Dinda memilih untuk menikah dengan seorang duda beranak satu setelah dirinya disakiti oleh kekasihnya berkali-kali. Siapa sangka, awalnya Dinda menerima pinangan dari keluarga suaminya agar ia berhenti di ganggu oleh mantan pacarnya, namun justru ia berusaha untuk mendapatkan cinta suami dari hasil perjodohannya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 12
"Yuda tolong lepaskan, aku takut." Pinta Dinda dengan mata yang berkaca-kaca.
Baru kali ini ia berhadapan dengan orang yang berada dibawah pengaruh minuman keras.
"Kembali sama aku yah, kita mulai dari awal." Yuda menatap Dinda dengan mata merahnya, sebaliknya Dinda sama sekali tidak ingin menatap Yuda, rasa takut sudah menyelimutinya.
"Aku tidak mau Yuda, aku takut sama kamu." Ucap Dinda dengan suara serak hampir menangis.
"Aku cinta sama kamu Dinda, tidak ada perempuan lain dihati aku selain kamu." Suara Yuda meninggi seketika membuat Dinda begitu terkejut.
"Lepaskan Yuda, aku benar-benar ketakutan." Pinta Dinda dengan suara yang bergetar ketakutan.
Yuda tersenyum menatap wajah Dinda yang memerah menahan tangisnya karena ketakutan, ia pun mendekatkan tubuhnya lebih dekat dengan Dinda yang spontan mundur.
"Kamu buatku selamanya Dinda." Ucap Yuda setengah berbisik.
Rasanya Dinda seperti mendapatkan mimpi buruk sebelum tidur malam ini, ia memejamkan matanya berharap ada orang yang membantunya dan kejadian ini segera berlalu.
Cengkraman tangan Yuda tiba-tiba saja terlepas bergantikan dengan genggaman tangan seolah menguatkannya mengatakan ia baik-baik saja sekarang, Dinda membuka matanya dan mendapati Yuda sudah tersungkur lagi ke jalanan dan didepannya berdiri seorang laki-laki yang melindunginya.
Indra berdiri didepannya dan menutupi sebagian badan Dinda, tangannya juga masih setia menggenggam tangan Dinda.
Seketika Dinda merasa lega dan aman mengetahui Indra ada disana dan membantunya.
***
"Kamu tidak apa-apa?." Tanya Indra pada Dinda.
Dinda hanya bisa menggelengkan kepalanya tanpa mengatakan satu kata pun, ia menggenggam erat tangan Indra seakan memberitahukan pada lelaki itu bahwa ia sedang tidak baik-baik saja.
"Kenapa kau selalu ikut campur urusanku dengan Dinda!" Seru Yuda murka berusaha untuk bangkit.
"Kamu membuat Dinda takut, lebih baik kamu pergi dari sini." Ucap Indra mengusir Yuda.
"Aku tidak akan pergi sebelum Dinda mau menerimaku lagi, jadi kau saja yang pergi!." Emosi Yuda semakin meninggi saat melihat tangan Indra yang menggenggam tangan Dinda.
"Aku benar-benar ketakutan kak, bisa bawa aku pergi dari sini?." Pinta Dinda mengumpulkan keberaniannya untuk berbicara.
"Ayo kita masuk ke rumah kamu." Ajak Indra setelah melihat situasi sekitar rumah Dinda.
Dinda pun menurut, ia berbalik dan berjalan perlahan di bantu oleh Indra yang masih setia memegangi tangannya untuk menopangnya, takut jika Dinda terjatuh karena ketakutan. Badannya pun juga masih bergetar, Indra dapat merasakan itu.
"Tunggu." Panggil Yuda berusaha menghentikan mereka.
"Tidak usah dihiraukan." Kata Indra pada Dinda, Ia terus berjalan menuntun Dinda masuk kedalam rumahnya.
Langkah Dinda terhenti sejenak, ia menatap ke mobil Indra teringat akan sesuatu.
"Ciara?." Tanya Dinda mengingat keberadaan Ciara.
"Ada dirumah Neneknya." Jawab Indra dengan cepat mengusir rasa khawatir Dinda.
Ia pun mengangguk dan melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumahnya meninggalkan Yuda yang masih duduk terdiam di jalanan sana tidak sanggup berdiri lagi akibat pengaruh alkohol serta rasa sakit karena hantaman tabrakannya tadi.
***
Dinda dan Indra sudah sampai didalam rumah Dinda, mereka berdua duduk di ruang tengah didalam rumah tersebut. Mata Indra menatap sekeliling rumah Dinda yang terlihat sepi, sepertinya hanya ada Dinda seorang dirumah saat ini.
"Kamu sendirian disini?" Tanya Indra memastikan situasinya.
"Iya kak, Papa sedang ada pertemuan di kampus sampai jam sepuluh nanti katanya." Jawab Dinda, pandangannya mengarah ke lantai masih menyisakan ketakutannya.
Indra yang melihatnya pun merasa sedikit khawatir.
"Maaf kalau aku lancang, dapur kamu dimana?." Tanya Indra lagi bermaksud untuk mengambilkan Dinda segelas air agar ia bisa lebih tenang.
Dinda pun segera menunjuk jalanan menuju ke dapurnya.
"Aku masuk sebentar, boleh?." Kali ini Indra meminta izin untuk masuk ke dapur Dinda.
Dinda pun mengangguk mengizinkan, dengan cepat Indra bangkit dari tempat duduknya dan berjalan masuk ke dalam dapur.
Indra segera mengambil gelas yang ada di atas meja makan dan menuangkan air minum ke dalam gelas tersebut, beruntung apa yang ingin ia ambil didapur ini ternyata semuanya ada dimeja makan.
Setelah selesai, ia segera keluar dengan membawa segelas air ditangannya. Ia pun meletakkan air itu diatas meja tepat di depan Dinda.
"Minum dulu, kamu pasti masih kaget." Kata Indra, Dinda pun menatapnya sejenak.
"Terima kasih kak." Ucap Dinda kemudian, ia lalu mengambil gelas berisi air itu dan segera meminumnya hingga setengah gelas dan kembali meletakkan gelasnya di meja.
Tidak ada percakapan lagi setelahnya, Indra memilih diam untuk membuat Dinda menenangkan dirinya, ia juga tidak berniat sama sekali pergi dari sana karena takut jika Dinda ketakutan sendirian dirumahnya. Ia melihat jam yang melingkar ditangannya, sebentar lagi jam sepuluh malam yang artinya Ayahnya Dinda akan segera pulang, Indra pun memutuskan untuk menemani Dinda sebentar lagi.
"Kak Indra mau pulang?." Tanya Dinda membuka suaranya setelah beberapa waktu, itupun karena melihat Indra melihat jam tangannya, takutnya laki-laki itu ada urusan lain.
"Nanti saja kalau Papa kamu sudah pulang, sebentar lagi jam sepuluh." Jawab Indra tersenyum tipis.
Entah kenapa Dinda merasa lega karena Indra ternyata hanya melihat jam untuk memastikan kepulangan Ayahnya, jujur Dinda sangat takut jika sendirian dirumahnya saat ini.
***
Tidak berselang lama, pintu rumah Dinda terbuka dengan sedikit keras. Ayahnya yang baru tiba langsung berjalan masuk dengan langkah yang buru-buru.
"Papa." Langkah kaki Ayahnya terhenti saat Dinda memanggil Ayahnya.
Dengan cepat Ayahnya menghampiri putrinya dan duduk disampingnya sembari memeluknya erat.
"Kamu tidak apa-apa?, Papa lihat diluar ada bekas tabrakan, mobilnya Yuda pula." Tanya Papanya begitu khawatir.
Ia melepaskan pelukannya dan memperhatikan wajah putrinya yang matanya berkaca-kaca.
"Tidak apa-apa Pa, Dinda cuma kaget saja." jawab Dinda berusaha terlihat lebih baik.
"Perlu Papa laporkan Yuda ke polisi?." Emosi Ayahnya seketika memuncak mengetahui Yuda mengganggu putrinya sampai separah ini.
"Tidak usah Pa, Dinda tidak apa-apa sekarang. Untungnya ada kak Indra yang menolong Dinda tadi." Dinda pun tidak ingin masalah ini terus diperpanjang, ia benar-benar sudah lelah berurusan dengan Yuda.
"Indra? siapa itu?." Tanya Papanya bingung, ia merasa asing dengan nama itu.
"Saya om yang namanya Indra." Ucap Indra membuat Ayahnya Dinda terkejut.
Saking khawatirnya ia pada putrinya, Ia sampai tidak menyadari ada orang lain didalam rumah mereka saat ini.
"Astaga." Ucapnya kaget.
"Maaf kalau saya lancang masuk ke rumah om, tapi saya juga khawatir kalau Dinda saya tinggal sendiri disini." Kata Indra menjelaskan keberadaannya juga meminta maaf karena masuk ke dalam rumahnya semalam ini.
"Justru saya yang harusnya terima kasih sama anda, terima kasih sudah menolong anak saya." Jawab Ayahnya Dinda tidak lupa mengucapkan rasa syukur dan terima kasihnya karena Indra sudah menolong anaknya.
"Sama-sama Om." Kata Indra tersenyum menanggapi ucapan terima kasih Ayah Dinda.
Ia pun sekali lagi memastikan kondisi putrinya, merasa bersyukur ada yang menolong putrinya yang tengah sendiri dirumah.