NovelToon NovelToon
Karma Si Playboy: Jadi Cewek!

Karma Si Playboy: Jadi Cewek!

Status: sedang berlangsung
Genre:Kutukan / Dikelilingi wanita cantik / Misteri / Berbaikan / Fantasi Wanita / Playboy
Popularitas:243
Nilai: 5
Nama Author: Zaenal 1992

Bram, playboy kelas kakap dari Bekasi, hidupnya hanya tentang pesta dan menaklukkan wanita. Sampai suatu malam, mimpi aneh mengubah segalanya. Ia terbangun dalam tubuh seorang wanita! Sialnya, ia harus belajar semua hal tentang menjadi wanita, sambil mencari cara untuk kembali ke wujud semula. Kekacauan, kebingungan, dan pelajaran berharga menanti Bram dalam petualangan paling gilanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaenal 1992, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Renungan dan Penyesalan Bram Sang Playboy

​Setelah mobil Rian menjauh dan Sinta (Bram) masuk ke dalam rumah, ia segera bergegas menuju kamarnya. Kelegaan yang ia rasakan bukanlah karena kencan yang lancar, melainkan karena ia berhasil menjaga jarak emosional. Ia tidak ingin Rian—atau pria mana pun—tertarik padanya, sebab ia tahu ia tidak benar-benar seorang wanita.

​Sesampainya di kamar, Sinta (Bram) mengunci pintu dan berjalan pelan menuju cermin besar. Dress biru dongker pinjaman Maya masih membalut tubuhnya, menonjolkan setiap lekuk tubuh feminin yang kini menjadi miliknya.

​Ia menatap pantulannya. Bukan dengan pandangan bernafsu, melainkan dengan tatapan hampa dan penuh perenungan. Wajah itu, tubuh itu, adalah tubuh yang dulu selalu ia kejar pada wanita lain.

​Bram mengangkat tangan, menyentuh lembut pipinya sendiri. Ia merasakan kulitnya yang halus, lehernya yang ramping, dan matanya yang kini terlihat rapuh.

​"Ini rasanya..." bisik Bram. "Menjadi objek."

​Ingatan tentang masa lalunya sebagai playboy kelas kakap di Bekasi langsung menyeruak. Ia ingat bagaimana ia memandang wanita; hanya sebagai pemuas ego, hanya sebagai sasaran untuk dirayu, dikuasai, dan ditinggalkan. Ia tidak pernah melihat mereka sebagai manusia utuh—hanya sebagai 'objek' yang harus tampil sempurna, yang dinilai dari kecantikan, pinggul, dan payudara mereka.

​Rasa mual tiba-tiba muncul di perut Sinta (Bram).

​"Aku... sebajingan itu," gumamnya, penuh penyesalan.

​Kini, dengan gaun seksi dan tatapan pria yang mengikutinya sepanjang malam, Bram baru menyadari betapa rentannya posisi seorang wanita. Tatapan Rian—yang tulus sekalipun—terasa memberatkan. Ia kini berada di posisi yang selalu ia manfaatkan. Setiap pujian, setiap tatapan yang penuh minat, kini terasa seperti tekanan.

​Ia menyentuh bagian dadanya. Ini bukan hanya tentang fisik; ini tentang kenyataan bahwa seluruh keberadaannya kini dilihat melalui lensa itu. Lensa yang dulu dipegang erat-erat oleh Bram si brengsek.

​"Ya Tuhan, Sinta," ucapnya pada pantulan dirinya. "Maafkan aku. Maafkan aku atas semua wanita yang pernah aku sakiti."

​Penyesalan itu menghantamnya keras. Kutukan ini adalah balasan yang setimpal. Ia harus menjalani hidup sebagai sosok yang dulu ia anggap remeh, merasakan setiap kerentanan dan ketidaknyamanan yang ia sebabkan. Ia harus menjadi 'objek' agar bisa belajar menjadi 'manusia' lagi.

​Tok! Tok! Tok!

​Suara ketukan keras di pintu tiba-tiba memecah momen introspeksi yang menyakitkan itu, membuat Sinta (Bram) terlonjak kaget. Ia segera menghapus air mata samar yang sempat menetes.

​"Sinta! Kamu sudah tidur?" Suara serak Reno terdengar.

​"Belum, Kak. Ada apa?" jawab Sinta (Bram), berusaha keras menstabilkan suaranya yang baru saja bergetar karena emosi.

​"Buka pintunya sebentar. Kita perlu bicara," kali ini suara Raka yang dingin dan sinis.

​Sinta (Bram) menghela napas pasrah. Ia tahu ini akan terjadi. Ia berjalan ke pintu dan memutar kunci.

​Cklek.

​Pintu terbuka, dan Raka serta Reno langsung menerobos masuk dengan wajah penuh selidik. Mereka seperti dua satpam cemburu yang gagal menjalankan tugas.

​"Kenapa kalian masuk kamar cewek tanpa izin?!" seru Sinta (Bram), jengkel karena momen penyesalan dirinya diinterupsi oleh kecemburuan tak beralasan orang lain.

​"Kami khawatir," kata Reno, melipat tangan di dada. "Kami tahu tentang ajakan makan malam dadakan dari Bos-mu itu."

​Raka mendekat, matanya tajam menyapu penampilan Sinta (Bram). Ia melihat rona kemerahan di mata Sinta (Bram), dan langsung salah mengartikannya.

​"Apa? Habis nangis? Sedih karena perpisahan romantis sama Rian?" sindirnya tajam. "Atau Rian bilang dia sudah punya pacar, makanya kamu cemberut?"

​Sinta (Bram) mendelik. "Kalian bicara apa sih? Kami hanya makan malam biasa! Dan... itu bukan urusan kalian!"

​Reno menimpali, "Kami lihat tatapannya, Sinta. Dia jelas-jelas tertarik! Dan kami juga lihat kamu tertawa! Kamu itu terlalu polos untuk menghadapi pria macam dia. Kami harus melindungimu!"

​"Dengar ya! Aku tahu siapa Rian! Aku lebih tahu tentang modus pria daripada kalian! Karena…!" Sinta (Bram) nyaris keceplosan. Ia buru-buru mengubah kata-katanya. "Karena aku sudah dewasa! Aku tidak butuh bodyguard! Kami hanya bicara soal pekerjaan! Bahkan keponakannya ikut!"

​Raka dan Reno saling pandang. Mereka melihat Sinta (Bram) yang tampak marah dan sedikit rapuh.

​"Keponakan itu cuma tameng, Sinta," bisik Raka, nadanya melunak karena melihat kemarahan Sinta (Bram). "Kami cuma ingin kamu aman. Kami tahu betapa jahatnya pria-pria di kota ini."

​"Betul," Reno mengangguk. "Dan kamu itu… kamu terlalu baik untuk disakiti. Jaga jarak dengan Rian. Mulai sekarang, kami akan pastikan kamu aman."

​Sinta (Bram) menatap mereka berdua, mendidih karena kesal. "Dua pria bodoh ini cemburu padaku karena mereka tidak tahu bahwa aku ini pria yang sedang tobat!"

​​"Baiklah! Sekarang kalian sudah tahu aku aman! KELUAR! Aku mau ganti baju!" tegas Sinta (Bram), mendorong mereka berdua keluar dan langsung menutup pintu, lalu menguncinya dengan keras.

​Setelah mereka berdua keluar dan pintu dikunci, Sinta (Bram) kembali bersandar di pintu.

​"Mereka pikir aku polos? Mereka tidak tahu mereka baru saja memberi ceramah moral tentang playboy kepada mantan playboy terburuk di Bekasi!" gumamnya,

menggelengkan kepala.

​Ia kembali menatap pantulan dirinya, wajahnya kini memancarkan tekad. Penyesalan itu nyata, dan sekarang, ia punya misi baru: tidak hanya untuk kembali menjadi pria, tetapi untuk bertahan hidup sebagai wanita tanpa perlu menjadi 'objek' bagi siapa pun, terutama dua 'satpam cemburu' yang baru saja meninggalkan kamarnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!