Senja Ociana, ketua OSIS cantik itu harus menjadi galak demi menertibkan pacar sekaligus tunangannya sendiri yang nakal bin bandel.
Langit Sadewa, badboy tampan berwajah dingin, ketua geng motor Berandal, sukanya bolos dan adu otot. Meski tiap hari dijewer sama Senja, Langit tak kunjung jera, justru semakin bandel. Mereka udah dijodohin bahkan sedari dalam perut emak masing-masing.
Adu bacot sering, adu otot juga sering, tapi kadang kala suka manja-manjaan satu sama lain. Kira-kira gimana kisah Langit dan Senja yang punya kepribadian dan sifat bertolak belakang? Apa hubungan pertunangan mereka masih bisa bertahan atau justru diterpa konflik ketidaksesuaian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiaBlue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Berpisah
“Minta maaf gak guna sekarang, Yah. Selingkuhan Ayah lagi hamil sekarang. Apa Ayah lakuin itu inget sama Bunda, inget kami berdua?” tukas Luna geram.
Tentunya kalimat Luna membuat Langit dan Senja semakin terkejut. Langit menatap sang ayah dengan mata tajamnya.
“Hamil? Wanita itu sampai Ayah bikin hamil?” desis Langit tak percaya.
Lukman semakin tertunduk. “Ayah akan urus semuanya. Ayah emang salah, Ayah udah bicarain ini sama—”
“Sama selingkuhan Ayah? Bicarain perceraian Ayah dengan Bunda, iya?” sela Luna lagi.
Lukman terkejut. “Tidak, Ayah tidak akan bercerita dengan Bunda. Ayah—”
“Tapi hubungan ini memang sudah tidak bisa dilanjutkan lagi. Kamu tidak malu kepada anak-anakmu?” desis Lusi menahan rasa sesak di dadanya.
“Lusi, aku minta maaf. Ini memang salahku, masalah kehamilan itu, aku sudah bicarakan dengannya. Beri aku kesempatan,” pinta Lukman dengan mata berkaca-kaca dan wajah penuh penyesalan.
Langit tertawa getir. “Jadi aku akan punya adik, dari hasil hubungan haram Ayah? Argggh brengsek!” teriak Langit.
Prang ...
“Aaaa!” Tiga wanita di dalam rumah itu memekik kala Langit memukul lemari kaca yang tak jauh dari sana.
Senja langsung menarik lengan Langit dan menjauhkan sang kekasih dari benda berbahaya. Tangan Langit sudah bercucuran darah. Senja pun ikut menangis, ia tak menyangka hal seperti ini akan terjadi.
Selama ini rumah tangga Lukman dan Lusi baik-baik saja, dan Lukman pun tampak begitu menyayangi istrinya. Bagaimana orang tak akan terkejut akan kenyataan perselingkuhan Lukman.
Langit ingin sekali melampiaskan emosinya dengan memukul dalang yang memancing emosinya. Namun, saat ini akal sehatnya masih berjalan, ia tak ingin memukul ayah kandungnya sendiri. Itu ‘lah kenapa Langit memilih memukul barang terdekat, bahkan luka di tangannya tak terasa sakit saat ini.
“Langit!” Lusi dan Lulna berteriak ketika Langit ke luar dari rumah dengan kondisi emosi.
Senja pun langsung mengejar sang tunangan. Suasana hati Langit sedang tidak baik-baik saja, ia dilingkupi emosi, jika pergi dalam keadaan seperti itu, tentu akan berbahaya.
“Langit! Tunggu!” Senja berteriak dan langsung bergegas menghalangi motor Langit.
“Minggir, Ja,” bisik Langit meredam emosinya di balik helm fullface.
Senja menggeleng, air mata terus bercucuran memandang Langit dengan wajah sedih. Fema, ibu Senja pun sudah berada di teras rumah karena sempat mendengar suara berisik dari halaman rumah.
“Jangan pergi, ayo obati dulu luka kamu,” pinta Senja membujuk Langit.
“Aku ingin pergi, Ja. Aku butuh waktu buat sendiri, minggir, Ja,” balas Langit pelan.
Senja tetap menggeleng, Lusi dan Luna memperhatikan Langit dari teras, mereka hanya bisa menangis. Lukman pun terduduk di sofa sembari menarik rambutnya, tentu ia frustasi akan penyesalan yang tiada guna.
“Ayo ke kamar aku,” ajak Senja lirih, ia berusaha membujuk sang tunangan untuk tidak pergi.
“Nanti aku pulang, aku ingin pergi sekarang. Minggir, Ja,” tekan Langit masih berusaha keras menahan emosi.
“Kalo emang mau pergi, tabrak aja aku.”
Langit menggeram mendengar itu. Ia memejamkan matanya, rahangnya mengeras di balik helm. Pria itu langsung memukul-mukul tangki motor sport birunya. Hal itu membuat Senja semakin terisak, ia mendekat dan memeluk lengan sang tunangan.
Senja dapat mendengar suara isakan Langit di balik helm fullface itu. Langit ingin pergi hanya untuk menyembunyikan rasa sakit dan air matanya. Senja tahu itu, tetapi Senja gak ingin jika Langi merasakan sakit sendirian.
“Ayo nangis dalem kamar aku,” bisik Senja mengusap lengan Langit pelan.
Langit menoleh dan menatap Senja yang tersenyum kepadanya. Gadis itu bisa melihat mata Langit sudah basah karena menangis.
“Kayaknya aku mimpi, Ja. Aku mimpi Ayah jadi jahat ... aku mimpi Ayah yang selama ini aku kagumi, yang selama ini jadi panutanku, dia sekarang jadi orang paling brengsek yang pernah aku temui. Dia sakitin Bunda, Ja, dia sakitin Kak Luna, dia sakitin aku, Ja. Sakit banget, di sini sakit, Ja.” Langit bergumam sembari memukul dadanya, dan itu membuat Senja ikut merasakan sakit dan sedih.
Senja menahan pergerakan tangan Langit yang memukul dada. Belum lagi darah terus keluar dari luka di tangan kanan sang tunangan. Langit adalah anak bungsu, tingkahnya bahkan tak sedewasa Senja, padahal masalah umur, lebih tua Langit beberapa bulan.
Ketika dihadapkan dengan masalah seperti ini, tentu Langit akan begitu terpukul. Ia hanya bisa emosi dan meluapkannya dengan memukul atau berkelahi. Jika itu tak terlepaskan, air mata menjadi jalan terakhirnya, ini pun pertama kalinya Langit menangis seperti ini.
Senja memandang wajah Langit yang tertidur di ranjangnya. Setelah tadi dibujuk, Langit bersedia ikut ke rumah Senja, dan kini pria itu sudah tertidur karena terlalu frustasi. Luka di tangan Langit pun sudah diobati.
Senja menjadi ingat pembicaraannya dengan sang ibunda. Fema tadi sempat berbicara kepada Senja, memberitahukan hasil pembicaraan dengan Lusi dan Lukman.
“Katanya Bunda dan Ayah bener-bener bakal cerai, Ngit. Hal yang bikin aku takut ... katanya Ayah bakal bawa kamu ke London setelah resmi bercerai nanti,” lirih Senja dengan mata berkaca-kaca, cemas dan takut harus berpisah dengan Langit.
Meski sering dibuat kesal dan lelah oleh tingkah Langit. Namun, Senja tak bisa jika harus berpisah dengan Langit, apalagi jarak mereka sejauh itu.
“Katanya perjodohan kita tetep lanjut, tapi kita jadi LDR. Aku gak kuat rasanya, Ngit. Apa semua ini karena tadi aku sempet bilang capek ngadepin kamu? Aku minta maaf, aku gak capek, aku gak mau jauh-jauhan,” sambung Senja lirih.
Perlahan Senja menunduk dan mengecup pipi sang tunangan. Tiba-tiba pergelangan tangan Senja ditahan dan tubuhnya ditarik, sehingga Senja terjatuh ke tubuh Langit.
Perlahan mata tajam Langit terbuka. Pria itu memandang Senja yang tersenyum sembari mengusap rambut Langit.
“Aku bangunin kamu, ya?” bisik Senja lembut.
Langit terus memandang wajah cantik Senja. “Ja.”
“Hem?”
“Aku sayang kamu.”
Senja terkekeh mendengar itu. “Aku tau, kok. Sayangnya banget-banget, ‘kan?” guraunya.
Langit tersenyum dan mengecup singkat pipi Senja. “Jangan tinggalin aku ya, Ja. Aku minta maaf kalo aku nakal, gak papa kamu jewer, kamu tendang, kamu pukul atau mau apain aku, lakuin aja. Asal jangan tinggalin aku, Ja.”
Senja tersenyum. “Bukan aku yang bakal ninggalin kamu, tapi kamu yang bakal ninggalin aku, Ngit.”
Langit menggeleng. “Aku gak akan pergi, aku akan tetep di sini.”
Senja terkejut. “Kamu denger kata-kata aku tadi?” tebaknya.
“Aku gak akan pergi, aku akan tinggal sama Bunda di sini.”
Senja menghembuskan napas pelan. “Katanya Bunda juga bakal pergi dari sini. Saat resmi bercerai, Mama bilang—Bunda mau ke Aceh, balik ngurus butiknya dulu.”
Langit terkejut, ia terdiam dengan wajah bimbang serta takut. Perasaan serta pikirannya campur aduk saat ini. Ia merasa sedih, terpukul dan tak percaya jika kedua orang tuanya benar-benar akan bercerai. Lalu ia takut jika dirinya benar-benar harus berpisah dengan Senja.
pi klo kelen percaya satu sama lain pst bisa
klo ada ulet jg pst senja bantai
kita lanjut nanti yaaahhhhh