Menikah?
Setelah mengajaknya berpacaran secara tiba-tiba, kini Tama mengajak Embun menikah.
"Pak Tama ngomong apa sih? nggak usah aneh-aneh deh Pak," ujar Embun.
"Aku serius, Embun. Ayo kita menikah!"
Sebenarnya tidak seharusnya Embun heran dengan ajakan menikah yang Tama layangkan. Terlepas dari status Dosen dan Mahasiswi yang ada diantara mereka, tapi tetap saja saat ini mereka berpacaran. Jadi, apa yang salah dengan menikah?
Apakah Embun akan menerima ajakan menikah Tama? entahlah, karena sejujurnya saat ini Embun belum siap untuk menikah.
Ditambah ada mantan kekasih Tama yang belum move on.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Dwi Febriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pasti Jadi Milikku
Seminggu berlalu, selama itu pula Tama tidak bisa bertemu dengan Embun karena ada pekerjaan mendadak ke Makasar. Dan selama 1 minggu ini juga secara otomatis Tama tidak bisa ke kampus untuk mengajarkan. Dia hanya bisa memberikan materi dan tugas melalui online tanpa bertatap muka. Karena seminggu kemarin Tama benar-benar sibuk dengan pekerjaannya.
Tapi syukurnya semua sudah berlalu, hari ini Tama meninggalkan Makasar untuk kembali lagi ke Jakarta. Soal kepulangannya ini, Tama tidak memberitahu siapapun. Sebenarnya rencana Tama akan pulang besok pagi, tapi seseorang yang sangat dia dirindukan membuatnya memilih untuk pulang lebih awal. Tama sudah tidak bisa menahan rasa rindunya ini lebih lama lagi.
Bisa tebak siapa seseorang yang sangat Tama rindukan? kalau kalian menebak itu Embun, maka kalian benar. Tama sangat merindukan Embun. Selama seminggu ini Tama hanya bisa sekedar berkirim pesan dengan Embun. Pagi sampai siang, Embun sibuk dengan kuliahnya. Dan sore sampai malam, Embun sibuk bekerja di cafe. Jadi tidak ada waktu untuk Embun bersantai. Sementara disisi lain Tama juga sedang sangat sibuk.
-Embun bahkan belum resmi jadi pacar gue. Tapi kenapa rasanya gini banget ya? rasanya Embun udah lebih dari sekedar pacar.-
Itu yang Tama rasakan ya, tidak tau kalau Embun. Tapi sepertinya gadis itu masih cukup canggung sih. It's oke, karena hari ini Tama akan ke rumah Embun untuk meminta jawaban gadis itu atas pernyataan cintanya beberapa waktu yang lalu. Sungguh, Tama sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi. Tama ingin segera mendengar jawabannya dari bibir Embun malam ini juga.
Dan ya, kini Tama sedang dalam perjalanan menuju rumah Embun. Posisinya saat ini dia baru saja landing setelah menempuh penerbangan kurang lebih 2 setengah jam, dan dia memutuskan untuk langsung ke rumah Embun tanpa pulang ke rumahnya terlebih dahulu. Kebetulan yang Tama tau, hari ini Embun sedang libur kerja. Jadi ini adalah waktu yang pas untuk bertemu.
-Gila, ternyata gue bisa sekangen ini sama orang.-
Padahal dengan kekasihnya dulu, Shenina, Tama tidak pernah merasa serindu ini saat mereka sedang LDR dalam jangka waktu yang cukup lama. Tapi bersama Embun, Tama benar-benar merindukan gadis itu meskipun baru tidak bertemu seminggu lamanya. Dan yang lebih aneh, Embun belum menjadi kekasihnya. Kenapa Tama bisa serindu ini coba?
Ya sudahlah ya, namanya juga cinta. Memang dalam beberapa hal sulit untuk dijelaskan.
Disisi lain, saat ini Embun sedang asik menonton tv sembari bersiap untuk makan. Tadi sore Embun sempat memasak karena hari ini memang sedang libur kerja. Memasak apa? ehm, hari ini agak spesial karena Embun baru saja mendapat gaji bulanannya kemarin. Embun memasak Rendang, kentang balado, dan juga orek tempe. Tadi sebagian sudah Embun bagi untuk Amara dan keluarganya, dia mengirimkannya menggunakan jasa ojek online. Selama ini kan Embun yang sering mendapatkan kiriman makanan dari keluarga Amara, jadi sesekali Embun harus membalasnya kan? masa iya Embun terus yang dikirimin.
"Mari kita makan," ucap Embun bergumam seorang diri.
Baru saja Embun hendak menyuapkan makanan kedalam mulutnya, terdengar suara mobil berhenti didepan rumahnya. Untuk sesaat Embun terdiam untuk mengetahui apakah benar akan ada tamu yang datang ke rumahnya atau tidak. Dan ternyata tidak berselang lama terdengar suara mobil yang tadi berhenti kembali berjalan. Itu artinya tujuannya bukan rumahnya kan?
"Ooo, orang lewat aja paling," gumamnya lagi.
Baru saja hendak menyuapkan kembali makanan kedalam mulutnya, terdengar suara pintu rumahnya diketuk. Embun seketika menghela nafas pelan.
\-Siapa ya?-
Tok... tok... tok...
"Embun," terdengar suara seorang laki-laki memanggil Embun.
Dan Embun sangat tau siapa pemilik suara itu.
"Bang Tama?" gumam Embun.
Dengan segera Embun langsung beranjak dari sofa untuk membukakan pintu. Tubuhnya bergerak otomatis setelah sadar kalau itu suara Tama. Embun sendiri tidak paham kenapa seperti itu.
Ceklek...
Embun membuka pintu rumahnya, dan bisa langsung Embun lihat sosok Tama yang berdiri didepannya. Tampak laki-laki itu tersenyum tipis kepada Embun.
"Bang Tama, ada apa?" tanya Embun dengan wajah bingung. "Bukannya Abang lagi ada di Makasar?"
Tama masih dengan senyumnya.
"Aku kangen sama kamu," jawab Tama jujur.
Untuk sesaat Embun cukup salah tingkah mendengar jawaban Tama. Tapi, Embun sadar kalau ini bukan waktunya. Karena Embun cukup terkejut saat melihat koper disamping laki-laki itu.
"Abang dari Makasar langsung kesini? enggak pulang dulu ke rumah?" tanya Embun.
Tama menggelengkan kepala.
"Udah aku bilang kalau aku kangen sama kamu, Mbun. Jadi ya udah, begitu landing aku mutusin buat langsung kesini," jawab Tama santai.
Embun yang mendengar itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
"Ya udah, masuk dulu Bang," ujar Embun.
Embun tidak tega membiarkan Tama berdiri terus didepan pintu seperti ini. Laki-laki itu pasti sangat lelah karena baru saja melakukan perjalanan cukup jauh.
Dipersilahkan untuk masuk, Tama tentu saja tidak mungkin menolak.
Tama masuk ke dalam rumah, tidak duduk di ruang tamu, dia langsung masuk menujut ruang tengah. Embun sendiri yang melihat itu hanya diam. Tama itu memang tamu, tapi ya gimana ya. Soalnya Amara saja kalau datang ke rumah ini sudah seperti di rumahnya sendiri. Jadi mungkin Tama pun seperti itu.
"Kamu lagi makan?" tanya Tama saat melihat piring berisi nasi lengkap dengan lauk-pauknya diatas meja.
Embun menganggukkan kepala.
"Iya, tapi belum makan sih. Baru aja mau makan," jawab Embun. "Bang Tama mau makan juga?" tawar Embun.
Dan dengan tidak tau malunya Tama menganggukkan kepala mengiyakan. Untuk apa juga malu kan? toh pada akhirnya Embun akan menjadi istrinya. Jadi Tama rasa dia tidak perlu malu-malu seperti itu.
Heyy, bagaimana bisa Tama sepercaya diri itu? ya tentu saja harus percaya diri. Untuk memiliki Embun memang dibutuhkan kepercayaan diri yang tinggi. Dan lagi, Tama memang akan memastikan kalau Embun benar akan menjadi miliknya. Pokoknya harus!
"Ya sudah, kalau gitu Bang Tama cuci tangan dulu. Nasinya aku siapkan," ujar Embun.
Tama baru saja dari luar, dan tidak mungkin Embun membiarkan laki-laki itu makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.
Lagi-lagi Tama sendiri langsung menuruti ucapan Embun. Tanpa mengatakan apa-apa, dia langsung berjalan menuju kamar mandi yang memang tidak jauh dari dapur. Sementara itu, Embun menyiapkan makanan untuk Tama.
Diatas meja ruang tengah kini sudah tertata rendang, kentang balado, dan juga orek tempe. Embun sengaja menatanya disini agar memudahkan Tama untuk mengambilnya.
"Nasinya segini atau lagi Bang?" tanya Embun saat Tama keluar dari kamar mandi.
Karena nasi masih di rice cooker, jadi Embun tidak membawanya ke meja.
"Udah Mbun, segitu aja cukup," jawab Tama.
Embun menganggukkan kepala, lalu membawa nasi milik Tama ke ruang tengah dan memberikannya kepada laki-laki itu.
"Terima kasih," ucap Tama saat menerima piring berisi nasi dari Embun, "aku jadi berasa udah punya istri deh," tambahnya lagi.
Ucapan Tama jelas membuat Embun kembali salah tingkah. Lagi-lagi Embun hanya memilih untuk diam tidak menanggapi ucapan Tama. Dan Tama sendiri tidak masalah, Tama sadar kalau Embun pasti sedang salah tingkah karenanya. Dan reaksi Embun justru membuat Tama merasa gemas kepada gadis itu.
"Ini semua kamu yang masak Mbun?" tanya Tama.
Sebenarnya Tama tau kalau itu adalah pertanyaan yang sudah tidak perlu lagi ditanyakan. Karena sudah pasti Embun lah yang memasaknya. Tapi ya tidak papa, semoga dengan begini bisa membuat Embun menjadi lebih santai.
Embun menganggukkan kepala.
"Iya Bang, aku yang masak," jawab Embun, "dicoba Bang, kasih tau aku kalau ada yang kurang. Jadi nanti bisa aku perbaiki," tambahnya seraya tersenyum.
Tama pun tersenyum.
"Aku coba ya," ujarnya.
Jujur dari penampilannya saja masakan Embun terlihat sangat menggiurkan. Dan Tama yakin kalau rasanya sudah pasti enak.
Dan benar, pada suapan pertama, Tama langsung bisa menilainya. Jelas rasanya sesuai dengan penampilannya yang memang menggiurkan.
"Enak Mbun, enak banget. Enggak ada yang kurang. Rasanya enak dan pas," komentar Tama.
Embun yang mendengar itu kembali tersenyum. Mendapatkan pujian atas masakannya jujur saja membuat Embun merasa cukup bangga. Tidak apa-apa kan kalau Embun merasa seperti itu?
"Makasih Bang," jawab Embun.
"Kalau aku udah jadi suami kamu, aku yakin bakal bakal gemuk sih. Soalnya masakan kamu selalu enak," ujar Tama.
Entah Tama sadar dengan apa yang dia ucapkan atau tidak, tapi Tama mengatakannya dengan sangat santai. Dan efeknya membuat jantung Embun berdetak sangat kencang.
-Suami? heii, pacaran aja enggak bisa-bisanya Bang Tama bilang jadi suami aku. Ada-ada aja emang.-
Begitu pikir Embun.
Tidak tau saja kalau Tama memang ingin menjadikan Embun Seba istrinya. Karena dari awal dia memang tidak ingin menjadikan Embun hanya sebatas sebagai kekasihnya saja.
Baiklah, mari kita lihat apa jawaban Embun nanti. Seperti yang sudah Tama katakan tadi, malam ini dia berencana untuk meminta jawaban dari Embun atas pernyataan cintanya waktu itu. Dan semoga saja jawaban Embun sesuai dengan keinginannya.
Tapi kalau tidak sesuai, Tama sendiri juga tidak akan menyerah. Pokoknya dia akan memastikan kalau Embun akan menerima cintanya dan bersedia untuk menjadi istrinya. Ya, Tama akan memastikannya.