Istri Tawanan Tuan Arogan

Jacob sungguh menyesal tidak memercayai ucapan pria sebelumnya. Ternyata dia benar-benar datang hanya mengantarkan nyawa. Seharusnya dia percaya pada pria itu, jika semua ini hanyalah jebakan belaka.

 Mau tak mau Jacob harus melawan. Dia tidak mungkin membiarkan lawan membunuhnya begitu saja. "Jangan harap bisa mengambil nyawaku dengan mudah!" ucapnya dengan sorot lurus yang membara. 

"Tangkap dia! Jangan sampai lolos! Kita harus mengajaknya bermain-main lebih dulu agar dia tahu apa itu memohon ampun," perintah pria itu. 

Perkelahian pun tak lagi terelakkan. Mereka saling menyerang entah dengan fisik maupun senjata tajam. Sementa itu, Michael mengamati di satu sisi yang berbeda dan melihat bagaimana situasinya. 

Namun, melihat ternyata anak buah yang dibawa Jacob bukanlah relasi pihak lawan seperti yang dikabarkan. Maka pria itu memilih mengeluarkan pistol dari balik tubuhnya. "Beraninya mereka menipuku!" 

Jari pria itu lantas menarik pelatuk senjata api di tangannya. Namun, sebelum hal itu mengenai sasaran. Peluru Michael sudah lebih dulu mendarat tepat di kakinya. Pria itu terkejut dengan serangan tak terduga. "Berani-beraninya kalian menyerangku dari belakang!" teriak pria itu murka, sementara beberapa anak buahnya langsung berkumpul mengerumuni sang pemimpin. 

Perkelahian pun berhenti untuk sejenak. Seorang pria berjalan dari kegelapan malam. "Kau sendiri yang berani menyerang dari belakang. Jangan salahkan aku mengikuti caramu, Zack!" ucap Michael dengan santai. 

"Michael," panggil Zack berang menatap musuh bebuyutannya. "Lagi-lagi kau mengganggu rencanaku!" 

Michael tak menjawab. Dia hanya tersenyum sinis dan berbalik menatap Jacob di sebelah lain. "Apa sekarang kau percaya kata-kataku? Sudah puas bermainnya? Ayo kembali."

Jacob hanya mengangguk. Namun, sedetik kemudian, Zack kembali menyerang Michael dari belakang dengan menembakkan pistol dari tangan anak buahnya. 

"Awas!" Zack seketika berlari menghampiri Michael yang membelakangi Zack. Dia hendak menjadikan dirinya sebagai perisai. 

Namun, ketika Jacob semakin dekat, Michael malah melindunginya dan menerima peluru itu. Timah panas pun tak lagi terelakkan dan bersarang di bagian perut Michael. Akan tetapi, dia juga tidak tinggal diam. Karena sebelum hal itu membuatnya lemah, Michael mengulurkan tangan dan membidik tepat di salah satu kaki Zack lagi. 

"Akh!" Zack berteriak kesakitan di kala kedua kakinya terluka. Padahal beberapa anak buah sudah menjadi tamengnya. Namun, tembakan Michael masih saja tepat mengenai sasaran. 

"Itu hanya peringatan dariku! Lebih baik kau lari jika bertemu denganku lain kali." Seolah tak memiliki rasa sakit, Michael masih bisa berjalan dan membawa Jacob menjauh dari lokasi. 

Zack menggeram. Amarahnya memuncak seiring dengan kalimat penghinaan yang dilontarkan Michael. "Michael, aku pasti akan membalasmu lebih dari ini!"

Sementara itu, setibanya di mobil barulah Michael sedikit goyah. Dia memegang perutnya yang terluka bersimbah darah dengan senyum tipis. Lagi-lagi dia harus terluka demi menjalankan tugas. 

"Kau baik-baik saja? Masih bisa bertahan?" tanya Jacob khawatir. "Cepat ke rumah sakit!" Perintahnya pada pengemudi di depan. 

Michael hanya menggeleng kecil. "Ini hanya masalah biasa. Tak perlu ke rumah sakit. Antarkan Tuan Muda Jacob pada ayahnya. Aku akan menghubunginya nanti." 

Setelah mengatakan hal itu pada pengemudi, Michael hendak turun dari kendaraan, tetapi ditahan oleh Jacob. "Tapi—" 

"Jangan pikirkan aku! Pulanglah! Keselamatanmu aman bersama kami," ucap Michael akhirnya sebelum benar-benar keluar sambil memegang luka di perutnya. 

"Antarkan dia sesegera mungkin dan pastikan selamat sampai tujuan!" Perintah Michael pada beberapa anak buahnya di luar.

"Bagaimana denganmu, Master?" tanya seorang anak buah lainnya. 

"Ini hanya luka kecil." Tanpa memerhatikan kondisinya sendiri, Michael bergerak menaiki mobilnya. Dia menahan luka tersebut dengan kain yang ada dan mengemudi seorang diri. 

Di sisi lain, seorang pria duduk di kursi roda mulai mendapatkan informasi dari anak buahnya. 

"Tuan, kita gagal. Tuan Zack terluka di kedua kakinya." Suara seorang anak buah terdengar begitu jelas di ujung panggilan. 

"Apa?" Pria itu menggeram, genggaman pada ponselnya semakin kuat seolah mencekik lawan. "Bagaimana itu bisa terjadi?"

"Michael, mengganggu bisnis kita."

"Lagi-lagi mereka." Mendapatkan berita buruk. Pria itu lebih memilih mematikan sambungan telepon dan tidak menanyakan bagaimana kondisi Zack sama sekali. Tatapannya lurus, dendam dalam diri pria itu semakin menjadi di kala kembali mengetahui Michael menggagalkan rencananya. 

Padahal tinggal sedikit saja, maka dia bisa bekerja sama menggunakan cara licik dengan mengacaukan keluarga pemilik perusahaan sekaligus kartel senjata api paling mematikan di negara itu. Kini semuanya gagal sudah hanya karena seorang Michael.

"Tunggulah saat di mana masa kejaanmu habis! Kau akan tahu apa artinya diinjak-injak karena sesuatu yang tak pernah kalian duga sebelumnya," gumam pria itu dengan bara dendam yang membara dalam hatinya. 

To Be Continue...