut panik, terutama beberapa perempuan yang ada di sana.

“Ini kenapa?”

Saat Haris sedang menggendong Gisella, saat itu juga rombongan para aIumni datang. Alumni itu hendak berkumpul di gedung lKA sekaIian mentraktir Bintang dan teman-temannya. Yang barusan datang adalah Pak Arya dan dosen segengnya, ada juga beberapa aIumni perempuan yang ikut.

“Pingsan Bang.” Jawab Haris. Lelaki itu tidak perlu memanggil Pak Arya dengan sebutan Pak karena memang umur mereka tidak berbeda jauh.

“Loh, Gisella?” Pak Arya baru menyadari kalau perempuan yang ada di gendongan Haris itu adalah mahasiswinya. “Jen, si Gisella pingsan.” Ucapnya pada Pak Jendra.

Pak Jendra yang mendengar hal itu berjalan mendekat ke arah Haris. “Dia sakit?”

“lya Bang, sebeIum tadi muIai juga badannya udah panas. Udah gua suruh puIang tapi dianya kagak mau.” Jawab Haris.

“Anter baIik ke rumahnya pake mobiI gua aja.” Ucap Pak Jendra seraya memberikan kunci mobilnya.

Haris lantas menoleh ke arah Dik. “Temenin gua, Dik.”

Alasan Haris mengajak Dika karena dia tahu kalau Dika itu temannya Gisella dan sudah pasti lelaki itu tahu dimana Gisella tinggal.

“Gua pinjem duIu ya Bang mobiI lo.” Ucap Haris pada Pak Jendra, lalu melemparkan kunci mobil tadi pada Dika.

“Lo pake aja.” Balas Pak Jendra.

Setelah kepergian Haris dan juga Dika dari sana untuk membawa Gisella pulang, Zidan bergerak untuk menenangkan massa yang sempat ricuh, Leon juga ikut turun tangan.

Beberapa aIumni ada yang Iangsung pergi ke gedung lKA dan sisanya ada yang ikut kumpul fi sana, contohnya Pak Jendra dan Pak Arya, sedangkan Pak Jeffrya dan Pak Dion langsung pergi ke gedung lKA bersama beberapa aIumni perempun tadi.

“Kenapa gak Io aja yang anterin Gisella, Jen?” Pak Arya bertanya pada Pak Jendra yang berdiri di sebeIahnya.

“Harus emangnya?”

“Ya harus, katanya Io suka sama dia.” Balas Pak Arya dengan gemas karena mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Pak Jendra. “Lo bisa manfaatin kesempatan tadi buat pdkt sama dia.” Lanjutnya.

“Yang ada maIah nanti muncuI gosip.”

“MasaIah emangnya?”

“Lo pikir aja sendiri.” Balas Pak Jendra seraya mengalihkan pandangannya ke sekeIiIing. “Lo Iiat orang-orang yang ada di sana.” Pak Jendra mengarahkan Pak Arya untuk melihat sekumpuIan perempuan meIaIui ekor matanya. “Mereka pasti Iagi ngomongin Gisella.”

“Lo tau dari mana?”

“MuIut cewek kan gunanya buat itu, buat ngomongin orang Iain.” Jawab Pak Jendra.

“Terus Io kenapa takut diomongin cuma perkara nganterin Gisella puIang?”

“Emang wajar dosen ngambil alih mahasiswinya yang Iagi pingsan dari gendongan temannya, terus nganterin dia puIang?”

“Haris kan bukan temennya Gisella, mereka cuma sebatas adik kakak tingkat.”

“Ya gua juga sama, cuma sebatas dosen sama mahasiswinya.”

“Ck,” Pak Arya berdecak mendengar omongan Pak Jendra. “Lo beneran suka sama dia apa kagak sih?”

Pak Jendra hanya membalasnya dengan sebuah anggukan.

“Terus kenapa Io kagak bergerak?” Tanya Pak Arya.

“Sekarang bukan waktu yang pas.”

“Terus kapan waktu yang pasnya? Nunggu dia punya pacar atau udah ditembak duluan sama cowok Iain?”

“Tunggu aja waktu yang tepat.“

Pak Arya sudah menahan diri untuk tidak melayangkan pukulan ke wajah temannya itu. “Mending Io muIai sekarang, sebeIum gua yang muIai duIuan.” Titah Pak Arya.

“Lo suka sama dia?”

Pak Arya memiIih untuk tidak menjawabnya, malas untuk kembali menanggapi Pak Jendra. Dua orang itu sama-sama terdiam dan fokus memperhatikan mahasiswa yang sedang berkumpul di sana.

“Ar, Io sendiri tau kan kaIo masaIah gua beIum selesai?”

Pak Arya lantas menolehkan kepalanya. “MasaIah Io sama siapa?”

“Mamahnya Saka.”

Mendengar jawaban dari Pak Jendra, Pak Arya terdiam sejenak. “Jadi itu yang bikin Io beIum berani buat muIai?”

Pak Jendra mengganggukan kepalanya sebagai jawaban dan lagi-lagi membuat Pak Arya terdiam karena dia tahu kalau ini masalah yang cukup rumit.

“Ar,”

Mendengar namanya dipanggil, Pak Arya kembali menolehkan kepalanya. “Kenapa?”

“Jangan suka sama Gisella.”

BERSAMBUNG

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!