Novel ini sakuel dari novel "Cinta yang pernah tersakiti."
Tuan, Dia Istriku.
Novel ini menceritakan kehidupan baru Jay dan Luna di Jakarta, namun kedatangannya di Ibu Kota membuka kisah tentang sosok Bu Liana yang merupakan Ibu dari Luna.
Kecelakaan yang menimpa Liana bersama dengan suami dan anaknya, membuatnya lupa ingatan. Dan berakhir bertemu dengan Usman, Ayah dari Luna. Usman pun mempersunting Liana meski dia sudah memiliki seorang istri dan akhirnya melahirkan Luna sebelum akhirnya meninggal akibat pendarahan.
Juga akan mengungkap identitas Indah yang sesungguhnya saat Rendi membawanya menghadiri pesta yang di adakan oleh Jay.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sungai yang tenang merenggut kalian
Dalam keheningan di salah satu ruangan rumah sakit, Jay duduk dengan penuh kesabaran.
"Sayang, Maafkan Mas." Ucap Jay yang masih sangat merasa bersalah pada Luna.
Tatapnya tak pernah lepas dari wanita yang paling dia cintai yang kini tengah terbaring, Mata Luna masih tertutup karena efek obat yang membuatnya tertidur, selang infus terpasang di tangan kanannya.
Jay meraih tangan kiri Luna lalu menciumnya lembut, "Maaf sayang, Mas menyakiti kamu." Ucapnya lagi, ia pun tak bisa membendung air matanya.
Jay terus menciumi tangan Luna, hingga Luna bisa merasakan tangannya yang mulai basah.
Luna mencoba menggerakkan tangannya, Jay yang menyadari tangan Luna bergerak pun langsung bangkit dan mendekatkan wajahnya dengan wajah Luna.
Perlahan Luna membuka matanya, hingga akhirnya dia bisa melihat wajah suaminya, "Eummmmm, Mas." Panggilnya dengan suara lemah nyaris tak terdengar.
"Iya sayang, kamu sudah bangun?" Ucap Jay tersenyum.
"Luna dimana Mas?" Tanya Luna seraya melihat ke sekeliling yang terasa asing baginya.
"Kamu di rumah sakit sayang." Jawab Jay, lalu perasaan bersalah kembali menyeruak, "Maafin Mas ya, udah bikin Luna seperti ini?" Ucapnya.
Luna mengerutkan keningnya, tak mengerti dengan apa yang Jay katakan, "Memang Luna kenapa Mas?" Tanya Luna.
"Apa kamu tau kalau kamu alergi Strawberry?" Tanya Jay.
"Alergi? Strawberry?" Heran Luna.
"Iya, dokter bilang kamu mengalami reaksi alergi, dan di duga pemicu utamanya itu Strawberry." Terang Jay.
"Ohh ya? Luna tidak tau Mas, karena Luna tidak pernah makan Strawberry." Ucap Luna.
"Ya, sebaiknya kamu jangan makan Strawberry lagi, apapun yang mengandung Strawberry jangan pernah kamu makan. Cukup hari ini saja kamu begini, jangan lagi-lagi. Kamu membuat Mas cemas." Ucap Jay.
"Maafin Luna ya Mas?" Tangan Kanan Luna mengusap tangan Jay yang tengah menggenggam tangan kirimnya.
"No..no..no... Mas yang minta maaf, karena Mas kamu seperti ini." Ucap Jay.
"Mas ngga salah, Mas kan juga ngga tau kalau Luna punya Alergi, kita sama-sama ngga tau, jadi ngga ada yang salah disini." Ucap Luna tersenyum.
"Iya sayang, sekarang Luna istirahat ya, Mas temani." Pinta Jay.
"Mas ngga kerja?" Tanya Luna.
"Ya ngga dong sayang, mana mungkin Mas meninggalkan kamu yang seperti ini." Jawab Jay.
"Tapi nanti pekerjaan Mas bagaimana?" Tanya Luna yang tak mau suaminya mengabaikan pekerjaannya demi dirinya.
"Kamu tidak perlu memikirkan itu sayang, Mas sudah ijin sama Aryas kok, yang terpenting sekarang itu kesehatan kamu, cepet sehat lagi ya sayang, I Love you." Ucap Jay mengusap puncak kepala Luna lalu mengecup keningnya.
Pipi Luna merona, baru kali ini Luna benar benar merasakan di cintai dan di pedulikan, suaminya begitu melindunginya.
Berbeda dengan Ayah dan kakaknya yang meskipun Luna tak memungkiri kalau mereka menyayangi Luna, tapi mereka tak serta membelanya di depan Ibu. Mereka hanya bisa diam saat Luna di perlakukan tidak baik, meski pada akhirnya Ayah ataupun Fahmi menghampirinya dan menghapus air matanya.
"Sayang, kenapa kamu menangis?" Tanya Jay saat melihat air mata Luna menetes.
"Ahhh, Ngga apa-apa Mas, Luna hanya terharu karena Luna bisa merasakan cinta dari Mas yang begitu besar." Ucap Luna seraya menghapus airmatanya.
"Bener hanya itu?" Tanya Jay tak yakin dengan jawaban Luna, karena Jay bisa melihat sorot kesedihan dari mata Luna.
"Iya bener Mas." Jawab Luna yang tersenyum pada Jay, "Terimakasih ya Mas untuk cinta yang Mas berikan, Luna sangat bahagia." Sambungnya memeluk Jay.
Jay tersenyum lalu membalas pelukan istrinya.
***
Setelah mengantar pulang pengendara yang Ia tabrak, Nathan berniat untuk segera kembali ke perusahaan, karena ada meeting internal dengan karyawannya.
"Kenapa semua kebetulan ini terasa aneh bagiku, Wajah Luna yang begitu mirip dengan Mamah, dan dia juga memiliki alergi yang sama seperti aku dan Mamah." Gumam Nathan yang tetap fokus mengendarai mobilnya.
"Apa mungkin Luna itu kak Trisha? Tapi bukankah usianya jauh lebih muda dari aku, bagaimana mungkin dia kakakku?" Pikir Nathan.
"Apa mungkin seseorang yang menemukan kak Trisha hanya menebak usianya asal?" Tebak Nathan.
"Tidak tidak, itu sangat tidak mungkin, usia kak Trisha saat hilang itu 7 tahun, bagaimana mungkin sekarang usianya 19 tahun, sedangkan Kak Trisha hilang sudah 20 tahun. harusnya usia kak Trisha itu 27 tahun."
"Ya, itu tidak mungkin, Luna bukan Kak Trisha." Ucap Nathan akhirnya menepikan mobilnya di pinggir jalan.
"Sebaiknya aku selidiki lagi siapa sebenarnya Luna. Ya, aku selidiki sendiri saja." Ucap Nathan bertekad untuk menyelidiki sendiri tentang siapa sebenarnya Luna.
Nathan gegas mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang, "Hallo Vin, tolong kirimkan alamat Luna yang ada di kampung." Ucap Nathan.
"Untuk apa Tuan?" Tanya Marvin darin sebrang sana.
"Sudah kamu jangan banyak tanya, kirimkan saja." Bentak Nathan.
"Iya, baik Tuan, akan saya kirimkan." Ucap Marvin akhirnya.
"Oke aku tunggu." Sahut Nathan, "Ohhh ya, tolong kamu handel semua pekerjaan untuk sementara, saya ada keperluan beberapa hari di luar kota."
"Siap Tuan." Sahut Marvin, meski merasa heran, dia tak berani bertanya lagi.
Setelah mendapatkan alamat orang tua Luna dari Marvin, Nathan pun kembali melajukan mobilnya dan berniat pergi ke Bandung.
Namun di tengah perjalanan, Nathan menghentikan laju mobilnya di sebuah jembatan yang di bawahnya ada sungai, hatinya seakan memintanya untuk berhenti disana.
Nathan keluar lalu memandang aliran sungai dari atas jabatan itu, "Mamah, Kak Trisha, kalau kalian masih hidup, tolong beri satu saja petunjuk keberadaan kalian." Ucap Nathan tak bisa menahan tangisnya.
"Apa benar sungai yang tenang ini sudah merenggut kalian." Batin Nathan menatap sungai itu karena teringat dengan cerita kakeknya yang mengatakan Mamah dan Kakaknya jatuh ke sungai dan hanyut setelah kecelakaan.
"Tidak, aku sangat yakin kalian masih hidup, aku bisa merasakan itu." Sangkal Nathan, hatinya selalu menolak menerima kenyataan pahit itu.
Nathan terus memandang aliran sungai yang terlihat tenang, menikmati angin yang berhembus lembut menerpa wajahnya.
Hingga dari kejauhan, Nathan melihat seorang wanita yang sepertinya tengah menangis di tepi sungai.
"Ehhhh, itu... Ngapain dia ada di tepi sungai seperti ini." Ucap Nathan yang entah kenapa jantungnya tiba-tiba berdebar.
"Astaga, jangan-jangan dia ingin bunuh diri." Ucap Nathan gegas mencari jalan untuk turun ke bawah, hatinya tergerak untuk menolong wanita itu.
Dia pun berjalan melewati jalan setapak di pinggir sungai itu dan menghampiri wanita yang memang sedang menangis disana.
***
Seorang perempuan yang bernama Indah tengah berdiri di tepi sungai, tempat dimana dulu dia di temukan oleh seorang warga yang akhirnya membawanya ke panti asuhan.
Sekelebat bayangan tentang Mamahnya yang berusaha menyelamatkannya tergambar jelas di ingatannya.
Dimana setelah kecelakaan terjadi, Dia dan Mamahnya tercebur ke sungai.
Mamahnya yang memang bisa berenang terus berusaha mendekap tubuhnya dan membawanya ke tepi, namun arus yang deras membuat sang Mamah kesulitan.
"Hiksss Hiksss Mamah. Emmmppp... Mamah..." Rengek anak perempuan saat muncul di permukaan air, namun akhirnya tenggelam lagi.
Sang Mamah masih mendekap nya dan terus berusaha mengikuti aliran sungai, berharap ada seseorang yang bisa menolongnya.
"Sabar Nak, kita akan cari pertolongan." Ucap sang Mamah lirih namun masih bisa di dengar putrinya.
Namun aliran sungai itu semakin curam, banyak bebatuan besar disana, dan tanpa terduga Mamahnya terbentur batu yang besar dengan cukup keras hingga tak sadarkan diri.
Dekapan di tubuhnya pun mulai melemah, aliran sungai yang deras akhirnya membuat dia harus terpisah dengan Sang Mamah.
"Hiksss Hiksss. Mamah." Indah terus menangis menatap aliran sungai itu.
"Ehhh Mbak... Mbak... Jangan Mbak." Teriak seorang laki-laki yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya.
Indah yang sedang menangis di tepi sungai itu pun menoleh, namun karena jalan yang cukup licin membuat tubuhnya hilang kendali dan hampir saja terjatuh ke sungai, beruntung dengan sigap laki-laki yang ternyata adalah Nathan menggapai tangannya dan segera menariknya.
Namun karena Nathan menarik tangan indah terlalu kencang, Indah menubruk dada Nathan dengan keras dan akhirnya mereka jatuh bersamaan dengan posisi Nathan dibawah dan Indah di atas.
Brukkk
"Arrrggghh." Ringis Nathan yang merasakan sakit di tubuhnya.
Indah pun mendekap tubuh Nathan seraya menutup matanya, mengira dirinya akan kembali jatuh ke sungai.