Wira adalah anak kecil berusia sebelas tahun yang kehilangan segalanya, keluarga kecilnya di bantai oleh seseorang hanya karena penghianatan yang di lakukan oleh ayahnya.
dalam pembantaian itu hanya Wira yang berhasil selamat karena tubuhnya di lempar ibunya ke jurang yang berada di hutan alas Roban, siapa sangka di saat yang bersamaan di hutan tersebut sedang terjadi perebutan artefak peninggalan Pendekar Kuat zaman dahulu bernama Wira Gendeng.
bagaimana kisah wira selanjutnya? akankah dia mampu membalaskan kematian keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nenek Pakande Bergerak
**
Lastri terlihat berjalan seorang diri di jalan desa Durenombo, dia terlihat berjalan sembari menggerutu.
"Sialan! Apakah memang benar bukan Saroh yang menyebabkan hilangnya anak anak itu?" Tanya Lastri dalam hatinya.
Tanpa di sadari Lastri terlihat Wira berjalan dari kejauhan dengan mata kiri yang mengeluarkan siluet hitam, terlihat juga tangan kiri Wira sedikit tumbuh bulu bulu hitam.
Grr!!
Tanpa Wira sadari ia menggeram layaknya seekor hewan buas.
Namun sebelum Wira mendekati Lastri tiba tiba seorang wanita cantik terlihat berlari menuju ke Arah Wira, Wira yang menyadari kehadiran seseorang langsung menyimpan kembali kekuatannya.
"Hai nak.." panggil wanita itu kepada Wira yang berdiri di depannya, "apakah kamu mau uang?" Siapa sangka wanita cantik yang tidak lain tidak bukan adalah Suanggi langsung mengeluarkan uang ratusan ribu.
Wira memandangi curiga wanita di depannya, Wira yang sekarang bukanlah Wira yang dahulu yang sangat polos dan cengeng, setelah berteman dengan Owo wira kini menyadari bahwa ada darah pendekar yang mengalir di dalam tubuhnya.
"Wanita tua ini mencurigakan.. apakah tahu maksud dari wanita ini, Owe?" Tanya Wira dalam hatinya.
"Aku tidak mengetahui apa yang di rencanakan wanita tua itu tuan, namun aku sudah sering melihat kejadian ini di masa lampau, seorang orang dewasa memberikan harta kepada anak kecil agar anak kecil itu mau ikut bersamanya, mungkin ini yang di sebut penculikan...
Saran aku lebih baik Tuan ikuti saja permainan wanita tua ini, mungkin saja wanita ini ada kaitannya dengan anak anak kecil yang akhir akhir ini hilang." Ucap Owo.
Wira menganggukan kepalanya, "kau benar Owo, pasti wanita ini ada kaitannya dengan hilangnya anak anak kecil itu." Jawab Wira.
Suanggi terlihat sedikit kesal ketika anak kecil di depannya ini sama sekali tidak menjawab dan hanya memandangnya saja, "menjijikan! Masih kecil saja sudah memiliki tatapan seperti buaya darat. Sebenarnya apa yang Saroh ajarkan kepada anak ini? Apakah Saroh mengajari anak ini agar menjadi manusia mesum?" Tanya Suanggi dalam hatinya.
Kemudian Suanggi berucap, "hei dek, apakah kamu mau uang ini?" Tanya Suanggi lagi.
Siapa sangka Wira langsung menyambar uang di tangan Suanggi, "tentu saja mau, siapa yang tidak mau mendapatkan uang gratis." Ucap Wira.
Suanggi terlihat memasang ekspresi kesal saat ini, "Bocah gendeng! Memang bocah seperti dia adalah yang paling cocok untuk di jadikan tumbal!" Batin Suanggi.
Suanggi kemudian berucap, "aku bisa memberikanmu lebih banyak dari ini anak manis, namun kamu harus ikut bersamaku, bagaimana?" Tanya Suanggi.
Wira menganggukan kepalanya begitu saja, "baiklah... itu memang tujuanku.." Jawab Wira kemudian dia menutup mulutnya.
Suanggi mengerutkan keningnya, "Hah? Apakah aku tidak salah dengar? Itu tujuanmu? Tujuan apa maksudnya?" Tanya Suanggi curiga.
"Emm... tentu saja tujuanku mendapatkan uang, memangnya apalagi?" Tanya Wira balik.
Suanggi terlihat semakin kesal, namun dia masih berusaha untuk tenang, "baiklah anak manis sekarang ikut aku, aku berjanji akan memberikanmu banyak uang!" Ucap Suanggi.
Krik... krik.. krik..
Suasana hening, Suanggi menunggu reaksi senang dari Wira namun Wira hanya diam sambil menatap wajah Suanggi.
"Kenapa kamu tidak senang mendengar kamu akan mendapatkan banyak uang?" Tanya Suanggi.
"Ah ya! Maaf aku lupa..." Wira langsung tersenyum sumringah sambil berjingkrak jingkrak.
Suanggi, "...."
"Lupakan! Ayo cepat ikut aku!" Ucap Suanggi sembari menarik lengan wira menjauh dari tempat itu.
***
Sementara itu di tempat yang berbeda, terlihat Nenek Pakande yang bersembunyi di balik pohon menatap sebuah rumah sederhana tempat tinggal dari Nona Ratih dan Tuan Herlambang.
Perlu di ingat kembali di dalam rumah itu hanya terdapat Ratih dan Herlambang, sementara Dirga sudah kembali menjalankan tugasnya yang lain.
Di sekeliling itu terdapat banyak sekali preman anak buah dari Surya, bahkan ada Surya itu sendiri yang sedang duduk sembari merokok di kursi depan rumah.
Nenek Pakande terlihat menyeringai saat ini, dia kemudian berucap dalam hatinya, "ramon dan seluruh keluarga Damian benar benar bodoh, mereka mengutus orang orang lemah untuk menjaga Ratih, benar benar bodoh.
Meraka tidak tahu saja di sini ada diriku! Namun tidak masalah ini malah menguntungkanku, dengan begini aku bisa menculik Ratih dengan sangat mudah!" Ucapnya.
Nenek Pakande kemudian keluar dari persembunyiannya dan berjalan secara terang terangan mendekati rumah itu.
Nenek Pakande terlihat terkekeh sambil berjalan, badannya yang sedikit membungkuk, lidahnya yang menjulur seperti ular dan wajahnya yang di penuhi dengan jerawat membuat kesan mengerikan tersendiri bagi siapapun yang melihatnya.
Salah satu preman terlihat memincingkan matanya memandangi nenek Pakande, yang berjalan dari kejauhan hendak menuju kemari, "apakah aku tidak salah lihat? Lidah nenek itu sangat panjang." Tanya preman itu dalam hatinya.
Preman itu mengucek matanya, dia mendapati pandangannya tidak salah dia ingin berteriak namun tiba tiba ada semacam benda menjijikan yang tidak lain adalah lidah panjang yang melilit lehernya.
"Kekeke... .!!!" Kekehan nenek Pakande membuat semua preman dan Surya menatap ke arah nenek Pakande.
Mereka semua kaget bukan main ketika melihat seorang nenek tua dengan lidah yang menjulur panjang, sementara ujung lidah nenek itu melilit leher rekan mereka.
Ugh!
Bruk!
Preman yang tadi langsung mati dengan mata melotot dan leher yang terlihat menghitam kebiruan seolah baru saja terkena racun yang sangat mengerikan.
Gluk!
Semua preman menelan ludah ngeri melihat hal ini, semuanya langsung tahu bahwa ini adalah ilmu hitam! Dan nenek dengan lidah yang menjulur keluar itu adalah dukun ilmu hitam, dia pasti berniat untuk menculik Nona Ratih.
"Siapa kamu nenek Tua?!" Teriak Salah satu preman sambil menodongkan parangnya ke arah nenek Pakande.
Nenek Pakande terlihat menyeringai wajahnya semakin menyeramkan ketika nenek Pakande menyeringai, sontak semua preman di situ semakin bergetar tidak karuan.
"Manusia manusia lemah!" Teriak nenek Pakande dengan mata melotot.
Wus..
Nenek Pakande terlihat melayang di udara, aura hitam terlihat menyelimuti tubuh nenek Pakande.
Semua orang kaget bukan kepalang termasuk Surya ketika melihat Dari dalam mulut nenek Pakande tiba tiba keluar puluhan lidah lidah yang sangat panjang, lidah lidah itu di penuhi dengan air liur yang tampak sangat menjijikan.
Crak! Crak! Crak!
Dengan cepat lidah lidah itu melilit leher setiap orang yang berada di bawah nenek Pakande, membuat semua preman mati seketika dan hanya tersisa Surya.
Dari arah belakang Nenek Pakande tiba tiba muncul sebuah anak panah dengan kilauan cahaya merah bagaikan bara api.
Hap!
Siapa sangka nenek Pakande menangkap anak panah panah itu hanya dengan kedua jarinya.
Kratak!
Nenek Pakande kemudian mematahkan anak panah itu menjadi dua bagian.
Wus...
Terlihat Surya menerjang ke arah Nenek Pakande sembari memajukan tinjunya.
Crak!
Namun dengan sangat mudah salah satu lidah nenek Pakande melilit perut Surya.
Bang!
Lidah itu kemudian melemparkan tubuh Surya hingga tubuh Surya menabrak pohon.
Wus..
Wus...
Wus...
Wus...
Dari arah yang berbeda empat anak panah dengan kilauan cahaya merah seperti bara api melesat menuju ke Arah Pakande.
Dari balik semak Herlambang tersenyum, "hehe, tidak mungkin nenek tua itu mampu menangkis anak panah yang datang dari arah berlawanan sekaligus!"