"Aku insecure sama kamu. kamu itu sempurna banget sampai-sampai aku bingung gimana caranya supaya bisa jadi imam yang baik buat kamu."
~Alvanza Utama Raja
🍃🍃🍃
Ketika air dan minyak dipersatukan, hasilnya pasti menolak keduanya bersatu. Seperti Alvan dan Ana, jika keduanya dipersatukan, hasilnya pasti berbeda dan tidak sesuai harapan. Karena yang satu awam dan yang satu tengah mendalami agamanya.
Namun, masih ada air sabun yang menyatukan air dan minyak untuk bisa disatukan. Begitu juga dengan Alvan dan Ana, jika Allah menghendaki keduanya bersatu, orang lain bisa apa?
🍃🍃🍃
"Jika kamu bersyukur mendapatkan Ana, berarti Ana yang harus sabar menghadapi kamu. Sebab, Allah menyatukan dua insan yang berbeda dan saling melengkapi."
~Aranaima Salsabilla
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufalifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
rindu sang istri
Setelah mengantar Herlin kontrol, Alvan meminta seluruh anggota Blaster untuk pindah ke markas baru. Yang alvan baru beli beberapa menit lalu. Dua belas milyar Alvan habiskan untuk membeli markas baru beserta isinya. Diantara markas-markas gengster lainnya, markas yang Alvan beli bisa dikatakan bangunan kelas atas.
"Bunda, Alvan pamit mau ke markas baru."
"Hari ini nggak ada jadwal kamu belajar?"
Alvan menggeleng. "Hari ini hari jumat. Alvan libur belajar tetapi, nanti Alvan diminta Abah untuk adzan di waktu sholat jum'at nanti. Karena kebetulan hari ini jadwal Abah Ahmad Khotbah. Doakan Alvan ya, Bun. Semoga nanti Suara Adzan Alvan nggak bikin jamaah kabur dari Masjid."
"Suara kamu bagus kok. Bunda percaya itu."
Alvan tersenyum manis membalas pujian Herlin. Setelahnya Alvan langsung memanggil sus Lilik selaku perawat yang Alvan tugaskan untuk merawat bundanya.
"Sus, Bunda Alvan tinggal. Siapkan makanan untuk bunda setelah itu minta bunda untuk minum obat dan istirahat."
"Baik, mas Alvan."
Alvan langsung keluar dan pergi ke markas baru yang letaknya tak jauh dari Apartemen Alvan. Alvan memilih bangunan yang dekat dengan masjid tanpa berpikir kalau anak buahnya ada yang beda agama.
Tiba di markas, ternyata semua udah kumpul diruang utara yang merupakan ruang berkumpul. "Gimana sama markasnya? Ada yang kurang?"
"Eh, buset si bos! Ini mah markas kelas atas ya kali ada yang kurang. Ada sih yang kurang, makan-"
"Stok soda sama stok camilan ada dibelakang. Kalau ada yang kurang tinggal beli. Uangnya ada di almari gantung." Sahut Alvan
"Suara tepuk tangan dari semua anggota Blaster membuat Alvan langsung menutup telinganya.
"Gila si Alvan! Lo pantes disebut crazy rich, bro. Btw Lo beli harga berapa, Al? Tanya Kenzie
"Dua belas." Balas Alvan dengan mengisap rokoknya
"Dua belas juta? Murah amat lo beli-"
"Milyar." Sahut Arden memotong ucapan Kenzie.
"Masyaallah, tabarakallah, Allahu akbar. Rezeki lo lancar banget ya, bro." ujar kenzie
"Lo katolik, bege!" Tukas Noval menjitak kepala Kenzie
"Ya tuhan, ampun bunda Maria." Kenzie langsung mencium kalung rosarionya yang ada di leher
"Gue punya berita tentang Naya." Ujar Noval
"Tentang Naya? Cewek yang udah metong itu?"
"Naya ternyata udah pernah hamil enam kali tapi, semuanya udah di gugurin. Hamil yang ketujuh ini juga berusaha digugurkan tetapi selalu gagal dan yang menghamili selama tujuh kali ini adalah Erik. Tapi, Naya selalu bilang kalau yang ngambil itu Alvan."
Mendengar penjelasan Noval, semua langsung memusatkan pandangan ke arah Alvan yang lagi fokus ke arah layar ponselnya.
"Alvan."
"Hm."
"Lo nggak takut kalau fitnah Naya menyebar ke sosial media dan berakhir istri lo tahu?"
"Gak."
"Eh, santai amat, bro."
"Ngapain buat susah. Tinggal tes DNA. Beres kan?" Alvan melirik kearah jam yang menunjukkan angka sebelas. "Persiapan, langsung sholat Jumat. Kenzie sama sebagiannya jaga markas." Lanjutnya
"Gue ikut sholat Jumat." Sahut Kenzie
"Lo itu katolik, ngapain sholat?"
"Lo semua nggak suka kalau gue ikut salat? Bukannya selama ini gue juga ikut salat ya?" Tanya Kenzie
Alvan menoleh ke arah Kenzie. "Boleh kalau itu mau lo tapi, lepas kalung rosario lo itu."
"Ken, kalau lo punya niat buat masuk Islam bilang ya, gue bantu jadi saksi." Bisik Noval
🍃🍃🍃
"Gila anjrot! Suara lo bikin gue pengen kabur dari masjid." Seru Noval
"Emang suara lo sebagus Lesty?" Sahut Kenzie
Tak mau mendengar ocehan teman-temannya, Alvan memilih untuk menghampiri Ahmad yang tengah mengobrol dengan Abah Imam. Sesuai dengan akhlak yang ia pelajari, Alvan berjalan sedikit membungkuk dan menyalami Abah Ahmad dan Abah Imam.
"Masyaallah nak Alvan. Makin tampan makin mengerti akhlak." Puji Abah Imam
"Semuanya berkat Abah Imam dan Abah Ahmad." Balasnya
"Nak, Abah boleh minta tolong padamu?" Tanya Abah Imam dengan menepuk pundak Alvan
"Tentu boleh, bah. Selagi Alvan bisa, Alvan pasti lakukan." Balas Alvan
"Tiga hari lagi putri Abah akan berangkat ke pesantren yang sama dengan putri Ahmad. Abah ada jadwal ke luar kota. Bisa kamu antar sampai pesantren sekalian kamu jenguk putri Ahmad?"
Alvan tersenyum kecut. "Maaf sebelumnya bah, Alvan sudah punya istri yang harus Alvan jaga perasaannya."
Abah imam mengangguk paham. "Ulya akan berangkat bersama ibunya. Abah memintamu untuk menunjukkan arah."
Ponsel Ahmad bergetar, dengan segera Ahmad menggeser tombol hijau untuk diangkatnya. Sedangkan Alvan lanjut mengobrol dengan Abah Imam.
Beberapa menit lamanya, Ahmad kembali langsung menyodorkan ponselnya pada Alvan. Alvan mengernyit bingung penuh tanda tanya.
"Ana, nak."
Dengan semangat empat lima, Alvan mengambil alih ponsel Ahmad.
"Bah, Ana minta air doa. Niat target ngebuat Ana demam dua hari ini. Ana ta-"
"Aku kesana sekarang, sayang."
🍃🍃🍃
Kekhawatiran akan istrinya yang katanya demam, Alvan langsung berangkat ke pesantren tanpa mikir ke apapun. Melaju dengan kecepatan diatas rata-rata membuat Alvan mendekati ajal.
Dalam hati, Alvan ingin marah karena yang Ana hubungi itu abahnya bukan dirinya. Lantas posisi dirinya itu apa? Tapi, Alvan tidak akan setega itu untuk memarahi hal kecil pada istrinya.
Berkali-kali ponsel Alvan berdering tetapi, tidak ada satupun yang alvan angkat. Sekarang isi otaknya adalah nama serta bayang-bayang istrinya. Entahlah, Alvan yang sangat khawatir atau Alvan yang terlalu terobsesi.
Perjalanan memakan waktu dua jam. Alvan sampai di pesantren sore, tanpa babibu Alvan langsung memencet bel yang ada di pintu gerbang. Berharap bakal ada orang dan dirinya bisa cepat menemui istrinya.
"Assalamualaikum." Ucap Alvan dengan sopannya
"Waalaikumsalam, kurir ya mas?" Tanya lelaki penjaga gerbang itu guna memastikan
Alvan mengumpat dalam hati. Masa udah ganteng gini dibilang kurir.
"Bukan, saya mau bertemu seseorang. Bisa tolong panggilkan? atau saya saja yang masuk?"
"Atas nama siapa mas?" Tanya lelaki berseragam satpam tersebut.
"Aranaima Salsabila."
"Santri putri? Anda ingin bertemu dengan santri yang bukan mahram?" Tanya satpam tersebut penuh curiga. Karena ia sudah berpengalaman banyak hal tentang lelaki yang mengaku saudaranya ternyata pacarnya. "Kamu siapanya? Saudaranya?" Tanyanya
"Saya temannya." Balas Alvan enteng. Bangsat emang. Ya kali istri sendiri disebut teman
"Pulang! Pesantren mela-"
"Teman hidup maksudnya." Potong Alvan
"Halah! Jajan masih minta orang tua mau berlagak temui anak orang. Sekarang lebih baik kamu pulang!" Usir satpam itu
Alvan yang disamakan dengan anak SD merasa sangat tidak terima, dari SMA dirinya sudah mulai cari uang sendiri bahkan sampai sekarang ia berhasil mendirikan perusahaan pertambangan.
Alvan menyodorkan beberapa kartu atm-nya, bahkan Alvan juga menyodorkan black card ke arah satpam itu. Seketika satpam itu menelan salivanya susah payah ketika melihat beberapa macam kartu di depannya.
"Uang orang tua aja bangga! Sek-"
"Saya nggak punya bapak, ibu saya sakit dan saya anak tunggal. Otomatis saya kerja cari uang sendiri." Sahut Alvan. "Bisa saya bertemu istri saya? Istri saya demam dari kemarin. Jika bapak tidak mengizinkan, biar saya masuk." Lanjutnya
"Kalau kamu yakin berkeluarga, kenapa tidak dirumah saja dan tidak perlu ke pesantren lagi?"
"Satpam kebanyakan bacot!" Sungut Alvan yang setelah itu langsung masuk tanpa menunggu persetujuan dari satpam
Begitu masuk, dirinya berpapasan dengan putra pemilik yayasan pondok pesantren ini yakni Abizar. Abizar nampak kaget begitu melihat Alvan namun, dengan sopannya Abizar mengobrol dengan Alvan meski dengan seputar pertanyaan.
"Ad perlu ap-"
"Panggilin istri gue." Sahut Alvan tak mau menatap
"Ada perlu ap-"
"Istri gue sakit. Gue mau temui istri gue."
"Sakit?" Ulang Abizar, rautnya sangat terlihat jika Abizar ikut cemas dan khawatir ketika mendengar Ana sakit.
"Khawatir ya? Sayangnya lo cuma bisa doain Ana dan gue bisa peluk istri gue sampai sembuh."
"Tunggu sebentar, saya panggilkan Ana."
🍃🍃🍃
"Lho A', kok beneran kesini?"
Tanpa menunggu, Alvan langsung menarik Ana ke dalam dekapannya. Mengecupnya berkali-kali, membiarkan Abizar menonton semuanya.
"Kalau sakit bilang Aa', sayang. Kalau kamu kasih tahu Abah, Aa' mana bisa tahu kalau kamu sakit." Ujar Alvan. Tangannya terulur untuk mengecek kening Ana.
"Udah sembuh kok A'." Balas Ana dengan melepas pelukan suaminya. Merasa tidak enak jika ada yang mengawasi setiap gerak geriknya.
"Bohong, orang masih panas gini. Perlu Aa' bawa ke dokter, sayang?"
"Nggak perlu A'. Ana cuma kecapean kok. Doain Ana ya, tiga bulan ke depan bisa selesai target dan bisa lulus tahun depan."
"Iya, biar tahun depan bisa fokus sama keluarga. Nggak pernah istirahat malam ya sampai kantong mata begitu? Mukanya pucat pasti kurang istirahat. Badan juga sedikit kurusan. Nggak pernah makan apa diet?"
Beberapa pertanyaan seperti beribu-ribu pertanyaan untuk Ana. Ana bingung sendiri menjawab pertanyaan dari suaminya. Terlebih nya lagi Ana merasa tidak nyaman ketika harus ditunggu oleh Gus abizar.
"Sudah dua puluh menit, kamu kembali ke pesantren dan kamu harus segera pulang karena ini bukan jadwal penjemputan santri. Kalian saya perbolehkan bertemu karena kalian suami istri." ujar Abizar
"Lah anjir! Istri gue sakit masa iya gue biarin dia ngerasa sakitnya sendiri." Sahut Alvan tidak terima
"Apakah anda tidak malu jika berkata kasar alias toxic di depan sang istri?" Tanya Abizar benar-benar mengumpan emosi Alvan
"Nggak. Ana kalem gue toxic. Berarti saling melengkapi. Setidaknya gue nggak munafik, yang menyembunyikan seribu kekurangan demi menunjukkan satu kebaikan." Balas Alvan berusaha menahan diri untuk tidak tersulut emosi
"Aa' udah. Lebih baik sekarang Aa' pulang, makasih karena udah cemas dan khawatir pada Ana tapi, keadaan Ana sudah membaik kok." Ujar Ana
"kamu sakit Na. Aa' kepi-"
"Dia santri saya, sudah kewajiban saya untuk mengkhawatirkan keadaan santri-santri saya. Lebih baik kamu pulang, jika Ana masih sakit biar saya bawa ke dokter." Sahut gus Abizar menegaskan pada Alvan.
"Anjing! Gue ini suaminya, nggak akan biarin siapapun modus sama istri gue!"
"Afwan, gus. Saya bisa ke dokter bersama santri putri yang lain." Ujar Ana yang setelah itu menghadap kearah suaminya. "Aa' pulang, ya. Nggak akan lama kok, Ana pasti pulang." Lanjutnya yang setelah itu langsung meraih tangan kekar milik Alvan untuk ia cium punggung tangannya.