NovelToon NovelToon
Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Selingkuh / Obsesi / Beda Usia / Romansa
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: PenulisGaje

Armand bukanlah tipe pria pemilih. Namun di umurnya yang sudah menginjak 40 tahun, Armand yang berstatus duda tak ingin lagi gegabah dalam memilih pasangan hidup. Tidak ingin kembali gagal dalam mengarungi bahtera rumah tangga untuk yang kedua kalinya, Armand hingga kini masih betah menjomblo.

Kriteria Armand dalam memilih pasangan tidaklah muluk-muluk. Perempuan berpenampilan seksi dan sangat cantik sekali pun tak lagi menarik di matanya. Bahkan tidak seperti salah seorang temannya yang kerap kali memamerkan bisa menaklukkan berbagai jenis wanita, Armand tetap tak bergeming dengan kesendiriannya.

Lalu, apakah Armand tetap menyandang status duda usai perceraiannya 6 tahun silam? Ataukah Armand akhirnya bisa menemukan pelabuhan terakhir, yang bisa mencintai Armand sepenuh hati serta mengobati trauma masa lalu akibat perceraiannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenulisGaje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Rencana Jahat

Pagi ini Nissa menjalani hari-harinya seperti biasanya. Setelah menggosok gigi dan mencuci muka, Nissa telah bersemangat untuk menenggelamkan diri diantara tanaman bunga mawar serta beberapa bunga lainnya yang baru saja mulai ia tanam.

Nissa merasa bersemangat. Pagi cerah membuat semangatnya serasa bertambah.

Senyum tipis merekah dengan sendirinya di bibir gadis yang belum lama ini menginjak usia 17 tahun itu. Langkah yang diambilnya terlihat ringan seiring menuju ke arah taman bunga yang terletak di sudut taman.

Ahh... tanpa sadar senyum di bibir Nissa perlahan merekah bagai bunga yang selalu dirawatnya. Melihat sekarang koleksi bunga yang dirawatnya telah bertambah dan tidak hanya berada di satu sudut saja membikin rasa bahagia membuncah dalam dada. Bahagia bagi Nissa sangatlah sederhana. Cukup melihat bunga-bunganya merekah dengan indah, itu saja sudah cukup baginya.

"Jangan terlalu lama ngerawat bunganya ya, Nis."

Tiap kata yang diucapkan dengan nada penuh kekhawatiran tersebut membuat Nissa segera menghentikan langkah tepat di samping beranda rumah. Tatapannya memancarkan kelembutan kala melihat ternyata malaikat penolongnya telah duduk bersama mbak Lala di sana.

"Iya, Nek." Nissa mengangguk.

Ibu Nur tersenyum penuh keibuan. "Nggak ada Armand, takutnya para lelaki itu bakalan datang buat gangguin kamu lagi nanti."

Nissa kembali mengangguk, "Iya, Nek, cuma sebentar aja."

"Coba ada abang juragan ya dek, pasti kamu bisa puas-puasin ngeliatin bunga-bunga yang kamu rawat itu. Mana berani mereka godain kamu kalau ada abang bodyguard yang sangar sekaligus menawan." Lala ikut menimpali seraya menahan agar tak tersenyum saat melihat rona merah samar tampak menghiasi pipi gadis mungil kesayangannya itu.

Nissa sendiri tak tahu harus menimpali seperti apa. Meski merasakan kedua pipinya terasa hangat, Nissa hanya bisa menunduk. Dan tanpa bisa ditahan, bayangan akan seraut wajah milik seorang pria seketika terbayang di pelupuk mata.

Pria yang merupakan anak dari malaikat penolongnya itu entah mengapa selalu bisa membuat Nissa merasa sangat aman saat berada di dekatnya. Tak hanya merasa aman, Nissa juga sedikit kerinduan akan keabsenan sang ayah yang tak diketahui siapa orangnya bisa sedikit terobati dengan keberadaan pria di sampingnya.

Keberadaan pria itu entah bagaimana caranya bisa secara perlahan mengisi ruang-ruang kosong dalam hatinya hingga Nissa sendiri takut jika apa yang dirasakannya itu tak bisa bertahan lama.

"Ya udah, lanjutkan saja apa yang mau kamu kerjakan. Habis itu cepatan masuk, biar kamu nggak digangguin sama lelaki-lelaki kurang kerjaan itu."

Suara ibu Nur yang lembut dan serasa menghantarkan kehangatan itu dengan cepat mengembalikan pikiran Nissa yang sempat berkelana kemana-mana. Sembari mengangguk dengan disertai sebuah senyuman, Nissa kembali melangkah seraya memupuk semangat yang tadi sempat meredup.

"Bu... " Lala berbisik memanggil ibu angkatnya setelah melihat Nissa mulai berjongkok diantara tanaman bunga mawar yang ada beberapa diantaranya sedang mekar.

"Ada apa?" tanya ibu Nur seraya mengambil satu buah dadar gulung yang ada di atas piring dan menjadi teman minum tehnya pagi ini. "Kenapa pakai bisik-bisik segala?" tanyanya setelah membuka plastik pembungkus dadar gulung.

"Saya rasa, abang juragan kayaknya benaran suka deh sama Nissa."

"Hah?" kedua mata ibu Nur membola karena terkejut. Bahkan mulutnya menganga akibat dadar gulung yang tak jadi digigit.

Ibu Nur mengerjapkan kedua kelopak matanya lambat-lambat. Selera untuk mencicipi dadar gulung seketika hilang tergantikan rasa penasaran sekaligus tak percaya akan apa yang baru saja Lala katakan.

"Jangan becanda, La." ucap ibu Nur setelah bisa sedikit menenangkan diri. Akan tetapi, setelah melihat tak ada keraguan dari sorot mata anak angkatnya itu, ibu Nur malah dihantui kekhawatiran. "Yakin kamu?"

"Yakin banget." Lala mengangguk tegas guna meyakinkan sang ibu angkat. "Dari waktu abang juragan ngeliat dedek gemes, saya memang nggak ngeliat secara langsung. Tapi setelahnya, saya selalu jadi pengamat dalam diam. Mulai dari kebiasaan abang yang berubah, yang biasanya cuma datang ke sini buat nyetor muka sambil nanya-nanya kabar ibu jadi nggak mau kemana-mana, sampai abang juragan nggak lagi sibuk ngurusin perkebunannya. Dia lebih banyak ngehabisin waktunya di rumah dan ngawal kami, khususnya Nissa, kalau mau ngurusin taman ataupun mau ke warung."

Tidak ada satupun kata yang keluar dari bibir ibu Nur usai mendengar hasil pengamatan Lala mengenai kebiasaan putra semata wayangnya yang berubah.

Wanita paruh yang rambutnya hampir memutih seluruhnya itu terdiam. Namun dalam diamnya ia mulai berpikir.

Memang benar kebiasaan anaknya itu berubah. Bukan hanya sedikit tetapi banyak. Armand yang biasanya tak pernah mau menginap dikarenakan dengan alasan agar bisa menghindar dari anak perempuan pak Lurah, putranya itu hanya datang paling lama 30 menit saja.

Dan memang benar juga bahwa selama kurang lebih 2 tahun terakhir, alasan mengapa Armand tidak pernah bertatap muka langsung dengan Nissa adalah selain karena waktu kedatangan Armand yang cuma sebentar dan biasanya datangnya pada siang hari, juga dikarenakan Nissa lebih sering menghabiskan waktunya di dapur dan juga di kebun belakang.

Lalu kini, pada saat Lala menerangkan hasil pengamatannya, rasa khawatir itu semakin kuat ibu Nur rasakan.

Bukan, bukannya ibu Nur tidak merestui apa bila memang putranya itu menaruh hati kepada Nissa. Hanya saja ibu Nur merasa khawatir akan jarak usia yang terbentang diantara mereka.

Bayangkan saja, usia Armand dan Nissa terpaut lebih dari 20 tahun.

Jadinya ibu Nur tak tahu apakah harus merasa senang karena putranya akhirnya kembali bisa membuka hati ataukah merasa prihatin karena takut putranya mendapat sebutan lelaki penyuka daun muda.

"Ibu nggak setuju ya, kalau abang juragan benaran suka sama Nissa?" tanya Lala kala melihat sang ibu angkat yang terdiam cukup lama. "Jangan-jangan, ibu takut karena Nissa nggak punya ayah?"

"Bukannya begitu." ibu Nur menggeleng lemah. Senyum yang tercetak di bibirnya terlihat miris saat menjelaskan, "Ibu cuma takut kalau Armand bakalan dihujat karena suka sama gadis yang masih begitu belia, La. Selain itu, kondisi mentalnya Nissa lah yang jadi pikiran ibu. Sudah cukup dia dimusuhi sama perempuan-perempuan yang hatinya dipenuhi dengan iri dan dengki itu, jangan sampai mereka punya alasan lainnya lagi untuk menghinanya."

Usai mendengar apa yang sedang dipikirkan oleh ibu angkatnya, Lala akhirnya juga terdiam. Pandangan mengarah pada gadis yang begitu suka menghabiskan waktunya diantara tanaman bunga serta sayuran di kebun itu dengan pikiran yang entah melanglang kemana.

*****

Jika Lala dan ibu Nur sedang mengkhawatirkan hubungan antara kedua insan yang terpaut usia sangat jauh itu, maka di rumah pak Lurah Somad, mereka sekeluarga berkumpul.

Ada Lastri dan juga Lilis yang duduk di depan sang kepala keluarga, bersama-sama mereka sedang menyusun rencana.

"Lis, kamu yakin masih mau sama si Armand itu?" tanya pak Somad untuk memastikan. Kalau saja menuruti inginnya, pak Somad tidak mau lagi menjatuhkan harga dirinya dengan terus mengharapkan pria sombong itu menjadi menantunya. Tapi, anak semata wayangnya berkeras hati. Jika tidak bisa mendapatkan pria yang sudah membuatnya sakit hati itu, maka anaknya tidak akan menikah untuk selamanya.

"Aku yakin, Yah." angguk Lilis yakin. "Mas Armand itu lelaki impianku. Coba Ayah pikir, mana ada lelaki dari desa ini maupun desa lainnya yang bisa dibandingkan dengannya. Sudahlah badannya gagah, mukanya ganteng, plus isi dompetnya yang udah pasti nggak bakalan habis. Pokoknya dia itu sempurna banget buat aku. Baik dari segi fisik dan juga kekayaannya." imbuh Lilis, yang matanya tampak antusias saat membayangkan akan mendapat gelar sebagai istri dari seorang Armand Rizaldi.

"Tapi dia udah berulang kali menolak kamu, nak." ibu Lastri ikut bersuara. "Nggak hanya menolak, dia bahkan nggak segan-segan menghina keluarga kita. Coba kamu bayangkan, ayahmu itu jabatannya Lurah loh, masak terus dihina sama lelaki yang kamu sukai itu."

"Asalkan mas Armand bisa aku dapatkan, aku janji akan membuatnya bertekuk lutut dan nggak akan pernah lagi menghina ataupun membantah apapun yang ayah katakan." ujar Lilis berapi-api. Keinginan untuk menyandang status sebagai istri juragan tanah sekaligus pemilik beberapa perkebunan tak bisa ditawar lagi.

"Kamu boleh aja terus bertekad seperti itu, Lis." pak Somad tak ingin membuat putrinya bersedih, tapi ia tetap harus mengingatkan agar Lilis tak merasakan sakit hati untuk kesekian kalinya. "Yang jadi masalahnya, dia jelas nggak punya perasaan apapun sama kamu."

"Coba pakai dukun aja, Yah."

"Wah... benar itu, Pak." ibu Lastri mendukung saran putrinya. "Kalau nggak bisa didapatkan dengan cara baik-baik, kita pakai aja lewat cara halus. Bikin dia bertekuk lutut dan menyembah untuk mendapatkan cintanya anak kita."

Pak Somad mendengus. "Ibu kira, bapak belum pernah nyoba pakai cara itu apa?"

"Lah, memangnya kapan bapak ke tempat dukunnya?"

"Waktu di awal dulu, pas awal perkenalan mereka, bapak sudah pergi ke tempat dukun yang katanya mahir dalam ilmu guna-guna. Nggak hanya satu, bapak juga pergi ke beberapa tempat sekaligus. Tapi, jawaban mereka semua sama. Mereka bilang kalau jiwanya Armand itu terlalu kokoh, nggak bisa dilunakkan."

"Trus ayah nyerah?"

Gelengan pak Somad berikan untuk menjawab pertanyaan putrinya. "Ayah nyoba lagi sewaktu kita ngelamar ke rumahnya waktu itu, hasilnya gagal. Dukunnya bilang, guna-guna yang mereka kirimkan mental dan nggak bisa nembus sedikitpun."

Lilis menjadi geram.

Jika berbagai cara telah digunakan, baik secara kasat mata maupun tak kasat mata, namun hasilnya selalu gagal, lalu cara apa lagi yang bisa digunakan.

Mengapa langkahnya untuk memiliki duda limited edition itu susah sekali?

"Ayah nggak tau ini menjelaskan sesuatu atau nggak, namun dukun terakhir yang ayah mintai bantuannya bilang, kalau hati Armand sekarang sudah ada yang miliki."

"Kurang ajar." Lilis menggeram marah. Dadanya naik turun dengan cepat seiring dengan emosi yang memenuhi dalam dada. Kilat di matanya menyimpan kemarahan yang besar saat akhirnya kembali berkata, "Pasti anak hara* itu penyebabnya."

"Maksudmu apa, Lis?" tanya ibu Lastri tak mengerti. "Anak haram siapa?"

"Si Nissa." napas Lilis memburu. Ingatan akan dimana dirinya melihat sang pujaan hati sedang bersama gadis yang dibencinya sewaktu di pasar malam langsung berkelebat di depan mata hingga membuatnya sekali mencakar wajah gadis sok kecantikan itu.

Jawaban Lilis tentu saja tak serta merta diterima oleh pak Somad dan ibu Lastri. Sepasang orang tua yang telah dibutakan akan kasih sayang kepada anak semata wayang mereka itu saling berpandangan, kening juga tampak berkerut kala mencoba menelaah informasi yang mereka anggap sedikit tidak masuk akal itu.

"Yang benar kamu, Lis?" ibu Lastri lebih duluan bersuara. "Kok ibu ngerasa malah nggak mungkin ya. Masak lelaki sedewasa dan sudah berpengalaman seperti Armand bisa suka sama gadis bau kencur begitu? Mana bapaknya nggak jelas lagi."

Lilis berdecak. Terlalu disayangi membuatnya bahkan tak perlu menjaga tutur katanya. "Ibu nih kampungan banget sih. Zaman sekarang tuh masalah umur bukan lagi jadi patokan. Makanya, ngumpul itu jangan sama mbak Ika terus. Coba sesekali ngumpulnya sama orang yang berkelas biar nggak kampungan."

"Lilis, kamu itu yang sopan dikit sama ibumu. Kalau nggak ayah nggak akan ban... "

"Apa?" Lilis mendongakkan dagunya saat menimpali perkataan ayahnya. "Ayah nggak mau bantuin aku buat dapatin mas Armand?"

Melihat kedua orang tuanya terdiam dan tak menjawab pertanyaannya, Lilis berdiri. Sambil memandangi kedua orang tuanya secara bergantian, Lilis berkata dengan sikap keras kepala, "Aku nggak mau tau, pokoknya ayah sama ibu harus bisa membuat mas Armand jadi suamiku."

"Harus pakai cara apa lagi, Lis?" tanya pak Somad yang sudah mulai putus asa.

"Manfaatkan kedua pamannya anak haram itu."

"Maksudmu?"

Kompak pak Somad dan ibu Lastri bertanya sambil mendongak demi memandangi putri yang teramat sangat mereka sayangi itu. Bahkan rasa marah yang sempat mereka rasa sudah hilang tak berbekas kala melihat binar antusias di mata sang putri kesayangan.

"Pak Herman itu kalau nggak salah katanya dia sedang terlilit hutang karena sering main judi, trus pak Heri 'kan bawahan ayah, nah buat pak Herman, iming-imingi dia dengan uang dalam jumlah yang banyak, trus buat pak Heri, tekan dia dengan menggunakan jabatan ayah sebagai atasannya." Lilis tampak menggebu-gebu. Keyakinan jika rencananya ini akan berhasil membuatnya sangat bersemangat.

"Lalu, gimana caranya memanfaatkan mereka?" tanya pak Somad karena masih belum mengerti kemana arah pembicaraan putrinya.

"Kalau mereka udah berada di bawah kendali ayah, paksa mereka untuk mengambil si anak haram itu dari rumahnya ibu Nur. Udah gitu, suruh mereka untuk menikahkan si perempuan gatal itu dengan pak Bowo, pemilik perkebunan kelapa sawit di kampung sebelah, yang tukang kawin dan gundiknya nggak terhitung lagi berapa banyaknya itu."

Ohh begitu...

Akhirnya pak Somad mengerti akan rencana putrinya untuk memanfaatkan Herman dan juga Heru.

Rencana itu, meski harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit, setidaknya patut dicoba demi membahagiakan putri yang sangat disayanginya itu.

1
Ana Umi N
lanjut kak
y0urdr3amb0y
Wuih, penulisnya hebat banget dalam menggambarkan emosi.
Alucard
love your story, thor! Keep it up ❤️
PenulisGaje: makasih udah mau mampir dan baca cerita saya 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!