Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunanganku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 2, part 3
" Keziaaa... Aku datang!" Perhatian Reka beralih pada gadis kecil yang menyembul dibalik pintu utama. Tangannya yang kecil terlihat kewalahan karena terlalu banyak memuat barang.
"Lihat, lihat sini baju mermaidnya, bagus taukk!" celotehnya seraya meletakan semua barang yang dibawanya diatas sofa dan mulai mengubrak-ngabrik sesuatu pada paper bag berwarna navy.
Kezia masih terisak, tubuh kecilnya kini sudah berada dalam gendongan pak Tias yang entah sejak kapan datang.
"Lihat, bagus kan?"serunya lagi sambil membeberkan kostum mermaid dengan manik-manik navy glossy.
Kezia masih belum merespon, dadanya sesekali naik turun karena terdorong isakan. Sementara wajah sepupunya kini menunjukan ekspresi kecewa.
Pak Tias berusaha membujuk dan membuatnya tenang, sekaligus menggiring Lail yang baru datang menuju halaman belakang.
"Kenapa dia?" tanya Erna, setelah meletakan semua barang bawaannya di atas meja, begitu tadi sebelumnya melihat ada yang tidak beres pada gadis itu. Bi Arum datang, membawa semua barang yang baru saja diletakan Erna ke dapur.Suami Erna, Arpan. Mengambil tempat duduk setelah sebelumnya meminta untuk dibuatkan kopi pada Bi Arum.
"Ngambek dia,dipaksa papanya pulang!"Seloroh Bu Niar seraya mengambil tempat duduk disamping putrinya yang baru datang.
"Ini kan jadwalnya dia nginep disini. Dari kemarin juga udah janjian mau main sama Lail, wajarlah dia ngambek. Lagian kenapa si Rek, nginep di rumah Oma nya sendiri kamu larang-larang!"
Reka pura-pura tak mendengar gerutuan Kakaknya, asik menumpahkan sop buah yang dibawa kakaknya itu kedalam mangkok. Kebetulan udara malam ini terasa panas, lumayan dapat mengembalikan kesegaran otaknya yang tadi sempat linglung.
"kalo kamu mau pulang, pulang aja sendiri. kamu kira yang sayang sama Kezia kamu doang!"Erna menggerutu lagi, mulutnya penuh mengunyah keripik pisang dengan wajahnya yang terlihat sebal.
Reka diam tak merespon, namun demikian, ekspresi wajah tak sukanya terlihat dipermukaan.
"Kamu kenapa,sih? Kalo ada masalah dikantor jangan dibawa-bawa kerumah dong.Apalagi melampiaskannya pada Kezia. Kasian dia gak ngerti apa-apa!" Erna tak lagi sabar, setelah begitu banyak pertanyaan namun tak sama sekali ada tanggapan dari dirinya. Sejak kakaknya datang bahkan dia tak mengatakan satu patah katapun, dan itu membuat Erna curiga karena itu diluar dari kebiasaan.
"Reka ada masalah ya, sama mbak?" Teriak Erna penuh akan emosi.
Reka mendongak, meletakan mangkok es buah yang baru ia makan beberapa sendok saja diatas meja. Kemudian, pandangannya beralih pada Bu Niar dengan ekspresi menuduh. Bukankah ibunyalah yang bertanggung jawab untuk menjelaskan sesuatu terhadapnya. Dari kemarin, sampai tadi ia datang dan sekarang, Ibunya belum mengatakan apapun tentang keberadaan istrinya di rumah ini. Kalo bukan putrinya sendiri yang memberitahu, mungkin dia tak akan pernah tau.
Dan sekarang, semua orang tampak tidak mengerti. Bukan hanya itu, mereka semua mendesaknya seolah dia sudah bersikap tak masuk akal.
"Tanyakan saja pada mami!"
Jeda panjang kemudian mengambil alih begitu Reka bersuara. Bu Niar tampak beberapa kali menghela napas panjang, menatap putranya itu dengan tatapan ingin dimengerti.
"Reka,!" Bu Niar akhirnya berbicara sesuatu. Erna dan Arpan menatapnya penuh penasaran seolah apa yang akan keluar dari mulut Bu Niar selanjutnya adalah berita besar.
"Kamu boleh melakukan hal apapun dalam hidupmu, namun... Kamu tak boleh menyentuh Anja. Penyebab kehancuran dalam hidup Anja selama ini adalah kamu, itu sebab mami sekarang menganggap Anja sebagai putri mami sendiri!"
Reka memalingkan wajah, berusaha menekan rasa pedih dihatinya.
"Apa menurut mami aku memang sejahat itu?"tukasnya kemudian dengan ekspresi yang sulit dibaca namun terkesan dingin. Dengan dirinya yang sekarang, bagaimana bisa maminya berpikir dengan sangat yakin bahwa dia akan menyakiti istrinya sendiri.
"Apa maksud mami dengan menyembunyikan kepulang Anja dariku? Apa menurut mami aku tak berhak tau?"keluh Reka dengan nada kecewa.
"Apa maksud kamu bertanya seolah-olah mami yang salah sekarang?" Tanya balik Bu Niar karena tak terima "Kamu tak pernah menyukainya. Lagi pula...lagi pula bukankah selama ini kamu selalu marah ketika kami membahasnya. Dan, selama tujuh tahun kamu tak pernah sekalipun menjenguk Anja dilapas!"
Reka ingin sekali berteriak, membanting barang dan bertanya siapa yang mengatakan itu ? Tapi,bahkan dia tak punya kekuatan untuk menjelaskan betapa tak bergunanya ia sekarang.
Ia hanya bisa bangkit dengan marah, pembahasan ini tak bisa dilanjutkan atau dia akan lepas kendali.
"Reka, mami masih ingin berbicara denganmu!" Cegah Bu Niar. Sementara Erna menyipitkan matanya dengan ekspresi menilai.
"Reka lelah mam,!"Jawabnya dingin.
Erna terburu-buru bangkit dan menyusul langkah sang adik yang saat ini bergegas menuju halaman belakang.
Sementara Arpan, hanya bisa memasang wajah bingung sebab dia tak pandai berbicara.
"Malam ini, biarkan Kezia disini. Kamu perlu menyegarkan dirimu sendiri!"Erna mencegat dirinya kemudian menggiring sosoknya ke arah dapur. Bi Arum nampak baru selesai membereskan barang yang dibawa Erna kedalam kulkas.
"nggak bisa mbak, aku gak bisa tidur kalo dia gak ada, apalagi dalam suasana hatiku yang seperti ini!"
Erna tak menjawab, sementara sibuk membimbingnya untuk duduk di kursi bar.
Setelahnya, wanita itu sibuk membuka-buka kabinet untuk menemukan sesuatu.
"Jadi bagaimana, tertarik untuk membangun hubungan dengan Anja?"Erna mulai berbicara, menoleh sejenak lalu kembali pada apa yang saat ini dicarinya.
Hati Reka kembali terusik, mendongak dan menemukan kakaknya yang kini sedang meracik bubuk macha juga kental manis pada cangkir.
Suara kulkas yang ditutup kemudian terdengar, ditangan Erna kini terdapat susu full cream dengan cetakan es batu dari bahan silikon.
"Aku gak minum," cetusnya mencoba mengalihkan arah pembicaraan. Lagipula, dihadapan kakaknya dia tak pernah punya keberhasilan untuk berbohong.
Erna membiarkan kata-katanya mengatung diudara. Sementara suara kerucukan air yang keluar dari dispenser mengalihkan suasana.
"Mbak perhatikan selama tujuh tahun ini kamu tak pernah dekat dengan seorang perempuan. Mengingat kondisi rumah tangga yang terjadi diantara kalian, lupakan dulu kesetiaan. Kecuali jawabannya hanya satu, kamu memang berniat membangun hubungan dengan Anja!"
Reka menggeser kakinya gelisah, haruskah ia mulai membuka diri.Hatinya gamang, antara pergi atau memulai bercerita.
semangat kak author 😍