Bayinya tak selamat, suaminya tega berkhianat, bahkan ia diusir dan dikirim ke rumah sakit jiwa oleh Ibu mertua.
Namun takdir membawa Sahira ke jalan yang tak terduga. Ia menjadi Ibu Susu untuk bayi seorang mafia berhati dingin. Di sana, Sahira bertemu Zandereo Raymond, Bos Mafia beristri yang mulai tertarik kepadanya.
Di tengah dendam yang membara, mampukah Sahira bangkit dan membalas sakit hatinya? Atau akankah ia terjebak dalam pesona pria yang seharusnya tak ia cintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13 Masa Lalu Zander
Sudah seminggu Sahira bekerja sebagai Ibu Susu di Raymond Home. Suasana damai tak ada masalah berarti, dan Sahira dengan pembawaannya yang tenang dan sabar, menjalani hari-harinya. Namun, ada satu hal yang mengganjal pikirannya. Sikap Balchia. Wanita sombong itu yang dulu selalu sinis, kini tidak lagi mengganggu. Perubahan ini juga disadari oleh Ayah Baby Zee dan Mauren, yang justru merasa curiga.
Pagi itu, di dalam mobil, Hansel, sang supir, mencoba memecahkan misteri tersebut.
“Mungkin Nyonya Balchia sudah sadar kalau Mbak Sahira itu wanita baik-baik,” kata Hansel.
“Dari tatapannya saja, Sahira memang wanita baik. Tapi kebaikannya itu juga bisa berbahaya baginya,” jawab Zander dari kursi belakang.
“Tuan Bos, Anda seperti mengenal baik Mbak Sahira. Apa Bos dulu pernah naksir sama dia?” tanya Hansel iseng.
Mata Zander yang terpejam langsung terbuka. Ia memalingkan wajahnya yang sedikit memerah. “Itu dulu, saat kami masih SMA.”
Hansel terkejut. “Tapi kenapa Mbak Sahira tidak ingat, Bos? Apa perasaan Bos bertepuk sebelah tangan?”
Zander terdiam, pikirannya melayang ke masa lalu. Ia mulai bercerita. “Dulu saya... berbeda.”
“Maksudnya, Bos dulu jelek?” tanya Hansel dengan nada jahil.
Zander langsung mendelik. “Enak saja! Saya sudah tampan dari embrio! Mau gaji kau dipotong?!”
Hansel segera meminta maaf sambil menahan tawa. Setelah Zander membuang napas panjang, ia melanjutkan ceritanya.
“Dulu saya agak berisi.”
“Oh, gendut?”
“Saya tidak gendut, Hansel! Saya cuma be-ri-si sedikit saja!” sentak Zander. Hansel mengangguk patuh, meski dalam hati geli membayangkan bosnya yang dingin dan judes ini pernah "berisi".
Zander kemudian bercerita bagaimana Sahira adalah satu-satunya sahabatnya di kelas. Saat ia dikucilkan, hanya Sahira yang mau berteman, membelanya, dan membuatnya tersenyum. Demi Sahira, ia mulai berolahraga. Suatu hari, ia memberanikan diri menyatakan cinta, dan tak disangka, Sahira menerimanya.
“Apa Mbak Sahira tahu Anda dari keluarga Raymond, Bos?”
“Tidak. Aku cuma bilang Ayahku miskin, tapi baik dan tidak pelit seperti Kakek.”
Hansel mengerti. Zander yang "berisi" saat itu adalah hasil dari didikan Tuan Daren yang memanjakannya hingga jatuh miskin. Kebencian Raymond pada Daren karena alasan ini pun menjadi masuk akal.
“Jadi, Bos berhasil pacaran?” tanya Hansel penasaran.
“Kami sempat pacaran... tapi cuma bertahan dua hari,” jawab Zander getir. “Ayah Sahira penyebabnya. Dia tidak suka saya yang ‘gendut’ dan dikira miskin. Dia langsung membawa Sahira pindah entah ke mana.”
Amarah Zander kembali membara. “Kalau saya bertemu Ayahnya lagi, saya akan tunjukkan pria yang dia hina dulu bukan lagi pria gendut dan miskin!” Ia mengepalkan tangan, teringat kalimat hinaan yang sulit ia lupakan. “Ganteng tapi miskin, apa gunanya? Putriku akan menikahi pria kaya, bukan gumpalan lemak sepertimu.”
“Tapi… Ayah Mbak Sahira sudah meninggal, Bos,” ujar Hansel pelan.
“Oh, baguslah… tak ada lagi penghalang,” desis Zander.
Tak lama kemudian, di dalam mobil yang melaju pulang dari rumah sakit, Zander memegang berkas hasil tes DNA. Ia tidak membukanya, ingin menunggu dan menunjukkannya di depan keluarganya. Ia yakin Baby Zee bukan anaknya.
Di rumah, Mauren sedang memandikan Baby Zee dan Baby Zaena. Seorang pembantu datang.
“Nyonya… Tuan Zander memanggil Nyonya ke ruang tamu. Ia ingin menunjukkan sesuatu.”
Mauren menyerahkan dua set baju bayi. “Tolong bantu pakaikan baju mereka, ya.”
“Bisa, Nyonya.”
Setelah Mauren pergi, pembantu itu duduk di depan dua bayi itu. Saat memasangkan baju, tatapannya mulai terlihat aneh. Ia bergumam, “Mati… kau harus mati…”
Tangis Baby Zaena pecah saat pembantu itu mencoba mencekiknya.
“AKHHH!” Pembantu itu berteriak saat tiba-tiba Sahira mendorongnya dengan kencang. Mata Sahira membelalak melihat apa yang baru saja terjadi.
“Kau?! Apa yang kau lakukan pada anakku?!” Sahira cepat-cepat menggendong Baby Zaena dan Baby Zee, mundur dua langkah penuh ketakutan.
Pembantu itu berdiri, di tangannya kini ada pisau. Ia berlari menghalangi Sahira yang hendak melarikan diri.
“Kau… kau harus mati!” teriaknya.
“Berhenti! Kau membuat mereka takut!” mohon Sahira sambil mendekap dua bayinya yang menangis kencang.
Pada saat yang sama, di ruang tamu, berkas tes DNA terbuka di meja. Zander mendecak lidah, hasilnya sama seperti milik Raymond. Raymond terbahak puas. Daren terdiam, “Bayi itu ternyata memang cucuku?” batinnya senang. Mauren tersenyum di samping Balchia.
“TIDAKKK!!”
Teriakan Sahira memecah keheningan, membuat semua orang di ruang tamu serentak bangkit dari kursi mereka.
“Sahira?”
nanti tuh cebong berenang ria di rahim istri mu kamu ga percaya zan
Duda di t inggal mati rupa ny... 😁😁😁
makaberhati2 lah Sahira
fasar hokang jaya