Cerita Mengenai Para Siswa SMA Jepang yang terpanggil ke dunia lain sebagai pahlawan, namun Zetsuya dikeluarkan karena dia dianggap memiliki role yang tidak berguna. Cerita ini mengikuti dua POV, yaitu Zetsuya dan Anggota Party Pahlawan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A.K. Amrullah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kota Indah, Hexagonia
Setelah perjalanan tiga hari dari Eldoria, Zetsuya dan Reina akhirnya tiba di Hexagonia, kota megah yang dikelilingi tembok berbentuk heksagon raksasa. Jalan-jalannya lebar, bangunan-bangunannya simetris dan kokoh, dan di pusat kota berdiri kastil biru megah: kediaman keluarga Duke Randy Hexagonia.
Begitu sampai di gerbang kota, Felicia Clover langsung melambaikan tangan.
“Aku ada urusan dulu~. Kita bertemu nanti, sayang,” ucapnya sambil tersenyum menggoda.
Zetsuya hanya mendesah pelan. Reina meliriknya dengan ekspresi yang jelas-jelas tidak suka.
“Jaga jarak dari wanita seperti itu,” ucap Reina tajam.
“Santai. Dia tidak berbahaya… kurasa,” jawab Zetsuya dengan senyum tipis.
Reina menghela napas panjang, tapi memilih tidak memperpanjang.
Begitu memasuki kastil, para ksatria berbaju zirah perak langsung bersikap hormat saat Reina memperkenalkan diri. Mereka masuk ke aula pertemuan yang luas, dan di sana Duke Randy Hexagonia, pria gagah berusia lima puluhan dengan janggut rapi dan sorot mata penuh wibawa, menyambut mereka dengan tawa lebar.
“Putriku! Kau akhirnya kembali!”
Reina membalasnya dengan anggukan sopan sebelum Duke itu menatap Zetsuya.
“Dan ini pasti Tuan Zetsuya.”
“Senang bertemu, Duke Hexagonia,” jawab Zetsuya dengan gaya santai khasnya.
Duke Randy tertawa. “Kau tidak perlu terlalu formal. Aku sudah mendengar banyak dari Reina. Dan sabunmu… luar biasa. Benar-benar barang revolusioner.”
“Saya hanya mencoba bisnis kecil-kecilan,” balas Zetsuya merendah.
“Bisnis kecil? Ha! Sabun semacam itu bisa mengubah pasar kota ini.” Duke mencondongkan badan. “Aku ingin kau membuka cabang di Hexagonia.”
Reina sampai terbelalak. “Ayah serius?”
“Tentu saja.” Randy tersenyum puas. “Banyak bangsawan dan pedagang kaya di sini. Barang Zetsuya pasti laris.”
Zetsuya mengangguk perlahan. “Menarik. Tapi modalnya tidak kecil.”
“Serahkan padaku. Aku akan menyediakan bangunan gratis. Syaratku hanya…”
Randy mengangkat satu jari.
“Sepuluh batang sabun.”
Zetsuya hampir tertawa. Dia lalu mengeluarkan 30 batang sekaligus dari inventory dan meletakkannya di meja.
“Ini 30 batang. Anggap saja ucapan terima kasih.”
Reina dan Randy sama-sama tercengang.
“Baiklah… kau cukup licik dan tahu cara membangun hubungan,” ujar Randy sambil tertawa. “Mulai sekarang kau berada di bawah perlindunganku.”
Reina menatap Zetsuya, suaranya lembut namun jelas mengandung kekaguman. “Kau selalu tahu bagaimana memanfaatkan peluang.”
“Itu seni berdagang,” jawab Zetsuya sambil mengangkat bahu.
Duke Randy kembali bersuara, nada suaranya lebih resmi.
“Reina, temani Zetsuya mengurus beberapa hal penting. Patenkan sabunnya di Asosiasi Dagang. Daftarkan bisnisnya. Dan ambil hadiah bounty untuk pembasmian Sindikat Bandit Holstein. Tiga ratus gold. Cukup besar.”
Zetsuya hampir ingin bersiul. Jackpot.
Reina mengangguk sopan. “Baik, Ayah. Aku akan menangani semuanya.”
“Oh, dan satu lagi,” tambah Duke Randy.
“Bangunan untuk toko sudah kusiapkan di distrik barat. Dekat Asosiasi Petualang dan Asosiasi Dagang.”
Zetsuya sampai mengangkat kedua alis. “Serius? Dekat dua tempat itu? Wah… ini benar-benar jackpot.”
Reina tersenyum kecil. “Ayah tahu cara membuat bisnis berkembang.”
Duke Randy tertawa puas. “Nah, pergilah. Manfaatkan kesempatan ini baik-baik.”
Zetsuya dan Reina pun meninggalkan kastil dengan langkah penuh semangat. Tujuan mereka: Asosiasi Dagang, Asosiasi Petualang, dan tentu saja, calon toko baru Zetsuya.
Asosiasi Dagang Hexagonia berdiri megah dengan pilar-pilar marmer biru dan lambang timbangan emas yang menyala terkena cahaya siang. Begitu Zetsuya dan Reina masuk, suasana langsung terasa sibuk: pedagang mondar-mandir sambil membawa gulungan kontrak, para staf mengetik cepat di kristal arsip, dan suara penawaran harga terdengar dari segala arah.
Tapi begitu Reina masuk…
“Selamat datang, Lady Reina!”
Semua staf langsung menundukkan kepala. Para pedagang pun bergerak memberi ruang, seolah sang putri bangsawan membawa aura yang memaksa orang taat secara otomatis.
Di meja resepsionis, seorang wanita muda berambut coklat pendek, berkacamata tipis, dan berpenampilan sangat rapi berdiri tegak sambil tersenyum sopan.
“Selamat datang di Asosiasi Dagang, Lady Reina. Ada yang bisa kami bantu hari ini?” suaranya halus, tapi jelas penuh rasa hormat.
Reina tersenyum tipis dan menoleh ke samping.
“Aku ingin mendaftarkan bisnis baru. Pemiliknya adalah dia, Tuan Zetsuya.”
Resepsionis itu mengikuti arah jari Reina… dan matanya langsung sedikit membesar.
Zetsuya berdiri di sana memakai baju rakyat biasa yang warnanya hampir pudar, celana kain lusuh, dan kacamata yang membuatnya terlihat seperti orang kere yang tersesat. Wajahnya biasa saja, bukan tipe tampan bangsawan yang sering datang ke asosiasi.
Resepsionis itu sempat tersenyum canggung. Sangat jelas dia menilai Zetsuya dari atas sampai bawah.
“Ah… begitu. Baik.”
Nada sopannya tetap ada, tapi sorot meremehkannya tidak bisa disembunyikan.
Kalau bukan karena Reina berdiri di samping, kemungkinan besar dia akan mengusir Zetsuya halus-halus.
Dia mengambil formulir dan menyerahkannya.
“Silakan isi ini, Tuan… Zetsuya.”
Nada Tuan itu tipis banget.
Zetsuya hanya mengangguk sambil berpikir, ‘Ya ampun… aku kelihatan miskin banget, ya?’
Dia mengisi formulir dengan tulisan yang rapi dan tegas:
Nama Toko: Z-Store
Jenis Usaha: Toko Serba Ada
Deskripsi: Menyediakan berbagai kebutuhan sehari-hari dengan harga bersaing.
Setelah selesai, dia menyerahkannya kembali.
Resepsionis membaca cepat, matanya sedikit terangkat begitu melihat tulisan bagus dan deskripsinya yang terstruktur.
“Oh… tulisannya rapi sekali,” gumamnya, sedikit terkejut.
Tapi dia tetap menjaga sikap profesional.
“Toko serba ada, ya? Anda akan menjual kebutuhan pokok?”
Zetsuya tersenyum santai.
“Betul. Apa pun yang dibutuhkan masyarakat, itu yang akan saya sediakan.”
Resepsionis mengangguk, mencatat sesuatu, lalu mengambil stempel emas dan cap! menekannya di dokumen.
“Baik, pendaftaran bisnis disetujui. Biaya administrasi satu Gold.”
Reina langsung merogoh kantong kecilnya dan meletakkan satu koin emas di meja.
Zetsuya memandangnya. “Aku bisa bayar sendiri, lho.”
Reina tersenyum manis. “Biarkan saja. Anggap ini investasi kecil dariku… untuk masa depanmu.”
Resepsionis hampir tersedak ludah.
‘Masa depan? Dengan orang ini?’
Dia jelas bingung, tapi tidak berani berkomentar.
“Baiklah,” ucap resepsionis sambil mengambil koin itu. “Dengan ini Z-Store telah terdaftar sebagai bisnis resmi Hexagonia. Selanjutnya… apakah Anda ingin mendaftarkan paten untuk produk tertentu?”
“Ya. Sabun,” jawab Zetsuya tanpa ragu.
Resepsionis membuka laci khusus dan mengambil formulir tambahan.
“Biaya hak paten lima Gold. Dengan ini produk Anda tidak dapat ditiru atau diproduksi ulang oleh pedagang lain tanpa izin.”
Zetsuya membayar lima Gold tanpa ragu.
Resepsionis itu sempat terkejut lagi.
‘Lho? Kok bisa bayar segampang itu? Dia bukan… miskin?’
Ia menatap Zetsuya lebih lama, seolah baru sadar dia mungkin bukan rakyat jelata sembarangan.
Setelah semua proses selesai, dia menyerahkan dua gulungan dokumen lengkap dengan segel emas asli.
“Selamat, Tuan Zetsuya. Bisnis Anda resmi terdaftar, dan produk sabun Anda kini sah secara hukum sebagai hak paten pribadi. Anda bisa beroperasi kapan saja.”
Zetsuya mengambil dua gulungan itu dan menyunggingkan senyum puas.
“Ini langkah pertama menuju dominasi pasar,” ucapnya santai.
Resepsionis akhirnya tersenyum kecil—kali ini tanpa meremehkan.
“Semoga bisnis Anda sukses, Tuan Zetsuya.”
Reina hanya menatapnya dengan wajah anggun bercampur sedikit bangga.
“Langkah selanjutnya: Asosiasi Petualang.”
Zetsuya mengangguk.
“Let’s go.”
Begitu Zetsuya dan Reina melangkah masuk ke Asosiasi Petualang Hexagonia, atmosfernya langsung berubah total dari Asosiasi Dagang sebelumnya. Ruangan luas itu dipenuhi orang-orang besar, secara literal. Ada yang membawa greatsword selebar pintu, ada yang berotot seperti gorila, dan ada penyihir berjubah tebal yang aura mananya sampai bikin udara bergetar.
Nyaris semua petualang berhenti melirik sebentar.
Lalu… mulai terdengar komentar-komentar pedas.
“Heh? Anak kurus pakai kacamata?”
“Ini tempat petualang, bukan tempat murid akademi nyasar.”
“Tuh bajunya… rakyat kelas tiga. Salah pintu paling.”
Tawa meledak dari meja pojok. Bahkan beberapa petualang wanita ikut nyinyir.
“Kalau mau masuk sini, minimal punya otot atau wajah meyakinkan. Bukan muka culun begitu.”
“Bajunya jelek banget, sumpah.”
Reina mengangkat satu alis, kesal.
Zetsuya? Tetap datar. Seakan komentar mereka hanyalah angin lewat.
Tanpa peduli tatapan meremehkan itu, Zetsuya berjalan ke meja resepsionis. Di balik meja berdiri seorang wanita muda berambut bob pendek, tampak cukup profesional, meski matanya jelas memandang Zetsuya dari ujung kepala sampai kaki dengan ekspresi:
“Yakin nih?”
“Selamat datang,” kata resepsionis itu dengan suara sopan tapi dingin. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?”
Zetsuya mengeluarkan gulungan dokumen dan menaruhnya di meja.
“Aku datang untuk mengambil hadiah buronan. Sindikat Bandit Holstein sudah selesai.”
Suara ruangan mendadak mati.
Lalu serentak, meledak tawa.
“HA! Bocah ini ngarang!”
“Holstein itu sindikat gede! Satu pasukan butuh seminggu buat ngabisin mereka!”
“Lucu juga kau, Nak.”
Bahkan seorang penyihir tua tertawa sambil menepuk-nepuk dadanya.
Reina tetap diam, tapi senyumnya sedikit sinis.
Zetsuya? Dia hanya menarik napas santai, lalu mengaktifkan skillnya dalam hati.
[Inventory – Open]
Udara di depannya bergetar seperti kaca yang retak. Lalu plop! sebuah kantong kulit besar dengan simbol darah tiba-tiba muncul di udara dan jebruk! jatuh ke meja resepsionis.
Semua suara berhenti.
Aroma besi dan darah langsung menyebar dalam hitungan detik. Beberapa petualang refleks menutup hidung.
Resepsionis membeku.
Dengan tangan gemetar, dia membuka kantong itu sedikit, dan begitu terlihat isi dalamnya…
Dia langsung mundur selangkah sambil menahan napas.
Di dalamnya ada kepala manusia, banyak.
Mata beberapa kepala masih terbuka, dan salah satunya memiliki tato Holstein di pipinya.
Tatapan meremehkan para petualang menghilang. Berganti shock.
“Sial…”
“Itu… Rog Holstein?”
“Dia beneran ngebantai semua kepala bandit itu?”
“Bajingan, dia bukan orang biasa!”
Zetsuya menyandarkan siku ke meja, tone santai banget seolah baru habis menyerahkan sayuran di pasar.
“Jadi, hadiahnya bisa diproses sekarang?”
Di saat bersamaan, pintu kantor utama terbuka keras.
Seorang pria besar dengan janggut lebat dan armor ringan keluar, Garron Valtz, Ketua Asosiasi Petualang Hexagonia.
“Ada keributan apa...?!”
Dia terhenti melihat kepala-kepala itu.
Lalu matanya perlahan beralih ke Zetsuya.
“Aku tak menyangka Holstein benar-benar tumbang… dan lebih tak masuk akal lagi: pelakunya seorang merchant.”
Suasana ruangan kini sangat senyap hingga napas pun terdengar.
Garron menatap Zetsuya lama, tatapan evaluasi seorang veteran perang.
“Bagaimana caranya kau membabat habis salah satu sindikat paling brutal di wilayah ini?”
Zetsuya mengangkat bahu santai.
“Aku tidak sendiri. Rekanku seorang penyihir yang sangat kuat. Setengahnya dia yang bereskan, setengahnya aku.”
Garron mengangkat satu alis.
“Setengahnya kau?”
Zetsuya tersenyum tipis. “Aku nggak punya otot seperti mereka, tapi aku punya alat. Dan cara bertarungku… sedikit berbeda.”
Reina di sampingnya hanya menyeringai kecil.
Dia tahu “alat” itu adalah senjata yang tidak ada di dunia ini.
Resepsionis akhirnya mengumpulkan keberanian.
“Verifikasi lengkap… Ini cocok dengan laporan buronan. Reward: 300 Gold.”
Garron menghela napas, lalu tersenyum tipis.
“Baiklah. Kau baru saja mempermalukan separuh petualang di ruangan ini.”
Dia menepuk pundak Zetsuya.
“Kalau suatu hari kau berubah pikiran dan ingin menjadi petualang, aku pribadi akan menerimamu. Aku ingin lihat sendiri cara bertarungmu.”
Zetsuya menerima kantong 300 Gold dan memasukkannya ke Inventory, dengan efek cahaya kecil yang membuat beberapa petualang terpana lagi.
Inventory itu kekuatan yang jarang, dan mereka baru sadar:
Zetsuya… bukan orang sembarangan.
Zetsuya hanya tertawa kecil.
“Terima kasih. Tapi aku lebih suka tetap jadi orang biasa.”
Kini, bukannya diremehkan, seluruh ruangan menatapnya dengan rasa hormat bercampur ngeri.
Aula utama Asosiasi Petualang masih ramai saat Zetsuya menerima kantong besar berisi 300 Gold dari Garron.
Petualang-petualang di sekelilingnya melongo, ini merchant yang katanya membantai Sindikat Holstein?
Zetsuya baru selesai mengikat kantong emas itu ketika...
BRAAAK!
Pintu utama terbanting keras.
Semua menoleh.
Seorang pria raksasa dengan armor hitam dan jubah merah darah masuk.
Rambut coklat gelap pendek, luka panjang di pipinya, dan lencana Rank Gold di dadanya, berkilau seperti ancaman.
Bob dari Black Stronghold.
Dia berjalan seperti tank hidup, dan setiap langkahnya membuat lantai bergetar.
Suara beratnya menggema:
“Jadi ini… merchant yang membantai Holstein? Haha… jangan bercanda. Kau cuma penipu sampah.”
Zetsuya menutup kantong emas, nada suaranya malas.
“Terus? Mau apa?”
Bob mencengkeram pedang raksasanya, Gravemaw.
Pedang besar, tebal, berat, model greatsword super barbarian.
“Aku menantangmu duel. Orang rendahan sepertimu butuh diajari realita.”
Sorakan langsung terdengar:
“Merchant itu mampus!”
“Bob bakal patahin tulangnya!”
“Hajar!”
Zetsuya hanya menggumam ringan:
“Hadiah?”
Bob terkejut sejenak, lalu tertawa kasar.
“Kalau aku menang, kau akui kau cuma penipu sampah.
Kalau kau menang… 10 Gold.”
Zetsuya:
“Lumayan. Beli makan seminggu.”
Reina menatap langit-langit. “Astaga…”
Arena latihan belakang dipenuhi petualang yang berdesakan.
Bob berdiri di tengah arena, monster hidup.
Zetsuya berdiri santai, seperti orang yang nunggu angkot.
Garron mengangkat tangan.
“BERSIAP…”
Bob menurunkan tubuhnya.
Gravemaw siap diayunkan.
“Mulai!”
Bob menerjang.
Bunyinya seperti dinding runtuh.
Pedang Gravemaw turun vertikal,
penuh kekuatan, kecepatan lumayan, dan mematikan.
Tapi Zetsuya…
hanya geser setengah langkah ke samping.
WUSSH!
Tanah di tempat dia berdiri retak terbelah.
Penonton teriak:
“CABUTNYA CEPET!!”
“Bob gak kena?!”
Bob mencabut Gravemaw dari lantai dan mengayun horizontal.
Tapi gerakan itu lambat.
Berat.
Kasar.
Zetsuya mundur sedikit, tubuhnya miring seperti atlet parkour, pedang besar itu melintas hanya beberapa centimeter dari bajunya.
Bob menggeram.
“BERHENTI BERLARI, MERCHANT!!!”
Zetsuya menepuk dagunya, santai.
“Badan gede… pedang gede… stamina bocor.”
Zetsuya meraih revolvernya.
Bob buru-buru mengangkat pedang sebagai tameng.
Bang!
Peluru memantul dari baja Gravemaw.
Bob menahan mundurnya, tapi tetap goyah.
“Senjata sampah itu gak bakal...”
Bang! Bang! Bang!
Tiga tembakan beruntun.
Bob memblokir semuanya,
tapi setiap blok membuat tangannya makin kebas.
Garron berseru pelan, “Anak itu… timing-nya sempurna.”
Bob menginjak lantai, DOOM!
Dia meledak ke depan seperti banteng.
Zetsuya terkejut sedikit, tapi justru tersenyum.
“Oho? Lumayan.”
Bob mengayunkan Gravemaw dari bawah ke atas, uppercut pedang raksasa.
Zetsuya melompat ke samping, mendarat, lalu berlari zigzag.
Gerakannya cekatan dan sulit ditebak, insting murni.
Bob berusaha mengejar, tapi setiap ayunan pedangnya makan 1–2 detik gerakan karena beratnya.
Reina menghela napas.
“Bob kuat… tapi gerakannya terlalu telegraphed.”
Zetsuya berhenti di jarak sekitar 12 meter.
Jarak yang pas untuk skill-nya:
Zoom Aim.
Bukan efek visual.
Bukan slow motion.
Tapi…
Intuisinya meningkat. Fokusnya mengerucut. Sudut tembaknya jadi sempurna.
Ia tahu ke mana arah recoil, seberapa kuat dorongan shotgun, dan titik lemah armor Bob.
Zetsuya mengeluarkan shotgun modern.
Desain yang sama dengan yang ada di game fps yang Zetsuya dulu sering mainkan.
Sama sekali tidak cocok dengan dunia ini.
Penonton histeris.
“Apa itu?!”
“Senjata apa itu?!”
“Mana bisa itu legal?!”
Bob memaki, “HAH!? Senjata apa lagi itu?!”
Zetsuya mengokang.
KRACK...CHAK.
BRUAAAK!!
Bob mengangkat Gravemaw sebagai tameng
dan berhasil menahan, tapi dorongannya luar biasa.
Bob terdorong mundur 3 langkah.
Armor depan penyok.
Tangan kirinya bergetar.
Penonton melongo.
“Dia… MENAHAN serangan itu?!”
“Itu Gold Rank power!”
Bob meraung.
“AKU BELUM SELESAI!!”
Dia menyerang dengan gerakan paling cepat yang dia punya,
ayunan besar melintasi udara.
Zetsuya sudah membaca semuanya.
Dia melompat mundur sekali.
Mengangkat shotgun.
Membidik.
Zoom Aim mengarahkan intuisi tembakannya secara sempurna.
BOOM.
Peluru menghantam armor bahu Bob, tidak menembus, tapi mengguncang tubuhnya kuat sekali.
Bob kehilangan keseimbangan.
Zetsuya sudah siap.
Revolver keluar.
Peluru ditembakkan ke kaki kiri Bob, area yang tidak ter-cover armor penuh.
Bang!
Bob jatuh berlutut.
Gravemaw menancap ke lantai.
Bob terengah-engah, tapi tidak pingsan.
Masih hidup, tapi jelas kalah.
Garron mengangkat tangan.
“Pemenangnya... ZETSUYA!!!”
Penonton meledak.
“GILA!!”
“Itu merchant? Itu monster!”
“Senjatanya aneh tapi kuat banget!”
Bob menunduk, terengah, tapi tetap seorang petarung sejati.
“…Merchant… kau kuat… sangat kuat…”
Zetsuya menyimpan senjatanya dan menjulurkan tangan.
“10 Gold.”
Bob memberikan 10 Gold ke Zetsuya.
Mereka Kemudian Keluar dari asosiasi petualang menuju distrik barat...