Di kota megah Aurelia City, cinta dan kebencian berjalan beriringan di balik kaca gedung tinggi dan cahaya malam yang tak pernah padam.
Lina Anastasya, gadis sederhana yang keras kepala dan penuh tekad, hanya ingin bertahan hidup di dunia kerja yang kejam. Namun, takdir mempertemukannya dengan pria paling ditakuti di dunia bisnis Ethan Arsenio, CEO muda yang dingin, perfeksionis, dan berhati beku.
Pertemuan mereka dimulai dengan kesalahpahaman konyol, berlanjut dengan kontrak kerja yang nyaris seperti hukuman. Tapi di balik tatapan tajam Ethan, tersembunyi luka masa lalu yang dalam… luka yang secara tak terduga berhubungan dengan masa lalu keluarga Lina sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 30
Suara kaca yang pecah menggema di kantor yang sunyi itu, terdengar sangat keras di tengah keheningan yang mematikan.
Lina tidak bergerak. Dia menatap nanar pecahan-pecahan kaca yang kini berserakan di sekitar fotonya, fotonya yang sedang tertawa, kini terpotong-potong oleh retakan. Sebuah metafora yang terlalu sempurna untuk hidupnya saat ini.
Nama ayahnya. Diucapkan oleh bibir pria ini.
Semua bagian akhirnya menyatu. Wawancara yang aneh. "Promosi" menjadi tahanan di hari pertama. Sikap dingin yang tidak logis. Kecurigaannya yang tiba-tiba.
Itu tidak pernah tentang kopi. Itu tidak pernah tentang kompetensi. Itu selalu tentang namanya.
"Anda..." Lina akhirnya mengangkat matanya. Wajahnya pucat pasi, tapi matanya... matanya tidak lagi takut. Mata itu berkilat karena amarah yang dingin dan rasa sakit yang dalam. "Anda tahu sejak awal."
"Aku tahu nama Anastasya adalah kutukan bagi keluargaku," balas Ethan, suaranya sama dinginnya. Dia tidak mundur. Dia berdiri di sana seperti seorang hakim yang telah menjatuhkan vonis.
"Jadi... ini semua," Lina memberi isyarat ke meja mewahnya, ke monitor gandanya, ke seluruh lantai 50. "Ini semua hanya... permainan? Ujian? Cara Anda untuk menyiksa putri dari pria yang Anda benci?"
"Aku menyebutnya uji tuntas," desis Ethan. "Aku tidak akan membiarkan ular lain masuk ke rumahku. Jelas sekali kau dikirim ke sini. Grup Devina, atau sisa-sisa sekutu ayahmu. Itu tidak penting. Kau adalah mata-mata."
Mata-mata.
Tuduhan itu, yang kemarin membuatnya gemetar, kini menyulut api di dalam dirinya.
"Ayah saya," kata Lina, suaranya bergetar karena emosi yang tertahan, "sudah meninggal dunia sepuluh tahun yang lalu, Tuan Arsenio."
Ethan sedikit terkejut oleh informasi itu, tapi dia menyembunyikannya dengan cepat. "Kematian tidak menghentikan warisan dendam."
"Warisan?" Lina tertawa, tawa yang getir dan menyakitkan. "Anda pikir dia meninggalkan warisan? Dia tidak meninggalkan apa-apa! Dia meninggal bangkrut, patah hati, dan sendirian di rumah sakit umum yang kecil! Dia meninggal karena dituduh melakukan sesuatu yang tidak pernah dia lakukan!"
Keheningan memenuhi ruangan. Ini adalah pertama kalinya Lina meninggikan suaranya.
"Pria yang Anda sebut 'musuh' itu," lanjut Lina, air mata kini menggenang di pelupuk matanya, tapi dia menolak untuk membiarkannya jatuh. "Adalah pria yang mengajariku cara mengendarai sepeda. Pria yang membacakan dongeng untukku. Pria yang kehilangan segalanya... karena keluarga Anda."
Itu adalah sebuah serangan balik. Lina tidak tahu detailnya dia hanya tahu cerita versi ayahnya sebuah cerita tentang pengkhianatan oleh mitra bisnis yang kuat dan kejam.
Wajah Ethan mengeras menjadi topeng kemarahan yang dingin. "Keluargaku? Beraninya kau."
Dia melangkah maju, menjulang di atas Lina. "Hermawan Anastasya adalah seorang penipu. Dia menggelapkan dana dari perusahaan patungan kami. Dia mengambil uang ayahku, menghancurkan reputasinya, dan hampir membuat kami bangkrut! Dia yang menghancurkan keluargaku!"
"Itu bohong!" teriak Lina, kini benar-benar kehilangan kendali.
"Itu fakta!" bentak Ethan kembali.
Dan di sanalah mereka. Berdiri di tengah kantor mewah di puncak Aurelia City, di atas pecahan kaca, terpisah oleh jurang dendam berusia puluhan tahun yang tidak satu pun dari mereka pahami sepenuhnya.
Semua kemajuan yang telah mereka buat—rasa hormat yang baru tumbuh, analisis yang brilian, pujian yang langka, eksekusi gala yang sempurnabsemua itu hancur berkeping-keping.
Lina menatap wajah Ethan yang marah. Dia tidak lagi melihat bosnya. Dia tidak lagi melihat pria yang nyaris tertawa.
Dia melihat musuh ayahnya.
Dan dia sadar. Dia tidak akan pernah bisa menang. Dia tidak akan pernah menjadi "analis utama". Dia akan selalu menjadi "putri Hermawan Anastasya".
Dengan ketenangan yang tiba-tiba datang dari rasa putus asa, Lina berjongkok. Dia tidak mencoba mengambil bingkai itu. Dia mengambil tas selempang murahnya dari lantai.
Dia berdiri tegak, menatap lurus ke mata Ethan Arsenio.
"Saya," katanya, suaranya terdengar asing di telinganya sendiri, jernih dan dingin.
"Mengundurkan diri."
Tanpa menunggu jawaban, tanpa melirik kembali ke meja mewahnya atau pecahan kaca di lantai, Lina Anastasya berbalik...
Dan berjalan keluar dari kantor itu.
