NovelToon NovelToon
AKU BUKAN AYAHNYA, TAPI DIA ANAKKU

AKU BUKAN AYAHNYA, TAPI DIA ANAKKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"Mas aku pinta cerai" ucap laras
Jantungku berdetak kencang
Laras melangkah melauiku pergi keluar kosanku dan diluar sudah ada mobil doni mantan pacarnya
"mas jaga melati, doni ga mau ada anak"
aku tertegun melihat kepergian laras
dia pergi tepat di hari ulang tahun pernikahan
pergi meninggalkan anaknya melati
melati adalah anak kandung laras dengan doni
doni saat laras hamil lari dari tanggung jawab
untuk menutupi aib aku menikahi laras
dan sekarang dia pergi meninggalkanku dan melati
melati bukan anakku, bukan darah dagingku
haruskah aku mengurus melati, sedangkan dua manusia itu menghaiantiku

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 14

Riko merasa lega, akhirnya Melati selamat.

"Terima kasih, Mbak Melisa," ucap Riko tulus. Ia merasa berutang nyawa sekarang pada Melisa.

"Sama-sama, Mas," jawab Melisa. "Saya juga sebenarnya ingin mengucapkan terima kasih, tapi Mas tadi pagi buru-buru pergi."

Lalu Riko menceritakan apa yang terjadi padanya dan Melati.

"Duh, kasihan sekali ya Melati. Terus, ibunya ke mana?" tanya Melisa.

Riko menarik napas berat.

"Kalau memang berat, tidak usah diceritakan, Mas," ucap Melisa dengan lembut.

"Syukurlah... mudah-mudahan perut saya kenyang dengan memendam masalah," jawab Riko, mencoba tersenyum.

"Mas sudah makan belum?" tanya Melisa.

"Sudah," jawab Riko, berbohong.

Melisa mengambil sepotong roti dari dalam tasnya.

"Ini buat ganjal perut, Mas. Dulu, ayahku juga begitu... kalau aku sakit, beliau sering lupa makan. Mas juga pasti belum makan, kan?" katanya sambil menyodorkan roti.

Lalu, dengan mata yang mulai berkaca-kaca, Melisa melanjutkan, "Tapi memang, seorang ayah kadang suka berbohong pada anaknya... agar anaknya tidak merasa terbebani."

"Kenapa, Mbak?" tanya Riko pelan.

"Ah, tidak... saya hanya sedang teringat almarhum Bapak saja," jawab Melisa sambil menyeka air matanya dengan tisu.

"Maaf sudah membuat Mbak Melisa bersedih," ucap Riko, merasa bersalah.

"Tidak... saya tidak bersedih. Melihat Mas Riko, saya seperti melihat Bapak saya," ujar Melisa lembut.

Astaga, setua itukah aku? Kirain dia bakal bilang melihat aku seperti melihat kekasih... eh, pikir Riko dalam hati.

"Keluarga pasien anak Melati!" suara lantang perawat memotong obrolan antara Melisa dan Riko.

Riko segera melangkah menghampiri perawat.

"Pak, tolong ke ruang administrasi. Ada yang harus Bapak selesaikan," ucap perawat itu.

Deg. Jantung Riko kembali berdetak kencang.

Ini pasti soal biaya. Kalau di bawah sepuluh juta, aku jual motorku. Kalau di atas sepuluh juta... aku jual ginjalku, pikir Riko, sudah sibuk mencari solusi bahkan sebelum tahu apa masalahnya.

Riko melangkah menuju ruang administrasi.

Seorang petugas memberikan rincian biaya kepadanya.

"Ini, Pak. Kekurangannya tujuh juta rupiah. Sudah kami diskon beberapa kali, mengingat profesi Bapak sebagai ojek online," ucap petugas dengan ramah.

Riko menghela napas lega.

Ternyata biayanya di bawah sepuluh juta, jadi ia tidak perlu menjual ginjalnya.

Tapi, dari mana Riko bisa mendapatkan uang tujuh juta?

Di rekeningnya hanya ada tiga juta rupiah—dan itu pun sudah disiapkan untuk keperluan sekolah Melati.

Menjual motor? Itu berarti ia harus rela kehilangan satu-satunya mata pencaharian sebagai ojek online.

Meminjam? Tapi pada siapa? Ekonomi sedang sulit. Banyak orang juga sedang berjuang dengan kesulitan masing-masing.

Membuat donasi atau bantuan? Mungkin rekan-rekan ojolnya akan siap membantu. Tapi itu bukan Riko. Ia bukan tipe orang yang ingin menyusahkan orang lain.

"Sepertinya... aku harus menjual sepeda motorku," gumam Riko, memantapkan keputusan dengan berat hati.

Riko melangkah menuju ruangan tempat Melati dirawat.

Tampak Melati sudah sadar. Ia tersenyum meski kepalanya masih diperban.

Di sampingnya, Melisa duduk menemani dengan penuh perhatian.

Ah... seharusnya Doni dan Laras yang ada di samping Melati. Kenapa justru Melisa?

Cinta memang kadang tak pandang bulu... tumbuh pada siapa saja, gumam Riko dalam hati.

Riko melangkah mendekat ke sisi ranjang Melati.

"Ayah..." Melati langsung menangis begitu melihat wajah Riko.

"Iya, Sayang. Ayah di sini," ucap Riko sambil menggenggam tangan kecil putrinya.

"Yah... kepalaku muter-muter. Kalau bangun, pusing, Yah..." keluh Melati dengan suara lemah.

"Ya sudah, Melati tidur saja dulu, ya. Istirahat yang banyak, biar cepat sembuh," jawab Riko lembut, mencoba menenangkan.

"Yah... Nenek Eha gimana, Yah?" tanya Melati dengan suara lirih.

Riko terdiam sejenak. Ia bingung harus menjawab apa.

Kalau ia mengatakan bahwa Nenek Zuleha sudah meninggal, Melati pasti akan sedih.

"Nenek Eha baik-baik saja," jawab Riko akhirnya. "Kata Nenek Eha, Melati harus cepat sembuh... biar bisa main lagi."

Riko berbohong, demi menjaga hati Melati.

Memang, kadang seorang ayah harus pandai berbohong... demi senyum anaknya.

"Yey... syukurlah," ucap Melati lega, lalu mulai bercerita dengan suara pelan.

"Mobil hitam itu tiba-tiba mau nabrak aku... terus aku didorong Nenek Eha. Mobil hitamnya malah nabrak Nenek Eha..."

Wajah Melati mulai murung, tapi ia tetap melanjutkan,

"Terus aku ditabrak motor... terus kepala aku sakit... terus semuanya jadi hitam, Yah."

"Tiba-tiba menabrak?" pikir Riko. "Apa mungkin ada yang sengaja mencelakai Melati? Tapi siapa? Anak sekecil itu, belum genap empat tahun, masa sudah punya musuh? Perasaanku, aku juga nggak punya musuh..."

Doni? Laras? Ferdi? Mereka semua keluarga Melati. Tapi... apa mungkin mereka tega menyakiti darah daging sendiri?"

Riko terus berpikir, hatinya mulai gelisah.

"Yahhh!" panggil Melati, membuyarkan lamunannya.

"Kenapa melamun terus, sih?"

“maaf papah melamun tadi” ucap riko,

Riko menatap ke arah Melisa, sosok yang bukan siapa-siapa, tapi rela mendonorkan darahnya untuk Melati.

Sementara Doni—ayah kandung Melati—hanya bersedia mendonor dengan syarat. Padahal, Melati adalah darah dagingnya sendiri.

Riko merasa tak enak hati.

"Mbak Melisa, kalau Mbak mau pulang... pulang saja ya. Biar Melati saya yang rawat," ucap Riko pelan, mencoba menjaga perasaan Melisa.

Melati tampak cemberut, wajahnya masam.

"Sayang... ingat kata Ayah apa?" tanya Riko lembut.

"Tidak boleh menyusahkan orang lain," ucap Melati datar.

"Anak baik," ucap Riko sambil membelai tangan Melati dengan penuh kasih.

Melati pun tersenyum, lalu memandang Melisa.

"Iya, Kakak cantik pulang aja. Besok ke sini lagi, ya," ucap Melati manis.

"Iya, Kakak pasti ke sini... bawa boneka," ucap Melisa sambil tersenyum.

"Bawa buku aja, Kak," sahut Melati, menawar dengan polos tapi cerdas.

Melisa tertawa kecil. Permintaan itu menunjukkan betapa Melati adalah anak yang cerdas—karena menurut para ahli psikologi anak, kemampuan untuk memilih menandakan otaknya sedang aktif dan berkembang.

"Ok... anak baik," ucap Melisa, mengelus kepala Melati dengan sayang.

Melisa memandang Riko.

Deg. Riko tertegun. Pandangan Melisa terasa begitu meneduhkan.

Hatinya bergetar—sesuatu yang tak pernah ia rasakan, meski setiap hari dulu ia melihat Laras yang cantik.

"Apakah... aku jatuh cinta?" pikir Riko dalam diam.

"Mas," ucap Melisa lembut, memecah lamunan, "aku pulang dulu, ya."

"Ok, silakan, Mbak," ucap Riko dengan suara sedikit gemetar.

Ia mengantarkan Melisa sampai ke pintu kamar.

"Aku pamit, Mas," ucap Melisa sambil mengangguk pelan.

"Terima kasih, S—..." Riko hampir saja mengatakan sayang, tapi buru-buru menahan diri.

Begitu Melisa pergi, Riko kembali ke brankar tempat Melati berbaring.

"Yah, dongeng dong..." ucap Melati dengan mata berbinar.

Seharian ini, Riko sudah sangat lelah—lelah fisik dan mental. Ia belum makan apa pun selain sepotong roti yang diberikan Melisa tadi siang.

1
Tismar Khadijah
Banyak riko2 dan melati2 lain di dunia nyata, ttp berjuang dan berharap
Inyos Sape Sengga
Luar biasa
Sri Lestari
thor....aku salut akan crita2mu...n othor hebat ngegrab kog bs sambil nulis....mntabbb/Good/
adelina rossa
astagfirullah laras...belum aja kamu tau aslinya doni ...kalau tau pasti nyesel sampe.nangis darah pun rahim kamu ga bakalan ada lagi...lanjut kak
SOPYAN KAMALGrab
tolong dibantu likekom
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
menunggu karma utk laras
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
dari sini harusnya tau donk, kalo gada melati, gakan ada riko
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
teruslah maklumi dan dukung anakmu yg salah.. sampaii kau pun akan tak dia pedulikan
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
salahin anakmu yg bikiinyaa buuukkk
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
ayah
Su Narti
lanjutkan 👍👍👍👍💪💪💪💪💪💪💪
mahira
makasih kk bab banyak banget
Nandi Ni
Bersyukur bukan dari darah para pecundang yg menyelamatkan melati
SOPYAN KAMALGrab
jangan fokuskan energimu pada kecemasan fokus pada keyakinan
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
alhamdulillah
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
apa? mau duit ya?
mahira
lanjut
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
apalagi ini..? mau dijual juga laras?
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
dirumah doni thoorrrr
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
untung mood anak cewek gampang berubah 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!