"Lebih baik, kau mati saja!"
Ucapan Bram membuat Cassandra membeku. Dia tidak menyangka sang suami dapat mengeluarkan pernyataan yang menyakiti hatinya. Memang kesalahannya memaksakan kehendak dalam perjodohan mereka hingga keduanya terjebak dalam pernikahan ini. Akan tetapi, dia pikir dapat meraih cinta Bramastya.
Namun, semua hanya khayalan dari Cassandra Bram tidak pernah menginginkannya, dia hanya menyukai Raina.
Hingga, keinginan Bram menjadi kenyataan. Cassandra mengalami kecelakaan hingga dinyatakan meninggal dunia.
"Tidak! Kalian bohong! Dia tidak mungkin mati!"
Apakah yang terjadi selanjutnya? Akankah Bram mendapatkan kesempatan kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Yune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Pendekatan
“Cassie…”
Suara itu terdengar lirih, nyaris tenggelam di tengah lorong rumah sakit yang sepi. Cassie menghentikan langkahnya sejenak, tubuhnya terasa kaku. Ia menoleh pelan dan mendapati seorang pria berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri. Wajah itu… samar. Tapi ada sesuatu yang membuat dadanya nyeri tanpa tahu alasan pasti.
Wanita itu menyipit memandangi pria yang menatapnya dengan pandangan berbeda. Ada penyesalan, kegelisahan, dan rindu yang entah mengapa tergabung menjadi satu.
“Siapa… kamu?” tanyanya pelan. Alisnya berkerut, mencoba mencari potongan memori yang seolah menguap entah ke mana.
Cassie mengingat sebuah nama, tetapi dia begitu mudah pula melupakannya. Entah apa yang terjadi pada dirinya. Alam bawah sadarnya menolak untuk merangkai potongan memori tentang pria di hadapannya.
Bram menelan ludahnya. Ia ingin melangkah, namun tubuhnya seakan terpaku. Sorot mata Cassie… begitu asing. Tidak ada tatnyapan cinta dalam mata Cassie. Hal itu cukup membuat Bram tercengang.
“Aku… seseorang yang pernah sangat dekat denganmu,” jawab Bram, suara bergetar. “Aku suamimu, Cass.”
Cassie menggeleng lemah. “Aku tidak mengerti. Aku tidak ingat…”
Bram akhirnya melangkah pelan, menjaga jarak agar tidak membuat Cassie mundur. “Kau sempat kecelakaan. Dan kehilangan ingatan. Aku… aku mencarimu selama ini, Cassie. Aku hanya ingin kau tahu… aku masih di sini.”
Cassie memejamkan mata sesaat, lalu membuka lagi. Sorot matanya goyah, penuh kebingungan. Hatinya merasa tergugah dengan ucapan Bram. Ada sesuatu yang sesak dalam dadanya.
“Kenapa rasanya sakit sekali…?” bisiknya, satu tangan terangkat ke pelipis. “Aku tidak tahu apa yang kulupa. Tapi melihatmu membuat dadaku sesak.”
Bram menunduk. Rasa bersalah menyayat dadanya. Ia pantas dibenci. Tapi tetap, di balik semua luka, ia ingin memperbaikinya. Sesak yang dirasakan oleh Cassie yang dia tahu akibat perbuatannya sendiri. Penyesalan sudah terlambat, dia tidak dapat melakukan apa pun untuk memperbaiki hal yang sudah terjadi.
“Aku tidak akan memaksamu untuk mengingat,” ujar Bram. “Aku hanya minta satu hal: beri aku waktu. Untuk memperbaiki semuanya, walaupun kau belum tahu apa yang terjadi. Berikan aku kesempatan kedua, Cassie."
Langkah kaki terdengar cepat dari arah belakang. Jessie muncul dengan wajah tegang dan tubuh setengah berlari. Matanya langsung menatap tajam pada Bram. Wanita itu sangat tidak menyukai kehadiran Bram.
Susah payah keluarganya menyembunyikan keberadaan Cassie, tetapi Bram begitu cepat menemukan keberadaan mereka. Jessie memang tidak bisa menampik bila keluarga Bram lebih berkuasa dibandingkan keluarganya. Ingin bersembunyi di mana pun, pasti pria itu dapat menemukan Cassie.
“Kau! Apa yang kau lakukan di sini?” Jessie langsung berdiri di samping Cassie, tubuhnya menjadi pelindung alami untuk sang adik.
Cassie menoleh ke kakaknya, lalu ke Bram. “Kak… dia bilang dia suamiku.”
Jessie menggertakkan gigi, lalu menatap Bram penuh amarah. “Kalau kau masih punya hati, kau tidak akan muncul seenaknya! Cassie belum siap. Jangan ganggu dia.”
Cassie terlihat bimbang. Tapi kemudian ia mengangkat tangannya, seolah mencoba mencari kepastian. Dia ingin segera pulih, ingin mengingat kenangan yang tercecer.
Namun, ada sesuatu yang tidak dipahami oleh Cassie. Keluarganya tidak ingin dia bertemu dengan Bram. Tidak ingin dia mengingat tentang pria yang mengaku sebagai suaminya.
Ada sesuatu yang disembunyikan oleh keluarganya. Semua orang tidak ingin dia mengingat tentang Bram. Cassie masih tidak paham dengan hal yang dilakukan keluarganya.
“Aku… ingin bicara dengannya,” kata Cassie, menatap Jessie. “Hanya sebentar. Tolong biarkan aku berbicara dengan Cassie. Aku masih suaminya."
Jessie tampak tak setuju, tapi akhirnya mengangguk kaku dan memberi jarak. Jessie melihat penampilan Bram yang sangat kusut. Entahlah, dia dapat luluh karena melihat Bram berbeda dengan biasanya.
Cassie menatap Bram. Tatapannya ragu, tapi lebih tenang. “Kalau memang benar kau pernah dekat denganku… beri aku alasan kenapa aku harus percaya padamu lagi.”
Bram menahan napas. “Karena aku mencintaimu. Dan aku akan terus mencintaimu, bahkan jika kau tak pernah mengingat siapa aku.”
Cassie menunduk, matanya mulai berkaca-kaca. Wanita itu memegang dadanya, debaran jantungnya dapat dia rasakan berdetak dengan cepat.
Perasaan apa ini? Bukannya senang mendapatkan pernyataan dari pria di hadapannya. Aku malah sedih, batin Cassie.
"Bisakah kamu mempercayaiku? Aku tidak akan menerima bila keluargamu ingin kita berpisah. Selamanya, aku adalah suamimu!" tukas Bram.
Jessie kembali berdiri di sisi Cassie. “Itu cukup. Cassie butuh istirahat.”
"Tunggu, Jessie. Berhenti melakukan sesuatu untuk memisahkanku dengan Cassie. Aku tidak akan membiarkan kalian melakukan hal yang membuatku kehilangan Cassie. Dia adalah istriku!" ujar Bram memberikan peringatan pada Jessie.
Jessie mengeryitkan dahinya. Bram tersenyum sinis, pasti kakak iparnya itu memahami tujuan Bram mengatakan hal tersebut. Pria itu berniat untuk memberikan peringatan padanya.
"Semua tergantung usahamu. Tapi, kami pun tidak mungkin memberikan kesempatan bila kamu tidak menunjukkan keseriusan mempertahankan hubungan dengan Cassie," tukas Jessie.
Cassie masih berdiri mematung saat Jessie menggandengnya pergi. Namun sebelum ia benar-benar pergi, Cassie menoleh sebentar ke arah Bram.
“Aku tak tahu apa yang terjadi… tapi hatiku bilang… aku pernah mengenalmu.”
Bram terdiam. Kata-kata itu cukup untuk memberinya harapan—meski kecil, tapi cukup untuk bertahan.
Dan saat pintu lift tertutup, meninggalkan Bram sendirian di koridor, ia tahu satu hal: ia akan terus berjuang. Apapun caranya.
"Aku tidak akan menyerah secepatnya itu!" gumam Bram mengepalkan tangannya.
***
Bersambung...
Terima kasih telah membaca...
Dan juga keluarga Adrian kenapa tdk menggunakan kekuasaannya untuk menghadapi Rania yg licik?? dan membiarkan Bram menyelesaikannya sendiri?? 🤔😇😇
Untuk mendapatkan hati & kepercayaannya lagi sangat sulitkan?? banyak hal yg harus kau perjuangan kan?
Apalagi kamu harus menghadapi Rania perempuan licik yg berhati ular, yang selama ini selalu kau banggakan dalam menyakiti hati cassie isteri sahmu,??
Semoga saja kau bisa mendapatkan bukti kelicikan Rania ??
dan juga kamu bisa menggapai hati Cassie 😢🤔😇😇
🙏👍❤🌹🤭
😭🙏🌹❤👍