Hara, gadis perfeksionis yang lebih mengedepankan logika daripada perasaan itu baru saja mengalami putus cinta dan memutuskan bahwa dirinya tidak akan menjalin hubungan lagi, karena menurutnya itu melelahkan.
Kama, lelaki yang menganggap bahwa komitmen dalam sebuah hubungan hanya dilakukan oleh orang-orang bodoh, membuatnya selalu menerapkan friendzone dengan banyak gadis. Dan bertekad tidak akan menjalin hubungan yang serius.
Mereka bertemu dan merasa saling cocok hingga memutuskan bersama dalam ikatan (boy)friendzone. Namun semuanya berubah saat Nael, mantan kekasih Hara memintanya kembali bersama.
Apakah Hara akan tetap dalam (boy)friendzone-nya dengan Kama atau memutuskan kembali pada Nael? Akankah Kama merubah prinsip yang selama ini dia pegang dan memutuskan menjalin hubungan yang serius dengan Hara?Bisakah mereka sama-sama menemukan cinta atau malah berakhir jatuh cinta bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizca Yulianah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Malam Keluarga Cemara?
Andaikan kau datang kemari
Jawaban apa yang kan ku beri?
Adakah jalan yang kau temui
Untuk kita kembali lagi?
Bersinarlah bulan purnama
Seindah serta tulus cintanya
Bersinarlah terus sampai nanti
Lagu ini ku akhiri...
Suara alunan musik dari band terkenal era tujuh puluhan sedang mengalun lembut di ruangan yang di dominasi oleh warna kayu tersebut.
Ruang makan bergaya eropa itu tidak memiliki banyak hiasan, hanya terdapat tiga lukisan dan satu foto berukuran setengah dinding, cukup besar. Dua menggantung di tembok sisi kiri, dan dua lagi menggantung di sisi sebelah kanan.
Di langit-langitnya menggantung lampu kristal hias bertumpuk berukuran sangat besar, dengan lampu-lampu kecil yang jika keseluruhannya di nyalakan pasti akan seterang pasar malam di taman hiburan.
Sementara di ujung ruangan tak kalah mencoloknya, jendela yang menjulang sampai langit-langit dengan bingkai kayu besar yang membuatnya terlihat sangat kokoh, memakan hampir seluruh luasan tembok. Menyisakan sedikit tembok di bagian bawahnya. Berhiaskan tirai-tirai berwarna coklat senada yang menutupi masing-masing ujung jendela.
Di tengah ruangan, terdapat satu meja panjang yang muat dengan sepuluh kursi makan. Empat kursi di masing-masing sisi, dan satu kursi di masing-masing ujung. Jumlahnya sangat berbanding terbalik dengan foto keluarga yang menempel di dinding sebelah kanan. Menunjukkan jumlah penghuni rumah yang hanya terdiri dari lima anggota keluarga.
Sementara di sudut ruangan, terdapat meja nakas bundar dengan kaki kayu berukiran seperti bonsai untuk menopangnya. Di atasnya di letakkan dudukan lilin bercabang tiga. Serta di sudut yang lain, satu pot bunga berukuran besar dengan tanaman olea europaea atau pohon olive. Pohon yang elegan dengan daun berwarna hijau muda, memberikan kesan segar serta nyaman dan kontras di ruangan yang di dominasi warna coklat itu.
Ruang makan yang klasik namun terlihat sangat menenangkan.
Kama menyeringai demi memperhatikan setiap sudut ruangan. Masih sama tidak berubah sedikitpun meski sudah dua puluh delapan tahun lamanya, sepanjang kenangan yang dia ingat.
"Cucu oma udah dateng" Seru seseorang begitu masuk ke dalam ruangan tersebut. Perempuan dengan potongan rambut bergelombang bob sebahu itu mengenakan dress yang sedikit terlalu heboh untuk hanya di sebut pakaian rumahan.
Kama menolehkan pandangannya, mendekat ke arah sang nenek untuk menyambut pelukannya.
"Kenapa jarang kesini?" Oma menepuk-nepuk pelan punggung Kama, kemudian semakin mengeratkan pelukannya. "Coba oma lihat, gimana cucu oma sekarang, masih ganteng atau sudah berkurang kegantengannya?" Omah melepaskan pelukannya dan kedua tangannya menangkup pipi Kama, memutarnya ke kanan dan ke kiri, seperti mengecek barang yang hendak di beli dari supermarket.
"Masih ganteng oma" Jawab Kama sembari tersenyum. Sekarang Kama tau alasan kenapa rumah itu sama sekali tidak terlihat bertambah tua meski dekorasinya tidak pernah berubah.
Karena pemilik rumah sekaligus sang desain interior, omanya juga tidak berubah sedikit pun. Mulai dari gaya berpakaian, potongan rambut dan bahkan gaya make up-nya pun tidak berubah sejak Kama masih kecil. Kalaupun ada yang berubah dari sang nenek adalah bertambahnya jumlah kerutan di wajah dan kulit tangan, serta rambut yang hampir seluruhnya berubah warna abu.
"Sehat oma?" Tanya Kama melepaskan tangan oma yang menangkup kedua pipinya, untuk kemudian di genggam dan menciumnya lembut.
"Ya begini lah kalau sudah tua, banyak sakitnya" Jawab Oma mengerlingkan mata.
"Jangan sakit-sakit dong, oma sih masih aja kerja, kenapa nggak pensiun aja sih?" Kama berpura-pura mengomel. Menuntun omanya untuk di duduk di sisi ujung meja.
"Maunya oma sih begitu, pensiun terus main sama cicit oma. Kamu nggak ada keinginan menikah gitu? Umur sudah cukup, pekerjaan sudah punya, nunggu apa lagi. Oudere vrijgezel (perjaka tua)" Oma memukul bahu Kama yang sedari tadi hanya memutar bola mata mendengar omah berbicara tentang pernikahan.
"Kawinnya sih udah oma, nikahnya yang belum" Balas Kama iseng.
"Kama!" Oma melotot mendengar jawaban Kama. "Jangan sampai kamu aneh-aneh ya? Oma nggak mau tiba-tiba kamu kesini bawa bayi yang nggak jelas asal usulnya" Kali ini suara oma memperingatkan, tidak sedang bercanda.
"Iya iya oma" Kama mengangkat kedua tangannya di dada, tanda menyerah.
"Udah ketemu mami?" Tanya Oma mengalihkan topik pembicaraan. Namun Kama hanya mengedikkan bahu sebagai jawaban. "Kalau papi?" Lanjut Oma sembari menjentikkan jari ke arah pelayan yang sedang berjaga di depan pintu.
Kama tidak menjawab, juga tidak bereaksi dengan pertanyaan Oma, dia lebih memilih menoleh ke arah pelayan yang sedang berjalan ke arah mereka.
"Iya nyonya besar?" Tanya pelayan wanita itu dengan menundukkan kepala. Kama mengamatinya lekat.
Di tatapnya wanita yang kira-kira berusia pertengahan dua puluhan dalam balutan seragam warna hitam dan celemek warna putih yang menutupi roknya. Dengan rambut klimis rapi bersanggul rendah.
"Siapkan makan malamnya" Perintah Oma yang di jawab dengan anggukan kepala dari pelayan wanita itu, lalu kemudian pamit pergi untuk segera melaksanakan perintah.
"Baru oma?" Tanya Kama setelah punggung wanita itu menghilang di balik pintu. Familiar. Perasaan yang di rasakan Kama saat melihatnya.
"Nggak juga, sudah lebih dari setengah tahun mungkin. Oma juga lupa. Kerabat jauh dari pak Har" Jawab Oma santai.
"Oh..." Kama hanya mengangguk-angguk. Mungkin perasaan familiar itu karena wanita tersebut mirip Pak Har, kepala pelayan di rumah itu yang telah bekerja untuk keluarga oma sejak tiga puluh tahun yang lalu. Jauh sebelum dirinya di produksi.
"Jadi gimana?" Tanya Oma dengan antusias.
"Gimana apanya?" Tanya Kama bingung, cepat sekali omanya bergonta ganti topik.
"Ish! Oude bachelor! (Ish, dasar perjaka tua). Ya gini ini kalau kelamaan sendiri, jadi nggak bisa nyambung ngomong sama oma. Coba kalau kamu sudah menikah, pasti nyambung" Oma berdecak kesal yang di sambut gelakan tawa dari Kama.
"Oma tuh yang nggak nyambung, Kama cuma tanya gimana kok oma malah bahas masalah perjaka tua lah, menikah lah. Memangnya kalau Kama udah nikah, nanti ngomongnya bisa nyambung sama oma?" Kama menggelengkan kepalanya masih dengan tertawa.
"Natuurlijk (tentu saja), kalau kamu sudah menikah, obrolan sesama orang tua itu pasti nyambung. Karena kebanyakan yang di omongin seputar keluarga, tumbuh kembang anak, kebahagiaan suami istri" Tutur Oma.
"Masih lama nggak oma? Laper nih. Dari siang belum makan" Kama mengalihkan pembicaraan sembari menunjukkan jam tangannya. Sudah pukul sembilan belas lewat dua puluh tiga menit. Lumayan terlambat untuk waktu makan malam mereka yang biasanya pukul tujuh malam.
"Kenapa nggak bilang dari tadi, rotjong (anak nakal)" Oma menjewer pelan telinga Kama.
"Kenapa nggak teratur makannya? Sibuk boleh, tapi inget kesehatan" Kini Oma beralih mengusap lembut lengan Kama.
Hubungan Kama dengan Omanya memang sangat dekat, hal ini karena Kama adalah cucu satu-satunya.
"Honey (Sayang)..." Seseorang yang baru saja masuk ke ruang makan itu langsung menghambur ke arah Kama. Memeluk Kama dari belakang dan mengecup puncak kepala Kama berkali-kali.
Di lihat dari penampilan, wanita itu lebih cocok menjadi kakak Kama daripada ibunya. Karena terlihat sangat muda, mungkin usianya sekitar empat puluhan? Entahlah, Kama juga tidak tau persis berapa usia maminya. Tapi yang jelas, mereka lebih sering di kira kakak beradik.
"Kok kayaknya kamu kurusan?" Wanita yang sudah beralih duduk di kursi sebelah Kama itu menangkup kedua pipi Kama, persis seperti yang di lakukan sang nenek.
"Terlalu berat kerjaannya? Apa mami bilang, nggak usah lah jadi polisi, kerja di kantor juga bisa, kenapa sih harus repot-repot masuk polisi. Siang-siang harus lari-larian, kerjanya juga di jalanan. Kamu tuh ya susah banget di bilangin" Perempuan cantik dengan rambut panjang sepinggang itu mengomeli Kama sambil mencubit kedua pipi anak lelakinya. "Jadi begini bentukan anak mami" Kali ini mami memberengut kesal.
"Nggak berat sama sekali mami" Kama melepaskan tangan maminya, menggenggamnya dan menciumnya dalam. Persis seperti yang di lakukan kepada Oma.
Inilah dua wanita bergelar surga yang menjadi pilar kehidupan Kama. Meski tidak dapat di bohongi, cara Kama menatap mami dan neneknya berbeda. Rasa sayang yang di perlihatkan untuk sang nenek terlihat tulus tanpa syarat. Sedangkan untuk sang ibu, seperti hanya sebuah formalitas kesopanan belaka. Terkesan manis tapi sesungguhnya berjarak dengan tembok kokoh sebagai penghalang.
"Udah ketemu papi? Tadi papi lagi di..."
"Mi aku laper" Potong Kama, seolah jengah mendengar gelar kepala keluarga itu di sebut.
"Oh ok honey (sayang)" Mami pun terdiam seolah mengerti kalau obyek yang menjadi bahan pertanyaannya membuat putra kesayangannya mengalihkan pembicaraan.
"Mam?" Mami bertanya kepada Oma, dan oma seolah mengerti pertanyaan Mami kemudian menjawab.
"Goed (Sudah), Asri yang nyiapin juga sekalian manggil Baskoro" Jawab Oma.
Jadi namanya Asri.
Kama malah fokus pada pelayan yang sedari tadi belum juga kembali.
Kini mami dan omanya sedang terlibat percakapan dalam bahasa belanda, bahasa ibu dari sang nenek. Kama hanya bisa menangkap sedikit-sedikit, sepertinya mereka sedang membicarakan masalah perusahaan.
Kama lebih memilih memainkan ponselnya, menscroll video-video di media sosialnya. Tidak ada yang menarik, begitu-begitu saja. Hingga sebuah video membuatnya teringat akan sosok Hara. Video seorang hakim yang sedang viral di luar negeri, Frank Caprio, yang biasanya memimpin jalannya sidang pelanggaran lalu lintas.
Shit
Hara lagi, Hara lagi, padahal Kama sudah bertekad akan mengabaikan gadis kampung yang harga dirinya setinggi langit itu.
Apa benar ucapannya tadi pagi keterlaluan?
Baru saja pikiran itu terlintas di kepalanya, dia sudah di kejutkan dengan tepukan di punggungnya.
"Hai boy (anak laki-laki)" Suara berat seorang laki-laki yang kini berdiri di belakangnya membuatnya mau tak mau harus membalas salamnya.
Kama berdiri dan memeluk laki-laki paruh baya yang dia sebut Papi.
"Hai Pap" Balasnya singkat.
"Dari tadi?" Pria itu melepaskan pelukannya dan berjalan menuju kursi di depan Kama, segaris lurus dengannya.
"Hm" Kama hanya menganggukkan kepala dan kembali duduk. Suasana canggung langsung menguar. Bahkan jika Kama menghela napas panjang, mungkin akan terdengar sangat keras saking canggung nya mereka semua.
"Is alles klaar? (apakah semuanya sudah siap?) "Oma bertanya pada Pak Har yang ternyata sudah siap berjaga di ujung meja.
"Iya nyonya" Pak Har lalu menoleh ke arah pintu, dan tidak lama kemudian muncul lah Asri, kemenakan jauh Pak Har, yang kali ini semakin menganggu perhatian Kama.
Asri datang dengan mendorong troli berisi santapan makan malam mereka.
Ada steak yang di masak medium well, daging yang di masak hampir matang, berkisar antara tujuh sampai delapan menit di setiap sisinya, menghasilkan warna kecoklatan di bagian dalam.
Lalu hidangan kedua, Mashed potatoes with mushroom sauce, adalah hidangan berbahan dasar kentang yang di rebus kemudian di lembutkan dan di campur dengan butter atau mentega dan di tambah dengan sedikit susu, menghasilkan tektur yang lembut namun dengan rasa yang creamy dan gurih.
Juga ada egg salad, aneka macam sayuran yang di sajikan dengan saus yang terbuat dari telur rebus yang di hancurkan kemudian di campur dengan mustard dan mayonaise serta rempah-rempah seperti merica dan paprika bubuk. Dan di santap dalam kondisi dingin setelah sebelumnya di masukkan ke dalam kulkas semalaman.
"Permisi tuan" Asri memohon izin saat menyodorkan sajian makan malam milik Tama. Dan dia segera menyadari apa yang janggal dari wanita tersebut.
Kama tersenyum sinis. Ngeri sendiri dengan isi pikiran di kepalanya. Memangnya apa yang berubah kalau dia menyuarakan isi pikirannya dengan lantang saat ini juga?
Suasana yang canggung itu kini telah mencair saat mereka semua mulai makan, memuji kehebatan Pak Har dalam memasak yang semakin hari semakin bertambah jago.
"Kayaknya Pak Har udah cocok ikut masterchef nih" Puji Kama saat dia menyantap steak-nya.
"Mas Kama bisa aja" Pak Har tersenyum simpul mendengar pujian Kama, tapi fokus Kama saat ini bukan pada Har, melainkan pada dua orang yang-sepertinya-sedang asyik sendiri.
"Oh ya Pak Har, katanya Asri ini kemenakan bapak ya?" Kama mulai mencoba menyuarakan isi pikirannya. Ingin melihat sejauh mana firasatnya tentang hal ini.
"Iya Mas, dari pihak istri" Jawab Pak Har sopan.
"Dari kampung istri juga dong?" Kejar Kama lagi.
"Dari kampung saya juga mas, kan saya sama istri satu kampung. Istilahnya jodoh lima langkah" Pak Har berkelakar lalu di sambut tawa oleh semua yang ada.
"Ada kemenakan yang lain juga atau...?" Kali ini Kama terlihat serius.
"Banyak Mas, kalau di kampung kan keluarga besar, banyak anak"
"Terus kenapa yang di ajak kerja Asri, bukan yang lain?" Kejar Kama.
"Karena saya lihat dia ini yang paling serius ingin kerja Mas, katanya mau merubah nasib keluarga biar jadi lebih baik" Jawab Pak Har sopan.
"What's going on honey? (Ada apa sayang?)" Mami yang baru kali ini melihat Kama tertarik dengan prosedur penerimaan pelayan jadi penasaran.
"Benar, apa kamu juga butuh buat di apartemen?" Kali ini Oma juga ikut penasaran.
Biasanya Kama tidak akan peduli dengan urusan rumah tangga di rumah ini, jangankan prosedur penerimaan pelayan, mungkin rumah ini kemalingan saja dia tidak akan bertanya.
"Nggak Oma, cuma penasaran aja. Ternyata karena anaknya punya tekad kuat ya?" Kama melihat ke arah Asri dengan seksama, memindai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Menghapal bagaimana cara Asri bersikap, berbicara, tersenyum, dan semuanya. Sangat bertolak belakang dengan gadis kampung yang dia tau.
Oh shit
Tiba-tiba saja senyum di wajah Kama memudar. Lagi-lagi kegalauan menyeruak memenuhi rongga dadanya. Gadis kampung, Pak Har... Hara.
Sepertinya dia di kutuk oleh huruf H.
kasih kesempatan sama Kama dong,buat taklukkin Hara😁😁
menjaga pujaan hati jangan sampai di bawa lari cowok lain🤣🤣🤣
Nggak kuat aku lihat Kama tersiksa sama Hara🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
aku bakalan nungguin kamu yang bucin duluan sama Hara😁😁😁
tiba-tiba banget Pak Polici kirim buket bunga pagi' 😁😁😁😁😁
tapi kenapa tiba-tiba Hara telp ya????