" Dia tidak mencintaimu, dia mencintaiku. Dia tidak ingin menikahi mu, akulah satu-satunya wanita yang ingin dia cintai. Kami saling mencintai, tapi karena beberapa hal kami belum bisa mewujudkan mimpi kami, berhentilah untuk menolak percaya, kami sungguh saling mencintai hingga nafas kami berdua amat sesak saat kami tidak bisa bersama meski kami berada di ruang yang sama. " Begitulah barusan kalimat yang keluar dari bibir indah wanita cantik berusia tiga puluh tahun itu. Tatapan matanya nampak begitu sendu dan ya tega mengatakan apa yang baru saja dia katakan. Rasanya ingin marah Ana mendengarnya, tapi bisa apa dia karena nyatanya memang begitu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
Jordan tersenyum membaca pesan yang dikirimkan Soraya untuknya. Pesan itu tentu saja berisi kalimat-kalimat cinta, dan tentu saja bukan tidak mungkin mereka sedang saling merayu dengan cara dari kebiasaan mereka selam ini. Ana menatap kesal, bukan karena cemburu, melainkan perasaan kesal karena Ayahnya dikhianati oleh mereka berdua. Sebenarnya kalau boleh jujur, dia sangat sedih melihat itu, dia membayangkan bagaimana jika Ayahnya tahu bahwa wanita yang dia cintai dengan amat sangat mengkhianati selama bertahun-tahun, dan ternyata pria itu telah menjadi menantunya sendiri.
Ana mencengkram kuat selimut tebal yang menutupi tubuhnya, tidak bisa! Hubungan antara Soraya dan Jordan harus segera berakhir, karena kalau tidak, Ayahnya akan mejadi pihak paling sedih apalagi saat nanti Ibu tirinya memilih Jordan dan meninggalkannya, Ah! Membayangkan itu benar-benar membuat Ana ingin mengais sekuat dan sekencang mungkin.
Ayah,.....
Pria itu adalah pria yang baik, kenapa Tuhan memberikan wanita baik tapi tidak mencintainya dengan sepenuh hati? Wanita itu begitu baik memperlakukan Ayah dan juga dia sebagai anak tirinya, tapi kenapa harus ada separuh hati yang dia arahkan kepada orang lain? Kenapa harus begitu baik kalau nyatanya juga menyakiti di belakang. Tahukah dia bahwa luka yang paling sulit untuk disembuhkan adalah dikhianati?
Tidak tahan lagi, Ana memutuskan untuk menghentikan Jordan yang terus tersenyum menatap layar ponselnya.
" Jordan, bisa kita bicara sebentar? " Tanya Ana seraya bangkit dari posisinya yang berbaring.
" Tidak mau! " Jawab Jordan cepat. Iya, pria itu memang tidak suka berbicara dengan Ana, jadi lebih baik tida usah sedikitpun bicara.
Ana menghela nafas sebalnya. Sungguh menyebalkan memang sifatnya Jordan. Sebentar Ana terdiam mengumpulkan keberanian, lalu segera dia naik ke atas tubuh Jordan, duduk tepat di atas bagian sensitif pria itu, meraih kedua tangannya dan menaikkan ke atas untuk dia tahan disana.
" Minggir! " Bentak Jordan tapi tak berani menggunakan nada suara yang lantang karena di sebelah kamarnya adalah kamar Kendra dan Soraya.
" Kita harus bicara. "
Jordan semakin kesal dia buatnya hingga tak mampu banyak bicara.
" Pergi dari atas tubuhku, atau aku akan menghempaskan tubuhmu dengan kasar. "
Ana tersenyum miring, dia justru semakin ingin membuat Jordan marah. Tahu, dia benar-benar sangat tahu kalau Jordan bisa saja melemparkan tubuhnya ke lantai dengan kuat, tapi Jordan sebisa mungkin menahan diri karena tidak ingin berlaku kasar apalagi sampai melukai seorang wanita. Dengan sengaja Ana menggerakkan pinggulnya ke depan dan ke belakang hingga mata Jordan membuat dengan tatapan kaget.
" Apa-apaan?! Bangkit dari sana, atau aku akan benar-benar memberimu pelajaran yang menyakitkan! "
" Oh, benarkah? Ana semakin sengaja, dia semakin menekan pinggulnya dan bergerak lagi membuat Jordan menahan sesuatu yang sudah menegang di bawah sana hingga wajahnya memerah.
Tak tahan lagi, Jordan segera bangkit untuk duduk, mendorong Ana ke sebelah dimana Ana tadi berbaring, lalu berdiri dengan cepat.
" Kau benar-benar sudah gila! "
Ana tersenyum, segera dia bangkit dan berdiri di hadapan Jordan. Dia menatap Jordan yang terlihat kesal, lalu menjulurkan tangannya ingin meraih dada Jordan. Segera Jordan menepis tangan itu, baginya hanya Soraya, selain Soraya tidak ada yang boleh menyentuhnya. Memang masih belum tahu kenapa dia mudah bereaksi karena tingkah gila bocah sembilan belas tahun itu, intinya dia harus bertahan sebisa mungkin, toh selama ini juga banyak gadis yang ingin menggodanya dan terang-terangan menyodorkan tubuhnya dia sama sekali tidak merasa tergugah, jadi dia pasti bisa mengatasi perasaan itu dan hanya fokus kepada Soraya saja.
Tak ingin terpancing lebih dalam oleh Ana, Jordan membalikkan badan berniat untuk masuk kamar mandi sampai keadaanya tenang. Tapi, Ana lebih dulu mencekal langkah kakinya, dia berdiri dengan begitu cepat berpindah ke hadapannya, dan tersenyum dengan tatapan yang aneh.
" Minggir! "
Ana semakin berkeinginan untuk mendekatkan tubuhnya, sebelum Jordan menjauh, segera Ana meraih bagian sensitif Jordan dari balik kain yang ia gunakan.
" Kau gila! " Jordan menepis tangan Ana dengan kasar, dia juga menatap marah hingga wajahnya memerah. Rasanya benar-benar ingin memukul Ana, tapi konsekuensi dari memukul Ana benar-benar akan sangat bahaya. Ini entah perasaan apa lagi, karena jika itu Jordan yang biasanya, dia pasti sudah akan menggunakan umpatan kasar, dan berlaku tanpa perduli apapun. Entahlah! Mungkin karena begitu kasihan dan tidak ingin terjadi apa-apa dengan Ibunya.
" Iya, aku gila! Aku gila melihatmu begitu sibuk memikirkan wanita lain yang adalah istri Ayahku. Kalau kau yang jadi aku, apa kau akan diam saja dan menjalani dengan tenang hubungan rumah tangga seperti ini? Kau jelas tahu dia adalah istri Ayahku, kau seharunya tidak mencoba terus berada di antara mereka. Percayalah padaku Jordan, kau akan sangat menyesal telah melakukan kesalahan besar yang kau anggap cinta. "
" Hentikan omong kosong mu! Aku mencintai Soraya juga bukan mau ku sendiri, aku tidak bisa mengontrol perasaan itu, jadi berhentilah menghakimi ku! "
Ana tersenyum semakin mendekat kepada Jordan.
" Kau bisa mengontrolnya, tapi kau sendiri yang tidak berniat melakukannya. "
Jordan terdiam tak bisa menjawab.
" Dengar, kau pikir Ibu dan Ayahmu akan menerima Ibu ku sebagai istrimu? Tidak, Jordan! Mereka tidak akan setuju meski ada aku atau tidak, jadi cobalah sedikit membiasakan diri denganku, Jordan. "
" Jangan bicara omong kosong. "
Ana menghela nafas, memang tidak aneh kalau Jordan itu sangat keras kepala. Ana tak lagi ingin bicara, dia semakin mendekatkan dirinya dengan Jordan.
" Apa yang ingin kau lakukan? " Tanya Jordan dengan tatapan tajam.
" Mencoba apa yang seharusnya aku lakukan. " Ana memeluk pinggang Jordan, dengan cepat menyusupkan tangannya masuk ke dalam celana berbahan kaus lalu meraih benda yang sedari tadi mengeras.
Jordan menahan tangan Ana yang akan bergerak memberikan pijatan lembut disana.
" Jangan begini, aku tidak ingin memukulmu, jadi tolong menjauh lah. " Ucap Jordan dengan tatapan memohon.
Ana tak ingin menghiraukan ucapan itu, dia menepis tangan Jordan dengan satu tangannya, bergerak di bawah sana membuat Jordan lama kelamaan tak berdaya. Otaknya meronta ingin Ana menghentikan hal itu, tapi tubuhnya begitu tak dapat dikendalikan.
Ana mendorong tubuh Jordan hingga mereka jatuh di atas tempat tidur. Bekal dari menonton video, dan juga saran dari sahabatnya, Ana benar-benar nekat dan tidak mau lagi memikirkan apakah yang dia lakukan benar seperti seorang jal*ng atau bukan, intinya dia harus selangkah lebih maju untuk bisa menggoyahkan hati Jordan Sekokoh gunung batu.
" Ana, " Jordan tak bisa lagi berkata-kata saat miliknya di manjakan dengan begitu indah. Tidak ada hubungan badan yang terjadi karena Jordan terus menahan diri, tapi benar Jordan sampai ke puncak dengan cara yang Ana berikan.
Bersambung.
..maaf Thor AQ tinggal dulu ya sebenarnya suka tp masih kurang greget