Shinta Bagaskara terbangun kembali di masa lalu. Kali ini, ia tak lagi takut. Ia kembali untuk menuntut keadilan dan merebut semua yang pernah dirampas darinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon INeeTha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SB, Duel di Dunia Maya
Bahkan Shinta Bagaskara pun butuh waktu dua menit untuk menembus lapisan pertama sistem itu.
Di dunia maya, dua menit terasa seperti seabad. Setiap detik adalah perang antara logika, kecepatan tangan, dan insting.
Semakin ke dalam, pertahanan sistem makin rumit.
Kode keamanan berlapis itu seperti labirin—penuh jebakan, dan satu kesalahan kecil saja bisa membuatnya terlempar keluar.
Sepuluh menit kemudian, Shinta sudah berhasil menembus hingga lapisan keempat.
Di sisi lain layar, Lukman Adiprana—yang dikenal dengan nama SiPalingGantengSejagat—masih terjebak di lapisan kedua. Keringat tipis mulai muncul di dahinya.
Sambil mengetik cepat, ia sempat melirik posisi Shinta di peta sistem dan mendengus pelan.
“Anak baru ini ngeri juga,” gumamnya, sebelum kembali fokus.
Tangannya bergerak makin cepat, agak panik. Cahaya layar memantul di wajahnya yang tegang, sementara jantungnya berdetak kencang tak beraturan.
---
Di luar arena digital itu, ratusan pengguna forum Black Empire—komunitas hacker bawah tanah terbesar di dunia—menunggu dengan gelisah.
Mereka tak bisa melihat apa yang terjadi di dalam duel. Yang bisa mereka lakukan hanya menatap layar kosong dan menebak siapa yang akan keluar lebih dulu.
“Menurut kalian, siapa yang bakal menang?” satu akun bertanya.
“Jelas aja SiPalingGantengSejagat! Dia udah di peringkat delapan dunia, Bro! Emang kamu kira dia cuma hiasan di leaderboard?” sahut yang lain.
“Eh, jangan terlalu pede, deh,” balas akun lain cepat. “Nggak belajar dari pengalaman? Udah berapa kali SB bikin orang kena tampar balik? Anak itu diem-diem aja, tapi sekali nyerang—plak! langsung nyisa di muka.”
Seketika, forum mendadak hening.
Para hacker yang tadinya sibuk mengetik pelan-pelan menghapus komentarnya.
Mereka sadar, mereka mungkin sudah kebablasan lagi.
Gara-gara SiPalingGantengSejagat muncul dengan percaya diri, mereka ikut terbuai.
Padahal, semua tahu—rekornya SiPalingGantengSejagat juga kemarin dipatahkan oleh SB.
---
Kali ini, semua orang memilih bungkam.
Tak ada yang berani berspekulasi lagi.
Mereka hanya menunggu hasil akhir dengan jantung berdebar dan tangan dingin.
Di sisi lain, Shinta sendiri tinggal satu langkah lagi untuk menembus lapisan kelima.
Ia sempat melirik posisi Lukman yang baru saja berhasil keluar dari lapisan ketiga.
Bibir Shinta melengkung tipis. Ada sinar licik di matanya.
Ia berhenti sejenak, sengaja diam di tempat.
“Sini, aku kasih sedikit harapan,” bisiknya pelan.
Sementara itu, Lukman makin kacau. Gerakannya sudah tak beraturan lagi.
Kepalanya penuh dengan pikiran soal taruhan dua belas miliar rupiah yang ia buat sendiri di forum tadi sore.
“Kalau kalah, duit tiga tahun ngumpul hilang semua…” gumamnya panik.
“Komputer impian gue… habis sudah!”
Peluh deras menetes dari dahi sampai ke dagunya.
Alisnya berkerut, matanya merah karena menatap layar terlalu lama.
Tiap baris kode di depan terasa seperti kabur, tapi ia tetap mengetik dengan paksa.
---
Lalu—Enter.
Dalam sekejap, layar Shinta berubah.
Ia berhasil menembus semua lapisan pertahanan.
Matanya berbinar. “Halo, Langitjaya Group,” ujarnya pelan sambil tersenyum kecil.
Ia bergerak lincah di dalam sistem internal perusahaan itu, memeriksa setiap folder seperti sedang jalan-jalan santai di mall.
“Keamanan kalian kayak pagar bambu,” gumamnya geli. “Sedikit disentuh aja langsung roboh.”
Saat keluar, Shinta sempat melirik posisi Lukman yang masih berjuang di lapisan keempat.
Jari lentiknya mengetuk mouse satu kali—sengaja memicu alarm di sistem lawan.
---
“Ck!” Lukman langsung mengumpat.
Sirene keras bergema di komputernya.
“Dasar SB, nggak kasih muka sama sekali!”
Ia mengetik lebih cepat, berusaha memperbaiki sistem yang sudah setengah jebol.
Namun sudah terlambat.
Karena posisinya di depan, Lukman otomatis dipaksa keluar lebih dulu dari duel.
Begitu SiPalingGantengSejagat keluar, para penonton forum langsung bersorak.
> “Wah, keren banget cara keluarnya!”
“Begitu dia turun tangan, lawannya pasti tumbang!”
“Eh, SB masih nyangkut, ya?”
Lukman hanya duduk lemas di kursinya.
Layar di depannya masih menampilkan pesan “Connection terminated”.
Ia mengusap wajahnya dengan tangan gemetar.
“Gue kalah…” gumamnya pelan, nyaris tidak percaya.
---
Lima menit kemudian, Shinta akhirnya keluar dari sistem Langitjaya Group.
Namun sebelum benar-benar menutup sesi, ia masih sempat menghancurkan lima lapisan pertahanan utama mereka—hanya karena iseng.
Sistem perusahaan itu hancur total. Untuk membangunnya ulang, dibutuhkan waktu berbulan-bulan dan biaya miliaran.
Begitu alarm berbunyi, tim teknis Langitjaya langsung panik.
“Serangan aktif! Sumber eksternal tak dikenal!”
“Lacak IP-nya cepat!” seru salah satu teknisi.
Tapi layar hanya menampilkan pesan error berulang kali.
Jejak SB—sama sekali tidak terdeteksi.
Sebelum meninggalkan sistem, Shinta masih sempat mengetik satu pesan di layar utama perusahaan itu:
> “Sistem pertahanan kalian payah banget. Lain kali biar aku bantu periksa lagi.”
Tim teknis Langitjaya hanya bisa menatap pesan itu dengan wajah pucat.
“Makasih sih… tapi tolong jangan lagi,” desah salah satu teknisi lemas.
---
Tak lama, laporan sampai ke kepala departemen.
“Apa?!” suaranya melengking lewat telepon. “Kalian bilang sistem kita dijebol? Kalian katanya lulusan luar negeri, teknisi top! Kok bisa kalah sama satu anak entah dari mana?!”
Ia langsung menelpon direktur di tengah malam.
Direktur meledak begitu mendengar laporan itu.
“Cari orang itu! Aku mau tahu siapa dia! Siapa pun, berapa pun biayanya!”
Belum pernah ada yang berani menantang Langitjaya Group segila ini. Biasanya semua hacker hanya berani menjual data, bukan menghancurkan sistem dan meninggalkan pesan semacam itu.
“Eh, data perusahaan ada yang dicuri nggak?” tanya direktur, wajahnya tegang.
“Belum tahu pasti, Pak,” jawab kepala departemen gugup. “Tapi semua sistem pertahanan sudah diruntuhkan. Dan… dia bilang akan datang lagi.”
“Cepat perbaiki! Kalian dibayar mahal bukan buat makan gaji buta!” bentak sang direktur sebelum menutup telepon.
Tim teknis hanya bisa menatap layar monitor yang kini gelap.
Mereka tahu, membangun ulang sistem itu tidak akan mudah.
Dan yang lebih menakutkan—
Mereka tahu si hacker gila itu mungkin sedang menatap mereka dari balik layar.
Menunggu waktu untuk datang lagi.
---
Sementara itu, di forum Black Empire, nama “SB” kembali muncul di daftar online.
Begitu avatar itu aktif, kolom komentar langsung meledak.
> “SB, kukira kamu nggak terkalahkan. Ternyata bisa jatuh juga, ya?”
“Hahaha, gimana rasanya kalah?”
“Pelajaran penting nih—jangan sombong. Mati pun nggak tahu sebabnya nanti.”
Shinta membaca komentar-komentar itu tanpa ekspresi.
Jemarinya menari di keyboard, mengetik satu kalimat pendek.
> “Siapa bilang aku yang kalah?”
Forum langsung hening.
Satu detik… dua detik… berratus pasang mata menatap layar masing-masing.
Salah satu hacker tiba-tiba mengetik cepat.
“Eh, tunggu. Dari tadi SiPalingGantengSejagat nggak pernah bilang dia menang, kan? Itu cuma dugaan kita sendiri.”
Semua terdiam.
Mereka baru sadar—mungkin selama ini mereka salah paham.
Biasanya, dalam duel seperti ini, yang keluar duluan dianggap pemenang. Tapi kali ini? SB sengaja memicu alarm, memaksa lawan keluar lebih cepat.
Dan ketika semua mata menunggu klarifikasi, muncul satu pesan baru di layar.
> [SiPalingGantengSejagat]: Aku kalah.
Forum Black Empire langsung meledak lagi—kali ini bukan karena tawa, tapi kekaguman.
Nama “SB” kembali memenuhi seluruh kolom komentar.
Hacker baru yang sekali lagi membuktikan:
Dia bukan sekadar legenda.
Dia ancaman nyata.