Hidup Arabella hancur ketika pamannya tega menjualnya pada Edward Frederick, seorang mafia berkedok Ceo yang terkenal kejam, dingin, dan arogan, hanya demi melunasi hutang akibat kebangkrutan perusahaan.
Dengan kaki kanan yang cacat karena kecelakaan di masa lalu, Arabella tak punya banyak pilihan selain pasrah menerima perlakuan sang suami yang lebih mirip penjara ketimbang pelindung.
Perlahan, keduanya terseret dalam permainan hati, di mana benci dan cinta tipis perbedaannya.
Mampukah Arabella bertahan dalam pernikahan tanpa cinta ini? Ataukah justru dia yang akan meluluhkan hati seorang Edward Frederick yang sekeras batu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13
Derasnya hujan malam itu menenggelamkan kota dalam tirai air yang kelabu.
Lampu-lampu jalan tampak buram di balik kaca mobil yang terus diguyur air, wiper bekerja keras menghapus tetes-tetes yang menempel.
Daniel memegang kemudi dengan fokus. Matanya menatap lurus ke depan, sementara di kursi penumpang, Ara memeluk tas kecilnya erat. Sejak tadi ia hanya diam, pandangannya kosong menatap ke luar jendela.
“Masih hujan deras. Kau yakin tak mau aku antarkan sampai depan rumah?” tanya Daniel mencoba mencairkan suasana.
Ara hanya mengangguk kecil. “Iya. Aku tidak apa-apa,” ucapnya seperti ada sesuatu yang ia disembunyikan.
Daniel melirik sekilas ke arahnya, mencoba membaca raut wajah wanita itu. Ia tahu, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak tadi.
Sreeeettt!
Dari balik kabut hujan, lampu mobil besar tiba-tiba muncul dan menyorot tepat ke arah mereka. Silau itu memaksa Daniel menekan rem mendadak.
Ban berdecit di atas aspal basah, mobil mereka berhenti hanya beberapa meter dari mobil hitam yang menghadang di tengah jalan.
“Ada apa ini?” gumam Daniel dengan dahi berkerut.
Hujan semakin deras. Kilat memecah langit, sesaat menerangi sosok seseorang yang keluar dari mobil itu.
Ara menegang. Darahnya seperti berhenti mengalir.
Matanya membesar tak percaya.
“Edward…” bisiknya lirih hingga nyaris tak terdengar.
Pria itu berdiri tegap di bawah guyuran hujan, setelan jas hitamnya basah menempel di tubuh. Wajahnya gelap, matanya berkilat tajam seperti bara api.
Di belakangnya, dua pria berbadan besar berdiri siaga.
“Jangan keluar,” kata Ara panik. “Aku yang akan bicara dengannya.”
Tapi sebelum Ara sempat berbuat apa-apa, Edward sudah melangkah cepat dan menarik gagang pintu mobil mereka.
Brak!
Pintu terbuka kasar, dan hawa dingin hujan langsung menerpa wajah mereka.
“Keluar!” bentak Edward, suaranya menggelegar menembus suara hujan. “Kalian berdua keluar sekarang juga!”
Siapa kau? Mengapa menghalangi jalan kami?” tanya Daniel dengan tenang. Meski saat ini rahangnya menegang.
Edward menatapnya dingin, lalu menunjuk Ara dengan dagunya.
“Aku suaminya. Dan kau siapa, hah? Berani-beraninya membawa istriku di malam hari seperti ini?”
Ara membelalak? Istri? Sejak kapan Edward menganggapnya istri?
“Suaminya?” Daniel menoleh ke Ara, mencari jawaban.
Ara menunduk, air matanya jatuh bercampur dengan air hujan. “Maafkan aku, Daniel. Tadi aku belum sempat menjelaskan segalanya.”
Edward tertawa sinis. Tatapannya berubah tajam dan menohok.
“Menjelaskan? Hah! Lihatlah, bahkan dia malu mengakui aku sebagai suaminya. Kau benar-benar tak tahu malu. Kau pikir kau bisa kabur dariku setelah pernikahan kita dan bersenang-senang dengan pria lain?”
“Cukup, Edward!” teriak Ara. “Aku pergi bukan karena ingin bersenang-senang. Bukankah kau sendiri yang meninggalkan aku!”
Daniel melangkah mendekat dan berdiri di antara mereka berdua dengan tubuh basah kuyup.
“Kau tidak berhak berbicara seperti itu pada seorang wanita, Ara tidak pantas diperlakukan seperti ini,” ujarnya dingin.
“Diam kau!” bentak Edward, lalu memberi isyarat dengan tangan.
Dua pria di belakangnya langsung bergerak, menyeret Daniel menjauh.
“Lepaskan aku!” teriak Daniel mencoba melawan. “Kalian pengecut kalau harus berdua melawan satu orang!”
Tapi tubuhnya ditahan kuat, kakinya nyaris tak menapak tanah.
Edward berjalan mendekati Ara, wajahnya semakin dingin.
“Kau pikir bisa kabur dariku, Nona? Kau sudah jadi milikku, sekarang dan selamanya.”
Ara menggeleng kuat, matanya penuh ketakutan.
Cengkeraman Edward melesat cepat, menahan lengannya keras hingga Ara meringis.
“Kau istriku! Dan seorang istri wajib menurut pada suaminya!”
“Aku tahu, tapi tidak begini caranya Ed!” teriak Ara dengan putus asa.
Edward tidak mendengarkan. Dengan brutal ia menarik tubuh Ara mendekat, lalu memanggulnya di bahunya seperti membawa karung.
“Lepaskan aku!” Ara menjerit, tangannya memukul-mukul punggung Edward, tapi sia-sia. “Edward! Tolong!!”
Daniel yang masih ditahan dua orang itu berusaha keras melepaskan diri. “Lepaskan dia, bajingan!” teriaknya. “Kau akan menyesal sudah melakukan ini!”
Edward berhenti sejenak, menatap Daniel dengan senyum tipis penuh ejekan.
“Tidak pernah ada kata menyesal dalam kamus hidupku, tuan sok pahlawan!” Ia masuk ke mobilnya dan membanting pintu dengan kasar.
Suara mesin meraung, ban berputar cepat di atas aspal licin, meninggalkan percikan air ke segala arah.
Dalam sekejap, mobil itu melesat pergi, menembus gelap dan hujan.
Daniel berdiri mematung di tengah jalan.
Dua pria yang menahannya sudah kabur mengikuti mobil majikan mereka.
“Jadi gadis itu adalah istri Edward Frederick?” gumam Daniel dengan tangan terkepal erat.
***
Di dalam mobil, Ara menangis terisak. Ia menatap jendela buram oleh air, memohon dalam hati agar hujan bisa membawa pergi rasa takutnya. Tapi genggaman tangan Edward di pergelangan tangannya terlalu kuat.
“Berhenti menangis,” ucap Edward dingin tanpa menoleh. “Tangismu tidak akan mengubah apapun.”
si detektif kecil kayak Conan 😄😄😄..
badannya aja yg pitik ga sama isi kepala nya,,
dari pada uncle mu yg 1/2 ons
aihhh mau ngapain merek apa Edward mau ngetes lolipop nya Sam Jul Jul