Anna bukan janda, aku tahu semuanya
tapi aku tak bisa mengatakan itu padanya
aku takut dia justru akan pergi dari ku setelah tahu semuanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shikacikiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
Abel menyetir sendiri, Anna duduk di sebelah nya.
Dalam perjalanan, Anna memperhatikan Abel yang begitu cemas.
"Anda pasti sangat dekat dengan Dokter Frans" ucap Anna.
Abel sedikit melirik.
"Dia dokter orthopedi ku" jawab Abel. n
"Aku juga" jawab Anna seraya menunduk.
"Aku benci mengenang masa lalu, kamu tau kenapa? " tanya Abel.
"Karena terlalu banyak hal yang menyakitkan, tapi aku merindukan hal sebelum hal menyakitkan itu datang" jawab Anna.
"Mereka tidak akan pernah kembali meskipun kau merindukan mereka hingga kau menangis darah" ucap Abel.
"Tapi hanya kenangan yang aku miliki, bahkan merindukan mereka saja aku tidak boleh? " Anna terpancing emosi.
Dia menutup mulutnya, merasa sudah terlalu lancang.
Abel menepi, kemudian menatap Anna.
"Maaf Pak, saya..... "
"Kenapa selalu minta maaf saat kamu mengatakan semua yang ada dalam benak mu? " tanya Abel.
Anna diam, tak tahu harus menjawab apa.
"Apa sepuluh tahun tidak cukup membuat kita dekat dan saling mengutarakan apa yang ada dalam benak masing-masing? " lanjut Abel.
'bagaimana bisa melakukan itu kalau sedikit sedikit kau hanya membanggakan dirimu sendiri' ucap hati Anna.
"Aku sukses menjalani hidup setelah mati, bisa bertahan dan bertanggungjawab atas kau dan si kembar, mengatur semuanya hingga bisa menjadi presdir dan sekarang sedang merambah bisnis travelling" lanjut Abel.
'hmm apa gue bilang' ucap hati Anna.
"Hmm, iya Pak, mungkin memang kita tidak berjodoh sebagai atasan dan karyawan lebih lama dari ini" jawab Anna asal.
"Kalau kau bersedia, kita bisa berjodoh sebagai pasangan hidup" ucap Abel seraya menatapnya.
Anna menatap Abel.
Bayangan hidup bersama muncul. Anna menggendong anak dan Abel hanya membaca buku sambil berceramah dengan semua kebanggaan nya.
"Bagaimana? " tanya Abel karena Anna jadi terdiam.
"Diam berarti... "
"Tidak mungkin!" seru Anna dengan mengibaskan kedua tangannya.
'3 kali, dia menolak ku 3 kali' ucap hati Abel.
Abel menelan salivanya, merasa kesal. Dia menatap ke depan sambil meremas stir mobil.
"Ahhh... Pak Abel ini, mana mungkin, itu tidak mungkin" ucap Anna hendak meredakan amarahnya.
"Aku marah karena kamu menolak ku. Tiga kali" ucap Abel tanpa menatap.
Anna terdiam.
"Hmmm, ya sudahlah! " ucap Abel.
Kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke rumah Stevan, tanpa bicara apapun lagi.
Sampai di sana, Stevan membuka pintu dan mempersilahkan mereka masuk.
Anna terpana dengan isi rumah Stevan yang immaculate.
Sedikit cerita tentang Stevan.
Dia adalah teman SMP Abel, namun berteman dengan Anna sejak Anna masuk rumah sakit karena cidera. Lebih dekat dengannya karena saat dia magang sebagai dokter, ikut dengan ayahnya memeriksa Anna.
Stevan pernah menikah dengan gadis pilihannya. Namun bercerai karena tidak memiliki anak hingga 5 tahun usia pernikahan. Sekarang Stevan tinggal dengan dokter Frans yang sudah sering sakit-sakitan. Mengambil tanggungjawab mengurusnya di masa tua.
Anna selalu kagum pada Stevan yang notabene sangat menyukainya sejak dulu. Namun perasaan Anna tak sama. Dia hanya kagum tak lebih dan selalu menganggap Stevan teman yang sangat baik untuknya.
Balik ke lokasi, rumah Stevan.
Dia langsung meraih tangan Anna dan mengajaknya keliling rumah.
"Akhirnya kamu datang ke rumah ku, ayo keliling! " ajaknya.
"Hei... aku...? " Abel menunjuk wajahnya sendiri.
"Kau tahu dimana papa kan! jangan pura-pura nggak tau! " ucap Stevan seraya mengibaskan tangannya.
Abel kesal melihatnya membawa Anna pergi. Anna hanya memasang raut wajah yang sangat terpaksa ikut dengan Stevan.
Abel mengalah, dia tahu Anna tak pernah menyukai Stevan. Dan dia yakin Anna takkan pernah jatuh hati padanya.
Dia pergi ke kamar Frans dan mengetuk.
"Masuklah! " seru Frans yang sedang membaca di ranjangnya.
"Hai dokter! " sapa Abel seraya menaruh buket kecil bunga yang Anna siapkan.
"Mana Anna? " tanya Frans.
Abel menghela, seraya menujuk ke luar.
"Ahh, anak itu membawanya pergi keliling rumah? "
Frans bangun dari ranjangnya. Abel membantunya.
"Sejak tadi dia terus mengatakan akan membawanya keliling rumah, dia seperti akan kedatangan idolanya" lanjut Frans.
"Dia memang menyukai Anna sejak lama" ucap Abel seraya membantu Frans duduk di sofa.
"Kau tidak cemburu? " tanya Frans.
"Tidak, Anna tidak menyukai putra mu dokter" jawab Abel santai seraya duduk bertumpang kaki.
Frans tersenyum.
"Kau percaya diri sekali, jika Anna mengetahui semuanya, mungkin dia akan membenci mu" ucap Frans.
"Jika Anna mengetahui semuanya, bahkan rasa hormatnya padamu akan dia buang" ucap Abel masih dengan santai.
Frans tersenyum kemudian minum.
"Kau sudah minum obat? " tanya Abel hendak melayani.
"Di dalam laci itu! " tunjuk Frans ke arah laci dekat Abel.
Abel membukanya dan mengambilkannya untuk Frans. Melayani dengan lembut dan perhatian.
"Seharusnya dia menyukaimu, kau sangat lembut dan perhatian pada orang yang kau kenal" ucap Frans.
"Ya, tapi dia menolak ku. Tiga kali" ucap Abel seraya menunjukkan jarinya.
"Hahaha" Frans tertawa tapi kemudian menyentuh dadanya sendiri untuk mengendalikan diri.
"Kau sangat senang mendengar hal itu? " ucap Abel menyeringai.
"Hanya saja tidak membayangkan bagaimana runtuhnya rasa bangga seorang Alberto Sanjaya ditolak Anna Maria Wijaya" ucap Frans seraya tertawa namun sedikit mengendalikan diri.
"Aku senang kau masih bisa menertawakan ku" ucap Abel.
"Benar, aku selalu senang mendengar cerita kalian berdua. Tapi aku takut jika Anna mengetahui semuanya, dia akan sangat sedih" ucap Frans.
Abel terdiam, dia menggenggam kedua tangannya.
"Aku yang akan tanggung semuanya, karena aku yang meminta mu menyembunyikan semua darinya. Jangan berpikir terlalu keras. Kau harus banyak istirahat" ucap Abel.
Frans terdiam.
"Hmm kau suka? Jika kau jadi istri ku, kau akan jadi nyonya rumah ini"
Ucapan Stevan terdengar saat hendak masuk ke kamar Frans.
"Hmm dia berbual lagi" ucap Abel.
"Hai dokter! " sapa Anna kemudian datang dan menciumnya.
"Hai sayang! " jawab Frans.
"Kau terlihat.... "
Anna mencubit pipinya.
"... tua! " lanjut Anna seraya tersenyum.
"Kau tidak pernah mencubit pipiku? " ucap Stevan.
"Untuk apa? " Anna mundur karena Stevan menyodorkan pipinya.
Frans mendorong wajah Stevan cukup keras hingga terjatuh.
Abel tertawa.
"Jangan tertawa, aku sangat tau dia juga tidak pernah mencubit pipi mu" ucap Stevan menendang kaki Abel untuk lewat dan duduk di sofa.
Abel kesal seolah ingin membalas tapi dia menahan diri karena ucapannya ada benarnya.
"Apa sih mereka ini?" Anna duduk di dekat Frans.
"Kau terlihat lelah" ucap Frans.
"Hmm, seseorang selalu meminta ku bekerja lebih dari 8 jam dalam satu hari" bisik Anna.
"Semakin baik kualitas manusia, semakin berharga dia dimata orang lain" ucap Abel.
Anna melipat bibirnya, tapi mengakui ucapan Abel ada benarnya.
"Kau juga harus memperhatikan kesehatan nya, kau tau kan kalau dia pernah cidera kaki" ucap Frans.
"Aku tahu, aku menjamin kakinya selama sepuluh tahun ini tak pernah terasa sakit, dia yang lupa kalau tulang rusuk ku pernah cidera" Abel berdiri dan pergi keluar kamar.
Anna berdiri hendak menyusul.
"Mengobrolah selagi aku baik, aku malas duduk dekat dia" ucap Abel.
"Dasar dia ini! " Stevan kesal karena tahu yang dia maksud adalah dirinya.
Anna tersenyum namun merasa ucapan Abel selalu benar.
\=\=\=\=\=>>
