Kevin Darmawan pria berusia 32 tahun, ia seorang pengusaha muda yang sangat sukses di ibukota. Kevin sangat berwibawa dan dingin ,namun sikapnya tersebut membuat para wanita cantik sangat terpesona dengan kegagahan dan ketampanannya. Banyak wanita yang mendekatinya namun tidak sekalipun Kevin mau menggubris mereka.
Suatu hari Kevin terpaksa kembali ke kampung halamannya karena mendapat kabar jika kakeknya sedang sakit. Dengan setengah hati, Kevin Darmawan memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya, Desa Melati, sebuah tempat kecil yang penuh kenangan masa kecilnya. Sudah hampir sepuluh tahun ia meninggalkan desa itu, fokus mengejar karier dan membangun bisnisnya hingga menjadi salah satu pengusaha muda yang diperhitungkan di ibukota.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Soraya
Soraya menemui sahabatnya Anita. Ia meminta pendapat dan menuangkan segala kekesalannya. Anita hanya diam tak mengatakan apa-apa. Dari awal ia sudah tahu jika Soraya akan berakhir seperti ini, sebab Kevin hanya menganggapnya teman tidak lebih.
"Soraya, kau harus menerimanya. Kau bahkan sudah tahu sejak awal,bukan ? Kau sadar jika Kevin tak pernah mencintaimu."
Soraya menunduk dalam-dalam, menggenggam cangkir kopinya erat-erat hingga buku-bukunya memutih. Matanya berkaca-kaca, menahan ledakan emosi yang sedari tadi bergetar di dadanya.
"Aku tahu, Anita. Tapi tetap saja... rasanya sakit sekali."gumam Soraya lirih,hampir tak terdengar.
Anita menghela napas panjang, menatap sahabatnya itu dengan penuh iba. Sejak dulu, ia sudah memperingatkan Soraya untuk menjaga hatinya, tapi cinta kadang membuat orang buta, membuat Soraya berharap pada sesuatu yang bahkan tidak pernah dijanjikan Kevin.
"Soraya...memaksa seseorang mencintaimu... hanya akan membuatmu semakin hancur."kata Anita lembut.
Soraya mengangkat wajahnya. Kali ini, ada kilatan keras di matanya.Matanya bukan lagi mata gadis yang patah hati, tapi seorang wanita yang menolak kalah.
"Aku tak bisa membiarkan gadis itu menang." desis Soraya, suaranya dingin.
"Selama ini aku selalu menahan diri. Tapi sekarang... tidak lagi."
Anita mengerutkan kening, merasa khawatir.
"Apa yang kau rencanakan, Soraya? kau akan membuat Kevin semakin menjauh." tanyanya hati-hati.
Soraya tersenyum tipis, senyum getir yang membuat Anita semakin cemas.
"Aku tidak peduli lagi, Anita," jawabnya, suaranya penuh tekad.
"Kevin harus sadar... bahwa aku adalah satu-satunya orang yang pantas di sisinya."
Anita menggigit bibirnya, menahan kata-kata yang ingin ia lontarkan. Ia tahu Soraya keras kepala. Sekali keputusan dibuat, hampir mustahil membuatnya mundur.
"Soraya, jangan lakukan hal bodoh. Kalau kau mencintainya, kau harus membiarkan dia bahagia... walau bukan denganmu." kata Anita,mencoba membujuk.
Mata Soraya menajam. Ia mendekatkan wajahnya ke arah Anita, berbisik dengan suara dingin.
"Aku lebih memilih dia membenciku... daripada harus melihat dia mencintai gadis lain."
Anita terdiam. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar takut pada sahabatnya sendiri.
**
Sementara itu, di tempat lain, Kevin berdiri di balkon rumahnya, menatap kosong ke arah langit yang mulai mendung. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Entah kenapa, ia merasa gelisah, seolah sesuatu yang buruk akan terjadi.
Bayangan wajah Alya melintas di benaknya, membuat hatinya makin resah.Kevin merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel, dan tanpa berpikir panjang, ia menghubungi Bane.
"Bagaimana Bane?" tanyanya cepat, tanpa basa-basi.
"Semua aman, Tuan," jawab Bane dari seberang, terdengar tenang.
Bane juga memberitahu jika toko bunga itu kini direnovasi. Sesuai dengan perintah Kevin,Bane selalu memberikan uang lebih kepada Andy untuk mengembangkan bisnisnya tanpa diketahui oleh Andy jika semua karena Alya berada di sana. Kevin mengangguk kecil, meski Bane tidak bisa melihatnya.
"Bagus.Pastikan semuanya berjalan lancar. Jangan sampai ada yang mengusik Alya." suaranya lega namun terkesan berat.
"Siap, Tuan," jawab Bane.
Setelah menutup telepon, Kevin masih berdiri diam di balkon, pikirannya tak tenang. Hatinya mendesak untuk segera bertemu Alya, memastikan dengan matanya sendiri bahwa gadis itu baik-baik saja.
***
Sementara Soraya baru saja kembali dari rumah Anita. Ia langsung masuk ke kamarnya. Mencoba menimang apa yang dikatakan Anita. Soraya berjalan mendekati meja rias. Ia menatap tubuhnya di cermin.
Soraya menatap dirinya lama di cermin. Mata itu, yang biasanya penuh percaya diri, kini tampak redup dan kosong. Ia menyentuh wajahnya, seolah mencari jawaban di balik kulit dan tulang yang dulu selalu ia banggakan.
"Apa kurang ku?" bisiknya pelan, hampir tak terdengar.
Tangannya mengepal di atas meja rias. Ia ingat semua usaha yang telah ia lakukan, semua waktu yang ia buang untuk Kevin, semua pengorbanan... hanya untuk berakhir menjadi orang yang diabaikan.
Air mata perlahan menggenang, tapi Soraya cepat-cepat menghapusnya. Ia tidak mau terlihat lemah, bahkan di hadapan dirinya sendiri.
"Jika dunia ini tidak adil... maka aku akan menciptakan keadilanku sendiri," gumamnya.
Soraya mengambil ponselnya dari atas meja dan membuka kontak Rio. Setelah beberapa detik menimbang, ia mengetik cepat:
"Rio, bisakah kita bertemu?."
Tak butuh waktu lama, Rio membalas:
"Ada apa lagi,Soraya? Kevin lagi?."
Soraya mengetik balasan cepat, jemarinya gemetar menahan emosi.
"Iya. Aku butuh bantuanmu. Ini penting."
Rio sempat tidak membalas beberapa saat, membuat Soraya semakin gelisah. Tapi akhirnya ponselnya berbunyi.
"Baiklah. Tempat biasa, 30 menit lagi."
Soraya menghela napas lega. Ia mengambil jaketnya, merapikan sedikit wajahnya di cermin, lalu melangkah keluar kamar. Tatapannya kosong, tapi tekadnya semakin membara.
Sementara Kevin akan menemui Soraya di kamarnya. Setelah Bu Linda memberitahunya jika Soraya sudah kembali,Kevin langsung bergegas.
Tok tok tok
"Soraya, bisa kita bicara sebentar."
Soraya yang baru saja hendak melangkah keluar, terhenti di depan pintu. Ia menggenggam erat kenop pintu, merasakan detak jantungnya berpacu cepat. Suara Kevin di luar membuat seluruh pikirannya mendadak kacau.
Ia menarik napas dalam, berusaha mengendalikan emosi yang meletup-letup di dadanya. Ini kesempatan yang tak terduga... tapi juga berbahaya.
Dengan cepat Soraya menyingkirkan ponsel dari tangannya, menyembunyikannya di balik bantal, lalu membalikkan badan, merapikan dirinya sejenak sebelum melangkah ke pintu.
Klik.
Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan Kevin yang berdiri di ambang, mengenakan kaus polos dan celana jeans, tampak lelah tapi tetap memancarkan pesona yang membuat dada Soraya terasa sesak.
"Ada apa?" tanya Soraya, berusaha terdengar santai.
Kevin menatap Soraya sejenak, seolah mencari sesuatu di matanya, sebelum akhirnya berbicara.
"Aku ingin minta maaf... kalau selama ini aku membuatmu berharap lebih."
Suaranya rendah, nyaris seperti bisikan, tapi berat dan tulus. Soraya menahan napas. Kata-kata itu menusuk lebih tajam daripada tamparan.
"Aku tak pernah berniat menyakitimu, Soraya," lanjut Kevin.
"Tapi aku rasa... kita harus saling jujur sekarang. Aku tidak pernah mencintaimu lebih dari sekadar teman."terangnya.
Darah mengalir deras ke wajah Soraya. Ia tersenyum kecil, getir, meski hatinya seperti teriris.
"Teman, ya?"
Soraya mengulang dengan suara serak. Kevin menunduk, merasa bersalah.
"Aku minta maaf," ulangnya.
Ada jeda panjang. Soraya menatap Kevin dengan pandangan yang sulit ditebak, seolah menimbang sesuatu yang berat di pikirannya. Lalu perlahan, ia mengangguk.
"Aku mengerti.Kalau begitu, biarkan aku sendiri malam ini."kata Soraya.
Kevin menatap Soraya sekali lagi, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi akhirnya ia hanya mengangguk dan berbalik, meninggalkan Soraya berdiri di ambang pintu.
Begitu pintu tertutup, wajah Soraya langsung berubah. Senyum tipis melengkung di sudut bibirnya,senyum penuh luka dan tekad yang membatu.
***
Sementara itu, di kamarnya, Kevin duduk di tepi ranjang, menatap kosong ke lantai. Ada rasa bersalah yang menekan dadanya, tapi juga kelegaan, karena akhirnya ia jujur.
Namun, entah kenapa... kegelisahan di hatinya justru semakin menjadi-jadi. Dan ia tidak tahu... badai yang sesungguhnya baru saja mulai bergerak.
Cinta datang tanpa qta sadari,, dia tumbuh d dlm hati dlm kelembutan dan kasih sayang...,, bila kau memaksanya utk tumbuh dan d sertai dgn ancaman atwpun kebohongan ,, cinta itu akan berbalik menjauhimu.... Jangan lakukan sesuatu yang akan semakin membuatmu menyesal lebih dalam lagi tuan Kevin.
Tapi,, ga ap2 sih biarlah semua mengalir apa adanya,, biar waktu yg akan mengajarkan kedewasaan,, kebijaksanaan dan kesabaran serta keikhlasan utk Alya dan tuan Kevin. Karna aq yakin...,, mau kemana pun kaki melangkah,, dia tetap tau dimana rumahnya,, kemana pun hati akan berselancar,, dia akan tetap tau dimana rumah utk kembali.
Trus,, pelan2 dekati alyanya...,, jangan maksa2....,, ntar Alya kabur lagi.
Tapi,, Alya jangan mau d ajak pulang sama tuan Kevin yaaa,, Krn masih ad si ular Soraya d rumah.