Saat Aku Dimadu

''Ma, lihat ini, Tante Vero mengirim pesan kepada ku. Katanya, nanti malam dia mengundang kita untuk makan malam bersama di rumahnya,'' Winda memperlihatkan layar ponselnya kepada Sari. Kini mereka sedang duduk di ruang keluarga, setelah puas menggedor pintu kamar dan tidak mendapatkan sahutan dari Adara, akhirnya mereka menyerah dan capek sendiri.

Mereka duduk sembari menikmati cemilan yang berupa kue coklat serta jus jeruk.

''Lho, kok Tante kamu aneh banget sih, Win. Tadi aja dia marah-marah tidak jelas sama kita,'' ucap Sari setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh Vero pada ponsel Winda. Sari nampak masih kesal mengingat perkataan yang keluar dari mulut Vero tadi.

''Ya ... mungkin aja Tante Vero merasa bersalah sama kita, Ma. Untuk menebus rasa bersalahnya itu makanya dia mengundang kita untuk makan malam di rumahnya yang mewah. Aku perhatikan sepertinya tadi itu mood Tante Vero memang berubah setelah menerima panggilan dari entah siapa, mungkin saja orang yang menelepon Tante Vero berhasil membuat Tante Vero marah, alhasil, kita deh yang kena imbasnya,''

''Hm, ada benarnya juga apa yang kamu katakan, Sayang,''

''Ma, lihat deh, Tante Vero mengirim pesan lagi, katanya kita enggak usah ngajak Adara kerumahnya nanti malam,'' Winda berucap sambil tersenyum senang. Dia memperlihatkan lagi layar ponselnya kepada sang mama mertua.

''Lagian siapa juga yang mau ngajakin anak panti itu! Tidak penting banget!'' ucap Sari dengan begitu angkuh.

*

Sore harinya, Erlang pulang dari kantor, Winda menyambut kedatangan sang suami di depan pintu dengan senyuman mengembang, lalu dia dan Erlang berjalan memasuki kamar. Saat sudah di dalam kamar, Winda langsung saja menceritakan tentang undangan makan malam dari Vero.

''Iya, nanti malam kita akan ke sana,'' balas Erlang tak bersemangat. Hari ini pekerjaan kantor cukup menguras energinya.

''Mas keatas dulu, Mas ingin melihat kondisi Adara,'' Erlang hendak meninggalkan Winda sendiri di kamar, tapi Winda malah memeluk tubuh tegap Erlang dari belakang. Kepalanya bersandar pada punggung sang suami.

''Adara baik-baik aja kok, Mas. Tadi aku dan Mama telah melayani nya dengan baik. Kami mengantarkan makanan untuknya, dan meminta agar dia selalu beristirahat di kamar,'' ucap Winda membual.

''Baguslah, ternyata kamu dan Mama dapat dipercaya,'' Erlang membalikkan tubuhnya, hingga kini dia dan sang istri muda sudah berdiri berhadapan dengan jarak cukup dekat. Hidung mancung mereka hampir bersentuhan.

''Mas, aku kangen,'' ucap Winda manja. Jari-jemari nya mulai bergerak nakal menelusuri dada bidang yang ada dihadapannya. Dada bidang yang masih di lapisi kemeja berwarna abu-abu.

''Mas capek, Sayang. Nanti saja,'' tolak Erlang. Dia menyingkirkan tangan Winda dari dadanya.

''Tapi, Mas ... Aku udah enggak bisa lagi menahannya,'' Winda semakin agresif. Dia melingkarkan kedua tangannya pada leher Erlang.

Lalu dengan cepat dia mengecup bibir sang suami. Awalnya Erlang tak membalas kecupan Winda yang terasa hambar, namun Winda tak menyerah untuk membuat sang suami terangsang, dia mengeluarkan lidah nya, lidahnya bergerak lincah menyusuri bibir hingga masuk ke mulut sang suami. Dan pada akhirnya Erlang terbuai juga. Kini mereka saling berpagutan penuh gairah, kecapan demi kecapan semakin terdengar jelas dari bibir keduanya.

Di dalam hati, Winda berteriak kesenangan karena akhirnya dia berhasil menjerat sang suami.

Tangan Winda mulai bergerak melepaskan satu persatu kancing kemeja, pun Erlang, tangan nya sudah menyingkap dress yang membaluti tubuh sang istri, kini tangannya sudah berhasil menyentuh dan memijat lembut dua gundukan kenyal milik sang istri. Suara ******* kenikmatan mulai terdengar, Winda semakin ingin disentuh lebih. Dia lalu membaringkan tubuhnya di kasur dengan kondisi tubuh tanpa busana. Erlang lalu menaiki tubuh tersebut dan menancapkan senjata andalannya ke organ inti milik Winda, sehingga membuat Winda melenguh dengan kedua mata terpejam. Dia menggigit bibirnya, dia begitu menikmati apa yang dilakukan oleh sang suami.

*

Setelah beberapa menit, akhirnya tubuh sepasang suami istri tersebut terkulai lemas di atas kasur.

Karena begitu kelelahan, akhirnya Erlang menutup mata begitu saja, dia tampak lelap dengan tubuh masih polos. Winda menyelimuti tubuh suaminya itu dengan selimut.

''Akhirnya, Mas Erlang tidak jadi menemui wanita itu. Baguslah, tidurlah yang nyenyak suamiku sayang, nanti aku akan membangunkan mu,'' gumam Winda dengan senyum penuh kemenangan.

*

Malam harinya, pukul delapan.

Winda membangunkan Erlang, meminta Erlang segera mandi setelah itu bersiap-siap ke kediaman Vero.

''Ah, Mas ketiduran rupanya,''

''Mending kamu segera mandi, Mas. Sekarang udah pukul delapan malam, dan Tante Vero sudah menghubungi aku berulangkali, katanya makan malamnya sudah siap,''

''Kenapa kamu telat membangunkan, Mas? Mas belum menemui Adara,''

''Adara nggak kenapa-kenapa Mas. Dia baik-baik saja. Sudah, kamu tenang saja. Sana, buruan mandi,'' Winda mendorong tubuh Erlang ke kamar mandi.

Sebenarnya Erlang sudah sangat merindukan Adara, tapi Winda selalu menghalangi nya untuk menemui sang istri tua.

Selama Erlang mandi, Winda bersiap-siap terlebih dahulu. Dia memakai gaun terbaiknya, menata rambutnya, serta memoles wajahnya dengan makeup sedikit mencolok.

Saat Winda masih memindai penampilan nya di depan cermin meja rias, terdengar suara pintu kamar mandi terbuka. Lalu Erlang keluar dengan wajah nampak segar. Handuk putih melilit pinggang nya, rambut nya basah dan masih ada sisa-sisa air di dada bidang nya. Winda meneguk ludah melihat pemandangan indah tersebut. Kalau tidak ingat akan pergi ke kediaman Vero, mungkin dia akan mengajak suaminya itu bercinta lagi. Winda memang memiliki nafsu **** yang tinggi.

Winda langsung saja meminta sang suami memakai pakaian yang telah dia siapkan. Pakaian yang dia ambil dari kamar atas, kamar Adara dan Erlang.

Dengan cepat Erlang memakai pakaian tersebut, karena Winda yang sudah mendesak, begitu juga Sari, Sari sudah tidak sabar lagi ingin melihat kediaman Vero yang kata Winda sangat lah mewah dan megah.

*

Winda dan Sari sama sekali tidak memberi celah kepada Erlang untuk menemui Adara. Mereka bertiga berangkat ke rumah Vero, meninggalkan Adara sendiri. Pintu rumah di kunci dari luar, agar Adara tak bisa keluar.

*

Setibanya di kediaman Vero, Vero menyambut tiga orang tersebut dengan senyum merekah.

Sari begitu terpesona melihat kediaman Vero, sedari tadi dia terus terkagum-kagum melihat bangunan empat tingkat dengan lift di dalamnya. Mereka harus menaiki lift untuk menuju ruang makan.

''Ternyata keluar Winda memang tidak kaleng-kaleng kayanya. Lihatlah, rumah Tantenya sudah kayak istana saja, begitu mewah dan megah dengan furniture yang tampak indah dan aku yakin harga belinya sangat lah fantastis,'' ucap Sari di dalam hati.

*

Di tempat berbeda, saat tahu rombongan Erlang sudah pergi, Adara yang sedari tadi mengurung dirinya di dalam kamar, lalu memutuskan keluar. Dia menarik kopernya dengan penuh harap. Berharap malam ini dia bisa pergi jauh dari Erlang.

Saat berjalan melewati tangga, tangan Adara memegang perutnya yang terasa perih, karena sudah lama perut itu tidak diisi dengan makanan.

''Kamu harus kuat Adara, bertahanlah. Sebentar lagi kamu akan bebas,'' gumam Adara.

Di depan pintu, seorang pria tengah berdiri dengan gagahnya. Dia lalu membuka pintu dengan mudah, dengan menggunakan kunci yang dia punya. Kunci serbaguna yang bisa membuka semua jenis pintu, kunci yang dia beli diluar negeri.

Pria muda tersebut adalah asisten pribadi Vero, dia ditugaskan oleh Vero untuk menjemput Adara.

Bersambung.