Follow ig aku yah buat liat visualnya @author_alin
Seorang wanita yang rela menikah dan mengandung buah hati sang majikan demi untuk membuat hidup orang tua beserta saudaranya lebih baik. Namun baru empat bulan kehamilan, Azizah memilih pergi menjauh dari kehidupan Arga karena ia takut sang anak akan di bawa oleh pria yang berselisih umur 12 tahun dengannya itu.
Dan empat tahun kemudian, saat sang anak sudah besar, Arga kembali menemuinya di saat yang tak sengaja. Lalu Arga ingin kembali bersamanya, namun Azizah tidak sudi kembali lagi berumah tangga dengan pria itu. Kebencian Azizah semakin menjadi pada Arga, setelah ia tahu bahwa Arga adalah penyeban meninggalnya kedua adiknya.
"Aku mohon, kembalilah padaku. Ayo buka lembaran baru kembali. Kita mulai dari awal lagi semua ini."
"Pergilah, aku sudah tidak ingin ada urusan lagi dengan mu. Kamu sudah menghancurkan hidupku."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin Aprilian04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4 Tahun tanpa kabar
"Bunda, makanan yang tadi enak. Zio mau lagiii!" ucap anak berumur 3 tahun itu dengan lucunya. Rambutnya pirang, hidung mancung dan juga kulit yang putih. Dengan baju lusuh seadaanya.
"Iya sayang, besok Bunda beliin lagi ya, Nak. Sekarang makan sama telor aja yaa?"
"Kenapa harus besok, Bunda? Zio maunya sekarang. Rendangnya enak sekali, Bunda."
Mata Azizah seketika mengembun. Sakit yang teramat menyiksa adalah ketika dirinya tidak mampu membelikan sang anak makanan kesukaannya. Keadaan yang membuat dirinya seperti ini. Ia hidup sebatangkara di suatu daerah. Setelah memutuskan pergi dari kehidupan Arga. Lebih tepatnya ia kabur ke suatu tempat yang jauh dari tempat tinggal Arga. Bukan tanpa alasan, Azizah pergi setelah mempertimbangkan semuanya. Salah satunya, ia tak ingin sang anak di bawa oleh Arga dan juga Elsa. Selain itu, Arga pun kala itu pergi tanpa berpamitan selama berbulan-bulan lamanya. Dan ia tak kuat menahan pedihnya rasa di acuhkan. Hingga memutuskan untuk pergi memboyong kedua adiknya dengan memakai uang yang di berikan Arga setiap bulannya.
Hidup dalam kesederhanaan. Bahkan ketidak mampuan membuat Azizah mau tidak mau harus bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan sang anak. Ia bekerja sebagai penjahit yang kebetulan barangnya bisa di bawa ke rumah. Sehingga ia bisa sekalian menjaga Zio. Sang malaikat cintanya. Karena kedua adiknya telah tiada dua tahun yang lalu karena kecelakaan. Lebih tepatnya ada yang mencelakakan. Dan Azizah sudah bisa menebak siapa dalang di balik kematian adik-adiknya.
Hidupnya di penuhi dengan air mata selama ini. Kepedihan yang menimpanya terus menerus membuatnya terbentuk menjadi wanita kuat dan mandiri.
"Zio, sayang. Bunda belum gajian, Nak. Nanti kalau Bunda sudah dapat uang lagi, bunda janji akan belikan Zio rendang yang banyak. Juga mainan mobil-mobilan yang selama ini Zio impikan. Tapi Bunda minta Zio bersabar dulu yaa sayang?" ucap Azizah. Membelai pipi lembut sang anak.
"Tapi Zio maunya sekarang, Bunda. Kenapa Zio gak kaya temen-temen Zio. Mereka selalu di kasih makanan enak sama Bundanya. Apalagi Shaka, kemarin dia baru aja di beliin mainan mobil-mobilan yang gede sama Ayahnya. Athar juga di beliin mainan kapal selam sama Ayahnya. Mereka berkata bahwa Zio gak akan punga mainan yang bagus kaya mereka, karena Zio gak punya Ayah!"
"Zio, kita harus bersyukur, Nak. Orang lain bahkan gak bisa makan. Zio harusnya berterima kasih oada Allah, masih di kasih rezeki. Soal mainan, Bunda janji akan membelikannya buat Zio. Tapi tunggu Bunda gajian ya Nak. Sebentar lagi, Bunda janji akan membawa Zio ke tempat mainan."
"Tapi kenapa Zio gak punya Ayah, Bunda? Temen-temen Zio selalu meledek bahwa Zio gak punya Ayah. Zio mau punya Ayah, Bunda."
Seketika air mata Azizah meluncur seketika. Ia tak kuat mendengar perkataan Zio yang begitu dewasa dengan umurnya yang masih sangat kecil. Sakit, teramat sakit. Andai Arga saat itu benar-benar menikahinya dengan tulus, maka sang anak tidak akan menderita seperti ini.
"Ayah Zio sedang bekerja, Nak. Nanti kalau sudah tiba waktunya, inshaallah Zio akan ketemu sama Ayah."
"Tapi kenapa kerjanya lama, Bunda?"
"Karena Ayah Zio sedang mengumpulkan uang yang banyak agar bisa membelikan Zio mainan mobil-mobilan dan kapal selama kaya Shakadan Athar."
"Oohh, gitu yaa ,Bunda?"
"Iya sayang, sekarang Bunda masakin dulu telornya, yaa. Kita makan siang. Habis makan, Zio bobo yaa, Nak. Bunda mau ngambil jaitan dulu ke Mba Meta."
Anak bermata coklat itu mengangguk polos, "Iya, Bunda."
Azizah melangkah menuju dapur yang ukuran kecil. Dia memasak telor ceplok kesukaan sang putra. Seraya terus menitikan air mata meratapi nasib sang anak.
Zio sayang, maafkan Bunda, Nak. Mungkin kalau bersama Ayah mu, kamu bisa makan enak dan beli mainan yang kamu inginkan seperti punya teman-teman mu. Maafkan Bunda. Bunda hanya ingin bersama mu. Bunda tidak mau berpisah dengan mu sayang. Anakku yang malang. Ayah mu sangatlah kaya, ia bahkan mampu membeli toko mainan untuk mu. Tapi dia tidak peduli akan dirimu.
Azizah menyeka air matanya. Lalu menyiapkan makanan untuk sang putra. Hanya telor ceplok dan kecap. Setidaknya hanya makanan ini yang bergizi, yang bisa di berikan Azizah untuk sang putra. Meski dirinya terkadang makan dengan alakadarnya saja. Yang tepenting, sang anak bisa makan enak dan bergizi.
"Ini sayang makanannya. Ayo makan dulu!"
"Makasih, Bunda."
"Bunda ko makannya sama kerupuk aja? Kenapa gak sama telor kaya Zio?"
Azizah tersenyum seraya mengusap lembut pipi sang anak, "Bunda suka pusing kepalanya kalau makan telor terus. Kalau sama kerupuk, badan Bunda suka jadi segar dan semangat terus."
"Oohh gitu yaa, Bunda."
"Iya sayang, Ayo makan, Nak."
Sesekali Azizah mengadahkan kepalanya karena air matanya hendak meluncur saja membasahi pipi. Ia tak ingin terlihat bersedih. Zio harus selalu melihatnya bahagia, agar sang anak pun bahagia.
***
Azizah kini hendak membawa kerudung untuk di jahitnya di rumah. Jarak dari konfeksi itu lumayan jauh jika berjalan kaki. Namun saat baru saja keluar rumah, Ibu kos datang menghampirinya. Wanita berumur 50 tahun itu tampak menatap tak suka pada Azizah.
"Katanya dua hari lagi. Mana sekarang, belum bayar juga!" Sengaja Bu Desi meninggikan suaranya. Hingga mengundang tawa para penghuni kontrakan yang tengah berada di luar.
"Maaf, Bu. Saya belum ada uangnya. Tolong kasih saya waktu lagi, Bu. Dua hari lagi saja. Saya janji akan bayar."
"Janji, janji terus. Bayar dong. Gimana si, hidup ngerepotin orang lain aja. Kalau gak mampu bayar, pergi sana!"
"Aku janji akan bayar, tapi beri aku waktu sebentar lagi saja!" Azizah balik meninggikan suaranya. Ia tidak ingin di permalukan seperti ini. Toh nama baiknya di kontrakan ini sudah tercemar. Semua orang mencemoohnya. Awalnya seseorang memfitnah ia hamil di luar nikah, serta selingkuh dengan anak ibu kost yang sudah memiliki istri. Membuatnya semakin di hina dan tidak di hargai.
"Janji-janji mulu. Pergi sana cari mangsa, biar dapet uang banyak!" Celetuk Bu Desi. Seolah Azizah adalah pelacur.
"Aku tegaskan padamu, sekali lagi kamu menuduhku sebagai pelacur. Maka aku tidak akan segan-segan memberikan mu perhitungan!" Tegas Azizah yang berhasil membuat Bu Desi ketakutan. Lalu ia pergi dari sana menuju konfeksi yang ia tuju.
"Hhuuuuu!" Suara sorakan dari para penghuni kontrakan membuat hati Azizah sakit. Namun ia pantang terlihat lemah.
***
Azizah membuka kunci rumah kontrakannya. Di lihatnya sang putra kini tengah tertidur pulas seraya memeluk guling kesayangannya. Sengaja Azizah selalu menguncinya agar Zio tidak keluar, karena teman-temannya selalu membullynya karena Zio anak kurang mampu. Dan Azizah menghindari hal itu demi menjaga kesehatan mental anaknya.
Azizah kini melanjutkan pekerjaannya sebagai penjahit. Rumah yang kumuh dan sempit ini adalah saksi bagaimana jalan hidupnya selama ini. Setelah menyelesaikan jahitannya. Azizah mengerjakan pekerjaan lainnya. Yaitu menyulam tas, hiasan dinding, dan juga boneka. Hingga tak terasa kini jam menunjukan pukul 10 malam. Azizah belum juga tertidur. Ia masih mengerjakan pesanannya yang lumayan rame sekarang. Jika tidak bekerja keras seperti ini. Ia takan bisa makan dan membelikan keperluan sang anak.
"Bundaaa... Bundaa!"
Terdengar suara Zio mengigaunya. Azizah langsung menghampiri sang putra yang kini masih tertidur di kamar. Terlihat Zio kini tengah gundah, wajahnya pucat. Azizah menempelkan tangannya di kening Zio. Ternyata sang anak panas.
"Ya Allah, Zio sayang. Kamu demam, Nak."
lo elsa
jangan lupa like sama comment nya yaa biar author makin semangat nih nulisnya🥰