NovelToon NovelToon
DUDA LEBIH MENGGODA

DUDA LEBIH MENGGODA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / CEO / Nikah Kontrak / Keluarga
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: Monica

:"Ya Allah, kalau Engkau tidak mengirimkan jodoh perjaka pada hamba, Duda juga nggak apa-apa ya, Allah. Asalkan dia ganteng, kaya, anak tunggal ...."

"Ngelunjak!"

Monica Pratiwi, gadis di ujung usia dua puluh tahunan merasa frustasi karena belum juga menikah. Dituntut menikah karena usianya yang menjelang expired, dan adiknya ngebet mau nikah dengan pacarnya. Keluarga yang masih percaya dengan mitos kalau kakak perempuan dilangkahi adik perempuannya, bisa jadi jomblo seumur hidup. Gara-gara itu, Monica Pratiwi terjebak dengan Duda tanpa anak yang merupakan atasannya. Monica menjalani kehidupan saling menguntungkan dengan duren sawit, alias, Duda keren sarang duit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monica , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13

Suara klakson dan riuh Jakarta menyergap Teddy begitu ia turun dari mobil. Jalanan macet, udara panas, dan aroma ibukota membanjiri panca inderanya—semua terasa asing dan melelahkan.

Ia berdiri sejenak di depan gedung kantor hukum, lalu menarik napas dalam dan masuk. Resepsionis mengantarnya ke ruang rapat lantai tiga. Tiga orang menunggunya. Salah satunya—Vania.

"Vania?" gumamnya.

Wanita itu tersenyum samar. Rambutnya pendek sebahu, mengenakan blazer hitam dan kemeja putih. Masih memesona, tapi sorot matanya dingin.

"Sudah lama, Teddy," ucap Vania.

Dimas, pengacara yayasan, menengahi, "Pak Teddy, Ibu Vania saat ini menjabat sebagai salah satu komisaris yayasan. Kami perlu klarifikasi dan tanda tangan Bapak untuk dokumen yang masih tercatat atas nama Bapak."

Teddy mengangguk pelan, "Kalian seharusnya sudah mengganti semua itu sejak dua tahun lalu."

Vania menyilangkan tangan, "Kami pikir kamu tidak akan pernah kembali. Tapi audit menunjukkan ada transaksi atas nama kamu yang bisa jadi masalah hukum. Dan, beberapa donatur lama menanyakan kenapa yayasan tiba-tiba kehilangan dana besar pada akhir tahun terakhir istrimu hidup."

Kalimat itu menusuk. Teddy menatap Vania, tegas, "Maksudmu?"

Vania menyodorkan berkas, "Kamu harus lihat sendiri. Aku tidak menyangka hal ini, Teddy. Tapi sepertinya… istrimu punya rahasia. Dan aku rasa kamu pun tidak tahu semuanya."

Teddy membuka dokumen itu. Matanya menyapu angka-angka, tanggal, dan tanda tangan. Semakin lama ia membaca, semakin dingin rasanya. Transaksi demi transaksi, dana ratusan juta rupiah keluar dari rekening yayasan, ditransfer ke rekening pribadi atas nama… Nadira Wulandari—istri Teddy.

Ia menggeleng, "Ini gak mungkin… Nadira gak mungkin…"

Vania menghela napas, "Aku tahu kamu mencintainya, Teddy. Tapi kenyataannya, ada aliran dana yang mencurigakan. Dan sekarang pihak keluarga donatur mengancam akan membawa kasus ini ke pengadilan jika tidak ada kejelasan."

Teddy memejamkan mata. Ia menyangka masa lalunya yang gelap adalah soal kesepian. Ternyata, ada rahasia yang disembunyikan, bahkan oleh orang yang paling ia percaya.

Malam itu, Teddy duduk sendiri di balkon kamar hotelnya, memandangi kerlap-kerlip Jakarta. Di tangannya, berkas audit. Hatinya kacau. Pikirannya melayang ke Monica.

Seseorang yang memberi ketenangan, bukan kebohongan. Yang mencintai dengan polos, bukan dengan ambisi. Yang memeluk lukanya, bukan menambah luka baru.

Teddy menggenggam ponselnya. Ia ingin menelepon Monica. Tapi apa yang harus ia katakan? Bahwa istri yang selama ini ia kenang baik-baik… ternyata bisa saja bukan orang sebaik yang ia kira? Atau bahwa mungkin, untuk pertama kalinya dalam hidupnya… ia ragu pulang.

Hujan deras membasahi pekarangan rumah Monica. Langit kelabu dan aroma tanah basah membuat sore itu sunyi. Monica duduk di ruang tamu, memeluk bantal sofa, menatap layar ponselnya yang kosong. Sudah dua hari Teddy di Jakarta, dan belum menghubunginya. Ia tahu Teddy mungkin sibuk, tapi hatinya tak bisa diam.

"Kamu kenapa, Kak?" suara Risa, adik Monica, menyentaknya.

Monica menggeleng, mencoba tersenyum, "Enggak. Cuma lagi mikir."

"Mikirin Mas Teddy?"

Monica menoleh, sedikit terkejut. Risa mengangkat alis, "Keliatan banget, Kak. Kamu dari kemarin kayak orang yang nunggu kabar dari suaminya yang lagi berlayar."

Monica nyaris tertawa, tapi gagal, "Aku cuma… takut, Ris. Takut dia kembali ke hidup lamanya. Takut aku cuma jadi pelarian sesaat."

Risa mendekat, duduk di sebelahnya, "Tapi Kak Monica bukan orang yang bisa digantikan semudah itu. Kalau Mas Teddy memang sayang sama Kakak, dia pasti pulang. Dan kalau enggak… ya berarti bukan jodoh."

Monica tersenyum lemah, "Kamu makin bijak, ya?"

"Efek sering nonton drama Korea," canda Risa.

Mereka tertawa, meski hati Monica belum lega.

Sementara itu, di Jakarta, Teddy masih di kantor yayasan. Dimas telah pulang, tapi Vania masih bertahan. Mereka duduk di ruang kerja Nadira.

"Aku tahu kamu masih syok," ucap Vania pelan, menuangkan teh ke cangkir Teddy. "Tapi kamu harus hadapi semua ini, Ted."

Teddy menatap meja tua, menyentuh permukaannya pelan, "Kenapa kamu gak pernah bilang dari dulu?"

"Aku gak punya cukup bukti. Baru setelah audit ulang dilakukan, semuanya muncul. Dan… aku juga butuh waktu, Ted. Aku juga kehilangan sahabat."

Vania menatapnya lekat, "Tapi tahu gak, selama ini aku selalu merasa ada yang gak beres di antara kamu dan Nadira."

Teddy mengangkat kepala, "Maksud kamu?"

"Dia terlalu menuntut sempurna. Padahal kamu cuma manusia biasa."

Vania berdiri, melangkah ke jendela, "Kalau saja dulu aku lebih berani... mungkin aku yang ada di sampingmu sekarang."

Teddy menoleh cepat, "Vania…"

Vania berbalik, menatapnya penuh arti, "Kamu masih bisa memilih, Ted. Kamu belum menikah lagi. Dan jujur saja... aku masih menyimpan rasa."

Suasana mendadak berat. Teddy berdiri, "Aku menghargai kejujuran kamu, Vania. Tapi sekarang ada orang lain di hidupku. Seseorang yang sederhana, tapi tulus. Dan aku gak akan kehilangannya hanya karena masa lalu datang lagi."

Vania terdiam. Ia menggigit bibir, lalu mengangguk pelan, "Baik. Tapi kalau kamu berubah pikiran… kamu tahu aku di mana."

Teddy tak menjawab. Ia mengambil ponselnya, mengetik pesan singkat:

Monica, aku rindu. Tunggu aku pulang, ya.

1
Wien Ibunya Fathur
ceritanya bagus tapi kok sepi sih
Monica: makasih udah komen kak
total 1 replies
Monica Pratiwi
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!