seorang anak perempuan bercita-cita untuk sukses bersama sang ayah menuju kehidupan yang lebih baik. banyak badai yang dilalui sebelum menuju sukses, apa saja badai itu?
Yok baca sekarang untuk tau kisah selanjutnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monica Wulan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lulus
Luna memasuki kamar mewah itu dengan langkah percaya diri, bukan dengan rasa takut. Suasana kamar remang-remang, dihiasi lampu-lampu temaram. Aroma parfum mahal tercium di udara. Saat pintu terbuka, dua pria lain sudah menunggu di dalam. Mereka berbadan kekar, wajahnya terlihat tampan meskipun sudah berumur. Luna tersenyum, matanya berkilat penuh tantangan. Ini bukan pertama kalinya ia berada dalam situasi seperti ini.
"Hai, cantik," sapa pria pertama, yang terlihat lebih tua di antara keduanya. Ia tersenyum ramah, namun matanya penuh gair*h.
"Hai," jawab Luna, suaranya terdengar menggoda. Ia mendekati mereka dengan langkah yang sengaja dibuat sensual.
"Aku Budi," kata pria kedua, yang terlihat sedikit lebih muda dari yang pertama. Ia juga tersenyum, menunjukkan giginya yang putih.
"Aku sudah bilang, namanya Luna," Doni mengingatkan
"Aku tahu," jawab Budi sambil tertawa kecil, namun ada sedikit rasa was-was dalam tawanya.
"Baiklah, langsung saja," kata boy "Kita nggak punya banyak waktu."
Doni menunjuk ke arah kasur besar yang terletak di tengah kamar. "Silakan, Luna."
Luna tertawa kecil, suaranya terdengar sedikit mengejek. Ia berjalan menuju kasur dengan langkah yang sengaja dibuat lambat dan menggod*. Ia melepas gaunnya dengan perlahan, menunjukkan tub*hnya yang indah dan menggoda. Ketiga pria itu terpesona.
"Jangan terlalu lama," kata Luna, suaranya terdengar dominan. "Aku juga ngga punya banyak waktu."
Luna mengambil kendali. Ia mulai menyentuh dan menci\*m ketiga pria itu bergantian, sentuhannya sensu4l dan agresif. Ia menguasai situasi, membuat ketiga pria itu mengikuti kemauannya. Ia bukan hanya objek, tapi juga subjek yang aktif dan dominan dalam permainan ini.
Ia menikmati setiap sentuh4n dan cium4n, Ketiga pria itu kewalahan dengan agresivitas Luna. Mereka tidak menyangka akan bertemu dengan wanita yang segan4s Luna. Luna menikmati setiap momen, merasakan kepuasan, Ia membuktikan bahwa ia bukan hanya korban, tapi juga pelaku yang menikm4ti permainan ini.
...****************...
3 Minggu berlalu
Mentari pagi menyinari Lapangan sekolah Desa Mekar Asri, menerangi wajah-wajah penuh harap para siswa SMA Desa Mekar Asri yang baru saja menyelesaikan ujian nasional. Hari ini adalah hari kelulusan, hari penentuan masa depan. Aisyah dan Caca, dua sahabat karib, berdiri berdampingan di barisan paling depan.
"Aisyah, aku yakin kamu pasti keterima di universitas kota! Nilai kamu bagus kok!" seru Caca, suaranya bergetar karena antusiasme. Ia menggoyang-goyangkan tangan Aisyah dengan riang.
Aisyah terkekeh pelan. "Amin, semoga aja, Ca. Doain aku, ya."
"Doain? Aku lebih dari sekadar doain kamu loh sya! Aku udah nyiapin pesta kecil-kecilan di rumah, nanti kita rayain bareng!" Caca memeluk lengan Aisyah erat. "Bayangin sya, kita kuliah bareng di kota! Jalan-jalan, eksplor tempat baru, cari pengalaman seru… seru banget, kan?"
Aisyah mengangguk, matanya berkaca-kaca. Mimpi kuliah di kota besar, jauh dari desanya yang sederhana, selalu menjadi impiannya.
Pengumuman juara umum sekolah dimulai. Pak Budi,memulai dari peringkat ketiga. Suasana tegang menyelimuti para siswa yang duduk rapi di lapangan. Aisyah dan Caca masih berpegangan tangan, saling memberikan semangat.
"Dan untuk Juara Umum peringkat ketiga… Cika wulandari!" Tepuk tangan bergemuruh. Satu persatu peringkat diumumkan hingga sampai pada peringkat pertama. Hening sesaat menyelimuti lapangan sebelum Pak Budi tersenyum lebar.
"Dan Juara Umum peringkat pertama adalah… Aisyah Saffiya Zahra!"
Caca berteriak histeris, melompat-lompat kegirangan sambil memeluk Aisyah. "Yeyy Aisyah! Kamu juara satu! Selamat ya sayang!" Aisyah tersenyum lebar, air mata haru membasahi pipinya. Ia tak menyangka bisa meraih prestasi setinggi ini.
Pak Budi memberikan piagam penghargaan kepada tiga siswa berprestasi, termasuk Aisyah. "Selamat kepada kalian bertiga. Kalian telah mengharumkan nama SMA Desa Mekar Asri. Semoga prestasi ini menjadi motivasi bagi kalian untuk terus belajar dan berkarya lebih baik kedepannya." kata Pak Budi dengan hangat.
Setelah pengumuman juara umum, acara dilanjutkan dengan pengumuman siswa yang diterima di perguruan tinggi di kota. Hanya lima siswa yang berhasil mendapatkan beasiswa, sisanya diterima melalui jalur mandiri (bayar) termasuk caca. Satu persatu nama dibacakan. Ketegangan semakin terasa. Aisyah menggenggam tangan Caca semakin erat. Jantungnya berdebar kencang.
Beberapa nama siswa yang diterima jalur mandiri disebut. Kemudian, Pak Budi mulai membacakan nama-nama siswa yang diterima melalui jalur beasiswa. Empat nama disebut, dan hanya tinggal satu nama lagi. Suasana menjadi hening. Aisyah merasa jantungnya seakan berhenti berdetak. Namanya belum disebut. Kecemasan mulai menguasai dirinya.
"Dan yang terakhir selamat untuk… Aisyah Saffiya Zahra!" Suara Pak Budi memecah keheningan. Aisyah tak kuasa menahan air matanya. Ia langsung sujud syukur, mengucap rasa syukur yang tak terhingga. Caca kembali berteriak, memeluk Aisyah erat. Para siswa lain pun bertepuk tangan dan mengucapkan selamat.
Di tengah euforia kebahagiaan, ada satu sosok yang wajahnya menunjukkan ketidaksukaan. Ya siapa lagi kalau bukan Alya, sepupu Aisyah, anak dari paman dan bibinya, menatap Aisyah dengan pandangan penuh kebencian dan iri hati.
"Dasar miskin! kok dia keterima sih sedangkan aku gagal sebelum daftar,ngga bisa di biarin. Aku juga harus kuliah di kota!!" gumam Alya, suaranya hampir tak terdengar,