Alina, seorang gadis lugu yang dijebak kemudian dijual kepada seorang laki-laki yang tidak ia kenali, oleh sahabatnya sendiri.
Hanya karena kesalahan pahaman yang begitu sepele, Imelda, sahabat yang sudah seperti saudaranya itu, menawarkan keperawanan Alina ke sebuah situs online dan akhirnya dibeli oleh seorang laki-laki misterius.
Hingga akhirnya kemalangan bertubi-tubi menghampiri Alina. Ia dinyatakan positif hamil dan seluruh orang mulai mempertanyakan siapa ayah dari bayi yang sedang ia kandung.
Sedangkan Alina sendiri tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Karena di malam naas itu ia dalam keadaan tidak sadarkan diri akibat pengaruh obat bius yang diberikan oleh Imelda.
Bagaimana perjuangan seorang Alina mempertahankan kehamilannya ditengah cemoohan seluruh warga. Dan apakah dia berhasil menemukan lelaki misterius yang merupakan ayah kandung dari bayinya?
Yukk ... ikutin ceritanya hanya di My Baby's Daddy
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemui Imelda
Alina mencoba bangkit dengan tertatih-tatih. Perlahan ia turun dari tempat tidur kemudian bersujud di kaki Bu Nadia sambil terisak.
"Bu, maafkan Alina. Ini semua terjadi bukan karena keinginan Alina, Bu. Semuanya terjadi karena ...." Alina menengadah, menatap sang Ibu yang masih tidak mempedulikannya.
"Karena apa? Karena kamu ingin menyelamatkan nyawa Ibu, iya? Lebih baik kamu biarkan Ibu mati, Alina. Dari pada kamu gunakan uang haram itu untuk membiayai pengobatan Ibu. Kamu sudah memasukkan uang harammu itu ke tubuh Ibu dan Ibu tidak rela, Alina!" jerit Bu Nadia dengan air mata berderai.
Bu Nadia menarik kakinya dengan kasar kemudian menatap Alina dengan wajah memerah. "Dan sekarang apalagi ini!? Sebentar lagi kamu akan menjadi seorang Ibu muda hasil dari perbuatanmu yang menjijikkan itu! Aku tidak sudi mengakuinya sebagai cucuku, Alina! Tidak sudi, sebelum lelaki yang menghamilimu bertanggung jawab paling tidak untuk anak itu!"
Bu Nadia melenggang pergi dengan tergopoh-gopoh menuju kamarnya. Ia menutup pintu kamar tersebut kemudian menguncinya dari dalam. Sementara Alina hanya bisa menangis dan meratapi nasib. Ia menyentuh perutnya kemudian memukul perut itu berkali-kali.
"Aku benci! Aku benci! Aku benci!"
Cukup lama gadis itu terisak di lantai kamar sambil berpikir keras. Memikirkan ucapan sang Ibu yang ingin meminta pertanggung jawaban kepada lelaki yang sudah menanamkan benih di rahimnya.
"Bagaimana caranya agar aku bisa menemui Om itu? Aku bahkan tidak tahu siapa dan di mana Om itu tinggal. Apa aku harus menemui Imelda? Karena aku yakin dia tahu semua tentang lelaki tua yang sudah menghamiliku," gumam Alina.
Alina mencoba bangkit kemudian berjalan sambil berpegangan di dinding rumahnya menuju kamar Sang Ibu. Beberapa kali Alina mengetuk pintu kamar Bu Nadia, tetapi tak terdengar sedikitpun jawaban dari wanita itu.
"Bu, bukalah pintunya. Dengarkan penjelasan Alina, Bu."
Kamar itu tetap hening, tak terdengar jawaban dari Bu Nadia dari dalam kamar. Alina bersandar di daun pintu sambil terus memanggil Ibunya. Walaupun ia tahu bahwa usahanya saat itu hanya sia-sia saja.
"Bu ... bukalah pintunya! Alina ingin bicara sama Ibu," lirihnya lagi.
Karena sang Ibu tidak juga memberikan kesempatan kepada Alina untuk menjelaskan semuanya, gadis itu pun akhirnya memilih pergi. Ia kembali ke kamar kemudian mengambil jaket serta tas ranselnya.
"Aku harus menemui Imelda! Aku yakin dia pasti tahu siapa dan di mana alamat Om itu," gumamnya.
Walaupun dengan kondisi kesehatan yang buruk, hal itu tidak menyurutkan semangat Alina untuk mencari tahu siapa Ayah dari bayi yang sedang tumbuh di rahimnya.
"Ok, Bayi! Bantu aku, kita cari tahu siapa sebenarnya Ayahmu," gumamnya sambil menepuk perutnya pelan
"Tapi ... bagaimana jika Om itu tidak mau bertanggung jawab padaku? Karena pada malam itu dia sudah membayarku dan uangnya pun sudah habis aku gunakan untuk biaya rumah sakit dan modal jualan Ibu." Alina kembali menjatuhkan diri di atas tempat tidur dan mengusap wajahnya dengan kasar.
Alina terdiam sejenak, wajahnya yang sudah kusut sekarang malah bertambah kusut setelah berbagai macam masalah yang menimpanya tanpa henti, hari ini.
Setelah menghembuskan napas berat, Alina pun akhirnya memutuskan untuk tetap menemui Imelda. Ia ingin meminta pertanggung jawaban dari Imelda dan juga lelaki yang sudah menghamilinya.
Sebelum pergi, Alina kembali menghampiri pintu kamar Bu Nadia kemudian mengetuk pintu tersebut untuk kesekian kalinya.
"Bu ...." Masih seperti tadi, tak terdengar suara apapun dari kamar Bu Nadia.
Alina kembali melangkahkan kakinya keluar dari rumah. Ia memperhatikan sekeliling dan mencari keberadaan tukang ojek yang tadi mangkal tak jauh dari rumahnya.
Namun, bukannya tukang ojek yang Alina temukan. Melainkan tetangga-tetangga julid yang mulai menggosipkan dirinya. Bahkan ada di antara mereka yang dengan sengaja menyindir-nyindir tentang kehamilannya.
"Aduh, Bu! Jaman sekarang harus lebih hati-hati lagi jaga anak perempuan. Bisa saja 'kan terlihat kalem dan polos, eh tahunya hamil duluan," ucap salah satu dari mereka yang dengan sengaja menyindir Alina.
Alina kebingungan mendengar ucapan Ibu-Ibu tersebut. Apalagi tatapan mereka masih saja tertuju kepadanya.
"Apakah Ibu-Ibu itu menyindirku? Tapi, dari mana mereka tahu bahwa aku tengah mengandung?" batin Alina, masih memperhatikan gerak-gerik para tetangganya yang begitu mencurigakan.
Semakin diperhatikan, semakin tajam kata-kata mereka menyindir Alina. Alina tidak sanggup lagi mendengarnya dan memilih pergi dari tempat itu.
Dengan langkah kaki yang masih lemah, Alina menelusuri jalan menuju kediaman Imelda sembari mencari tukang ojek yang bisa mengantarkannya.
Beruntung Alina menemukan tukang ojek yang baru saja selesai mengantarkan penumpangnya. Alina menghampiri tukang ojek tersebut, kemudian meminta lelaki itu untuk mengantarkan ke kediaman Imelda dan tukang ojek pun bersedia mengantarkan gadis itu.
Tidak butuh waktu lama, kini gadis itu sudah berdiri di depan pagar rumah Imelda. Setelah membayar tukang ojek, Alina pun segera meminta izin masuk kepada Security yang sedang berjaga di kediaman Imelda.
"Tunggu sebentar di sini, biar saya kasih tahu Nona Imelda-nya dulu," ucap Security.
"Baiklah." Alina pun menunggu di sana dan berharap Imelda bersedia menemuinya.
Cukup lama Alina menunggu, hingga akhirnya Imelda muncul bersama Security. Imelda menatap sinis kepada Alina seraya melangkah menghampiri pintu pagar rumahnya.
"Ada apa lagi, Alina?" tanya Imelda sembari menyilangkan tangannya ke dada.
"Biarkan aku masuk, Imelda! Aku ingin bicara padamu dan ini sangat penting!" tegas Alina.
"Penting untukmu tapi tidak untukku, ya 'kan?" Imelda berbalik kemudian kembali melangkahkan kaki menuju rumahnya.
"Kumohon, Imelda! Kumohon ...." lirih Alina.
Imelda kembali tersenyum sinis kemudian membalikkan badannya menghadap Alina yang masih berdiri sambil berpegangan di pagar rumahnya.
"Memohonlah, Alina! Memohonlah dengan benar," ucap Imelda sambil tersenyum licik.
...***...