Kisah Odelia sang putri duyung terpaksa memindahkan jiwanya pada tubuh seorang wanita terdampar di tepi pantai, kerena situasi berbahaya sebab ia di buru oleh tunangan serta pasukan duyung atas kejahatan yang ia tidak lakukan.
Di sisi lain wanita terdampar dan hampir mati mengalami hal yang pilu di sebabkan oleh tunangannya.
Akankah Odelia mendapatkan kembali tubuh duyungnya untuk membalaskan dendamnya serta orang yang telah merebut kebahagian tubuh yang ia ditempati atau Odelia memilih menjalani hidup bersama orang yang mencintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tilia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14
“Cath..”
“Cath, lebih baik kamu kembali saja di depan sana hutan” dengan lembut Adrian membujuk Odelia sembari menuntun kuda putihnya.
“Cath..” panggil kembali Adrian, namun Odelia tidak mendengarkannya ia terus berjalan melewati rerumputan menuju hutan dengan amarahnya.
Melihat Odelia yang berjalan semakin dekat menuju hutan Adrian melepaskan tali kudanya berjalan mendahului Odelia.
“Cath, berhentilah” Adrian memegang kedua pundak Odelia untuk menghentikannya
.
“Lepaskan” Odelia dengan amarah menepis kedua tangan di pundaknya melewati Adrian dan berjalan kembali menuju hutan.
Adrian segera menahan tangan Odelia menghentikan langkahnya.
“Tidak akan” dengan lembut menahan Odelia.
“Ku bilang lepaskan!” Odelia berusaha menarik tanganya.
“Lepaskan! Apa kau tuli!” Odelia menatap tajam Adrian namun air matanya menetes, melihat ini Adrian medekati Odelia tanpa melepaskan tanganya kemudian memeluknya.
“Lepaskan!”
“Lepaskan aku! Mengapa kau melakukan ini!”
“Lepaskan..”
“Lepaskan…” Odelia mencoba melepaskan diri dari pelukan Adrian, namun Adrian tetap menahanya.
“Apa yang kau inginkan!” Odelia perhalan berhenti melepaskan diri entah mengapa ia mulai menangis dalam pelukan Adrian.
Odelia tidak menahan dirinya lagi, ia menangis dengan keadaanya Adrian melihat wanita dalam pelukanya yang menangis dengan pilu sesekali memukul dadanya Adrian pun mengelus rambut bergelombang Odelia untuk memenangkannya.
Angin malam bertiup dengan sunyi, rumput-rumput berdansa dengan angin, cahaya kuning mulai terlihat. Kunang-kunang menampilkan cahaya indahnya di bawah langit malam.
Kuda putih Adrian mendekati mereka, menyenggol punggung Adrian. Merasa kudanya mendekat Adrian menarik jubah dari punggung kuda untuk menyelimuti Odelia yang masih menangis.
“Mari kita kembali, Cath” tangan Adrian mengelus kepala Odelia di dadanya.
Odelia tidak ingin kembali ia pun mengelengkan kepalanya pada Adrian menolak usulannya.
“Baiklah, bagaimana jika duduk di pohon apel itu” Adrian menunjuk pohon apel di belakang mereka, Odelia setuju.
Adrian melepaskan pelukanya saat melangkah Odelia tidak mengikutinya ia memegang selimut dengan tangan yang lain menutup matanya yang masih menangis terdiam tidak mengikuti Adrianya.
Adrian tersenyum melihat Odelia teringat masa kecilnya, berjalan mendekatinya Odelia memegang tangan yang menutui matanya.
“Aku tidak akan melihatnya” Adrian menuntun Odelia menuju pohon apel, kudanya telah berbaring terlebih dahulu di dekat pohon apel.
Odelia duduk dekat kuda putih itu menekuk lutunya menguburkan wajahnya, Adrian membuat api dengan ranting-ranting pohon untuk menghangatkan mereka.
Cahaya hangat menerangi wajah Odelia, setelah menenagkan diri Odelia menatap cahaya api dengan tatapan yang tenang. Adrian melihatnya sudah lebih tenang memberikanya kantung minum, Odelia menerimanya meminum perlahan.
“Ini sudah larut malam Cath, tidak aman untuk dekat hutan terlalu lama”
“Penelope akan menghawatirkan mu”
“Mari kembali” Adrian berbicara lembut untuk membujuk Odelia.
“Baiklah” Odelia setuju.
Keduanya bersiap pergi, Adrian menuangkan air pada api. Kuda putihnya segera bangkit, Adrian membantu Odelia menaiki kudanya di susul olehnya.
Mereka pun pergi, saat dalam perjalanan Odelia merasakan lelah pada tubuhnya perlahan menutup matanya tertidur. Adrian memperhatikan Odelia bersandar padanya bernapas dengan ringan tertidur memeluknya dengan tangan kiri agar ia tidak terjatuh dan mengendalikan kudanya dengan tangan yang lain.
“Ayoo Gale… kita kembali” Adrian menepuk kudanya.
......................
Mendengar suara langkah kuda di balik pintu, Ael berjalan menuju pintu membukanya.
“Mereka telah kembali” Ael membangunkan Jamie dan Penelope yang sedang membuat teh, keduanya segera menuju pintu melihat Odelia yang tertidur dalam pelukan Adrian.
Jamie keluar menghampiri mereka, Adrian mengangkat tubuh Odelia untuk di pindahkan pada Jamie. Menerima Odelia dengan kedua tanganya, Jamie melihat ia tertidur dengan tenang berjalan membawa Odelia memasuki rumah.
Penelope segera membuka pintu kamar dekat perapian, Jamie meletakan dengan hati-hati agar tidak membangunkan Odelia dan menyelimutinya. Setelah mengikat tali kudanya, Adrian memasuki rumah dan melihat Odelia yang tertidur di kamar ia merasa lega.
“Dia baik-baik saja? Aku sudah mendengarnya” Penelope khawatir dengan keadaan Odelia.
“Dia hanya menangis” Adrian menjelaskan dan duduk di kursi dekat meja.
“Calix sungguh kejam mengapa ia melakukan ini padanya?!” Penelope mulai menangis mengingat saat Catherine tenggelam di lautan.
“Catherine baik-baik saja saat ini itu hal yang penting” Jamie menepuk pundak Penelope yang sedih.
“Itu benar, tunggu aku sedang membuat teh” ia pun mengambil teko teh dan memberikan pada yang lain.
"Aku akan membersihkan wajahnya” Penelope bangkit ingin mengambil air hangat, Jamie menahanya.
“Akan ku lakukan, jangan banyak bergerak ingat kaki mu” Jamie pergi mengambil Air hangat serta handuk memberikanya pada Penelope.
Penelope memasuki kamar Odelia membersihkan wajah dan tanganya. Adrian melihat pelipis Ael yang tertutup perban kecil bertanya.
“Kau terluka Ae?” tanyanya sembari meminum the.
“Hanya luka kecil” jawab Ael dengan singkat.
“Calix pantas mendapatkan tamparan itu, bahkan bibirnya hingga terluka. Catherine luar biasa”
“Seharusnya ia mendapat hukuman yang lebih dari itu” ujar Jamie degan kesal sembari memakan kue di tanganya.
Beberapa saat kemudian, Penelope keluar dari kamar membawa tempat air dan pakaian Odelia.
“Bagaimana?” tanya Adrian.
“Dia hanya terdiam kemudian kembali tertidur” Penelope menjelaskan dan duduk di kursi, Jamie mengambil barang-barang di tangan Penelope.
“Lebih baik kalian istirahat saja, hari pasti melelahkan” Penelope khawatir dengan keadaan teman-temanya.
“Aku akan tinggal di sini, lebih kamu istirahat Pen” Adrian.
“Aku juga akan berjaga di sini. Betulkan Ael?” Jamie merangkul pundak Ael.
“Ian, kau istirahat saja terlebih dahulu. Aku sudah tidur tadi” Saran Jamie.
“Ya itu benar” Penelope setuju dengan saran Jamie.
“Baiklah” Adrian setuju.
Penelope di bantu Jamie mengambil beberapa selimut untuk semua orang, Ael merapihkan kursi dekat perapian dan meletakan karpet besar dan kain.
Karena hanya terdapat satu kamar dan Penelope tidak ingin tidur di kamarnya ia pun istirahat di kursi panjang dekat perapian, Adrian tertidur di karpet. Sementara Ael duduk menatap nyala api di perapian dan Jamie yang duduk kursi meja makan membaca buku yang ia dapatkan entah dari mana.
......................
Rumah Tuan Laurent.
“Apa kau sudah hilang akal Calix!?” Taun Laurent berteriak pada calix yang duduk di meja sembari mengompres wajahnya.
“Aku menyukainya kakek” Jawab Calix membuang wajahnya.
“Tapi kau sudah bertunangan! Apa kau lupa dengan hal itu!” kembali memarahinya.
“Aku tidak menyukainya lagi” Calix dengan ringan.
“Kau Gila! Tidak menyukainya lagi katamu!”
“Kau harus tidak melupakan hari dimana kakeknya menyelamatkan mu saat terbawa arus hingga ia terluka parah karena benturan batu karang”
“Dia hanya gadis kecil, kehilangan satu-satunya orang yang melindunginya”
“Untuk membalas kebaikannya orang tua mu setuju untuk kalian bertunangan”
“Dan sekarang kau tidak menyukainya lagi…” Tuan Laurent duduk di meja mengingat kenangan masa lalunya.
“Bukan ke inginan ku” Calix melirik kakeknya.
“Kau..” Tuan Laurent menatap tidak percaya pada cucunya.
Ketukan pintu mengalihkan perhatian mereka.
“Kakek, kami masuk” Adrian membuka pintu, memasuki rumah Tuan Laurent bersama Odelia serta Penelope.
“Aku hanya mencintai Annalise!” teriak Calix bangun di tempat duduknya menatap Odelia yang baru saja masuk, Odelia terdiam menatap Calix.
Tuan Laurent terkejut dengan tindakan Calix, Penelope segera merangkul pundak Odelia membuat Odelia merasa nyaman.
“Maafkan atas tindakanya, Cath” Tuan Laurent memegang kedua tangan Odelia, ia hanya terdiam menatap tangan hangat yang memegangnya.
“Aku ingin berpisah denganya!” Calix menyilangkan tanganya berbicara dengan tegas.
“Cal, apa kamu pernah mencintaiku walaupun itu sesaat?” tanya Odelia dengan berkaca-kaca pada Calix.
“Tidak sedetik pun! Aku hanya mencintai Annalise!” Tegas Calix.
Mendengar hal itu, Odelia memeluk Penelope di sampingnya dan menangis. Adrian melihat Odelia kembali menangis ia menepuk-nepuk punggung Odelia.
Tuan Laurent menghela napas dengan tindakan Cali.
“Apa kau yakin ingin berpisah denganya, Cal” Tuan Laurent bertanya dengan pelan.
“Ya! Aku ingin berpisah denganya” Calix dengan yakin.
“Cath, bagaimana dengan mu?” tanya Tuan Laurent dengan enggan pada Odelia.
“Jika itu keinginan Calix, aku mengikuti keinginannya untuk berpisah” Odelia menjawab dengan lirih dalam pelukan Penelope.
“Baiklah, kalian tunggu di sini” Tuan Laurent pergi memasuki kamarnya dan kembali membawa dua gulungan kertas di tanganya meletakkannya di atas meja.
“Ini adalah surat pertunangan kalian berdua yang di setujui oleh kakek Catherine dan kedua orang tua mu Calix”
“Karena saat itu kalian masih muda jadi aku menyimpannya, kalian sudah dewasa saat ini kalian dapat memutuskan untuk melanjutkan pertunangan ini atau berpisah seperti keinginan mu Calix” Tuan Laurent menjelaskan mengenai surat di meja.
“Aku ingin berpisah” Calix mengambil surat itu dan membacanya, Odelia ikut membaca surat itu dan setuju.
“Kalian tulis perpisahan di bawah sini dan berikan tanda tangan kalian masing-masing sebagai bukti” jelas Tuan Laurent.
Keduanya mengikuti arahan Tuan Laurent, setelah proses selesai Tuan Laurent menyerahkan kedua salinan pada Odelia serta Calix.
“Kini kalian telah resmi berpisah, ku harap kalian dapat menemukan kebahagian kalian masing-masing” Tuan Laurent menatap sedih pada Odelia dan Calix.
“Terimakasih, kek!” mendapatkan apa yang ia inginkan Calix dengan bahagia pergi meninggalkan ruangan.
Odelia segera memeluk Penelope kembali menangis dalam pundaknya, melihat surat di tanganya Odelia tersenyum bahagia sembari terus menangis.
“Catherine…” Tuan Laurent menepuk kepala Odelia dengan lembut, Odelia menyudahi tangisanya menatap Tuan Laurent dengan sedih.
“Catherine, mengatas namakan cucuku sungguh maafkan atas tindakanya terhadap mu” Tuan Laurent memegang kedua tangan Odelia.
“Walaupun kamu bukan tunangannya lagi ku harap hubungan kita tidak berubah, bagaimanapun kau adalah cucu dari sahabat ku”
“Aku ingin terus menjaga mu seperti keinginan terakhirnya”
“Ya… tidak akan, Tuan Laurent” Odelia memeluk Tuan Laurent dan menangis dalam pelukanya.
Penelope menangis melihat sahabatnya yang terluka hatinya, sementara Adrian terdiam menyaksikan semua ini.
...----------------...