Karena terjerat banyak hutang dan kebutuhan yang terus meningkat, Yoko, terpaksa meninggalkan istri tercinta, pergi merantau ke negeri orang.
Satu tahun pertama bekerja, Yoko menjalani pekerjaan tanpa hambatan apapun dan dia bisa menjaga hatinya untuk sang istri tercinta.
Namun, sebuah kejadian mengerikan yang dia alami, membuat Yoko harus terjebak di rumah mewah, yang dihuni janda-janda cantik dan mempesona. Bahkan, Yoko pun diperlakukan sangat istimewa oleh mereka.
Mampukah Yoko bertahan dengan setianya? Atau justru hatinya akan goyah dan dia terjatuh dalam pelukan janda-janda yang mengistimewakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penuh Godaan
Lagi lagi, Yoko dibuat takjub dengan apa yang dilakukan salah satu majikannya. Bahkan mata Yoko hampir tak berkedip, menatap bagian tubuh wanita yang sangat menggoda jiwa lelakinya.
Ada yang mengeras di dalam celana, yang dipakai Yoko. Batin Yoko pun bergulat, antara ingin melampiaskan jiwa lelakinya yang sudah terpendam sejak lama, atau tetap menjaga kesetiaan yang selama ini dia agungkan.
Sebagai pria yang sudah beristri, tentu Yoko sangat merindukan berhubungan suami istri. Apa lagi satu tahun lebih dia tidak melakukannya, membuat jiwa lelakinya ingin berontak secara ganas kala menyaksikan adegan yang dilakukan majikannya.
Yang membuat Yoko semakin bergelora, Meycan merintih sambil menyebut namanya. Hal itu membuat Yoko yakin kalau Meycan membayangkan sedang melakukannya dengan pria tersebut.
"Aku harus bagaimana?" Yoko bergumam lirih. Pria itu benar-benar diambang dilema yang cukup meresahkan.
"Om, Yoko," tiba-tiba suara anak yang sedang bermain dengannya terdengar jelas dari balik pintu.
Meycan terperanjat. Saat itu juga, Meycan langsung menghentikan aksinya.
"Mommy Meycan, lihat Om Yoko tidak?" tanya Niel, begitu pintu terbuka.
Meycan yang sedang merapikan bajunya sontak salah tingkah. "Tidak, Sayang. Emang Niel lagi main sama Om Yoko?"
Bocah lima tahun itu mengangguk. "Niel lagi main petak umpet, Mom. Tinggal nyari Om Yoko doang."
Meycan tersenyum. Setelah menyimpan alat bantu di dalam laci dan merapikan dirinya, wanita itu langsung berdiri dengan sikap biasa saja.
"Mungkin Om Yoko sembunyi di kamarnya, Sayang," ucap Meycan. Lalu lama kelamaan, suara dua orang itu menghilang.
Yoko segera keluar dari persembunyiannya. "Astaga! Kursinya sampai basah," ucapnya. "Aku harus segera keluar dari sini."
Yoko pun segera melangkah waspada agar tidak ketahuan, keluar dari ruangan tersebut. Merasa semuanya aman, Yoko lansung mengendap, menuju taman belakang.
Hingga beberapa menit kemudian, Yoko berhasil ditemukan oleh Niel. Yoko merasa lega, karena Niel menemukannya di saat Yoko pura-pura keluar dari toilet dekat kolam renang.
"Kalian kapan, mulai masuk sekolah lagi?" tanya Yoko saat dia dan dua anak kembar memutuskan istirahat di belakang rumah.
"Tidak tahu, Om, Niel masih takut," jawab bocah yang baru saja menyeruput susu dinginnya.
"Ngapain takut? Kan ada Om yang jagain kalian."
"Nanti kalau Om Xiobong datang lagi gimana?" tanya Noel.
"Ya Om hajar. Selama ada Om, kalian tidak perlu takut dengan apapun, oke?"
Bocah kembar itu mengangguk dengan antusias dan berhasil membuat Yoko tersenyum hangat. Yoko bahkan sampai membayangkan jika dia menjadi seorang ayah, pasti rasanya akan lebih mengena dalam hati melebihi yang sekarang kita rasakan."
"Coba kita punya Daddy, pasti kita tidak diculik seperti kemarin," ucap Noel, sampai membuat Yoko tertegun.
"Daddy tidak sayang sama kita, Noel," Niel menimpali. "Om Yoko mau jadi Daddy kita tidak?"
Yoko terperanjat.
"Iya, Om, Om Yoko mau yah, jadi Daddy kita?" Noel malah memberi dukungan pada kembarannya. Yoko pun terdiam untuk beberapa saat karena dia bingung mau memberi jawaban seperti apa.
Apa lagi tatapan si kembar, seperti tatapan orang yang sedang memohon, membuat Yoko terharu dan kasihan. Yoko bisa merasakan perasaan dua bocah itu yang merindukan sosok ayahnya.
Benar kata orang, yang paling terluka akibat perpisahan kedua orang tua adalah anak-anak. Yoko langsung membelai lembut dua bocah itu.
"Kalian berdoa saja, oke?" ucap Yoko.
"Berdoa?" tanya Niel. "Apa itu berdoa?"
Yoko tertegun. Sepertinya Yoko lupa kalau kedua bocah itu belum tahu banyak semua hal yang berhubungan dengan doa dan harapan.
"Nanti deh, Om jelasinnya. Sekarang, udah jam dua, waktunya kalian istirahat," Yoko langsung bangkit dari duduknya, dan menggandeng dua bocah itu masuk ke dalam.
Sebenarnya bocah kembar itu protes, tapi karena Yoko sedikit memberi ancaman, mereka pun pasrah dan menuruti perintah Yoko.
"Sepertinya, mereka sangat nurut sama kamu, Yok," ucap Bi Asih beberapa menit kemudian, setelah Yoko berhasil membuat si kembar tertidur, dan kini Yoko memilih duduk di belakang bersama Bi Asih.
Yoko tersenyum setelah menyesap sedikit kopi yang masih hangat. "Yah, begitulah, Bi. Yang aku lihat sih, sepertinya mereka cepat akrab sama siapapun."
Bi Asih mengangguk setuju. "Makanya, mereka kemarin mudah diculik. Karena mereka mudah akrab dan masih begitu polos."
Yoko kembali tersenyum.
"Bagaimana kabar istrimu?" tanya Bi Asih tiba-tiba, memmbuat Yoko tertegun untuk beberapa waktu.
"Baik, Bi," jawab Yoko menutupi perasaan gelisahnya.
Si Bibi tersenyum. "Syukurlah. Soalnya akhir-akhir ini, aku sering lihat kamu melamun, Yok. Aku pikir kamu lagi ada masalah sama istrimu."
Yoko pun ikutan tersenyum dan dia kembali menyesap kopinya. "Entahlah, Bi, aku sendiri juga bingung. Akhir-akhir ini, dia mudah banget marah, kalau permintaannya tidak dituruti."
Bi Asih agak tercenung. "Emang istrimu minta apa?"
Yoko pun tanpa segan menceritakan keluh kesahnya pada wanita yang selalu bersikap keibuan kepadanya. Lagian, kepada siapa lagi Yoko berbagi beban pikirannya. Apa lagi Bi Asih orangnya baik dan berasal dari negara yang sama.
"Astaga!" Bi Asih nampak terkejut. "Lalu, apa kamu sudah menuruti permintaannya?"
Yoko menggeleng. "Kalau aku selalu menuruti isttriku, yang ada aku tidak akan punya tabungan, Bi. Terus, tujuanku bekerja jauh-jauh kesini bakalan sia-sia kan."
Bi Asih mengangguk setuju. "Apa kamu tidak curiga, kalau istrimu main api di belakangmu, Yok?"
Yoko tertegun, sampai matanya menatap lekat wanita yang sedang diajaknya bicara.
Seandainya Yoko tahu, kalau kecurigaan Bi Asih itu benar, entah reaksi apa yang akan Yoko lakukan. Pada kenyataannya, saat ini Istri yang Yoko cintai sedang menikmati waktu bersama dengan kekasihnya.
"Yang, kapan beli motor barunya?" Budi kembali merengek.
"Sebentar lagi, Sayang. Kalau uangnya sudah ada," jawab Marni lembut penuh kasih sayang.
"Sebentar lagi terus sih, Yang," Budi nampak tidak terima. "Aku sudah tidak tahan dengan motor itu. Udah pengin ganti," rengeknya.
"Iya, aku ngerti, sebentar lagi pasti ada uangnya, tenang aja," Marni benar-benar berusaha keras untuk menenangkan kekasih gelapnya.
Hingga di saat keduanya sedang berdebat, mereka justru dibuat terkejut dengan kehadiran seseorang yang sangat mereka kenal. Wajah keduanya bahkan langsung memucat, kala orang itu tiba-tiba duduk satu di sebelah mereka.
"Hallo, Budi, Marni, sorry, aku duduk di sini ya? Nggak ada tempat soalnya," ucap orang itu dengan santainya.
"Santai aja, Yud, aku juga udah selesai," ucap Budi dan dia malah bangkit dari duduknya.
"Kamu mau kemana? Kok berdiri?" tanya sosok yang akrab dipanggil Yudi
"Ke toilet," jawab Budi dan dia pergi begitu saja.
"Apa kamu juga akan menyusulnya ke toilet?" Marni terperanjat kala Yudi bertanya kepadanya. Dia langsung melirik tajam pada sahabat suaminya itu.
Yudi menyeringai sembari bersiap menyantap hidangannya. "Sepertinya kamu meremehkanku, Mar. Baiklah, mungkin memang Yoko harus tahu kebusukanmu."
Seketika wajah Marni agak memucat.
sama bar barnya lebih frontal ya ☺
lanjut thor 🙏