Berdalih Child Free, Aiden menutupi fakta dirinya yang mengalami hipogonadisme.
Namun pada malam itu, gairah seksualnya tiba-tiba memuncak ketika dirinya mencoba sebuah obat perangsang yang ia buat sendiri.
Aiden menarik Gryas, dokter yang tengah dekat dengannya.
"Tenang saja, kau tidak akan hamil. Karena aku tidak ingin punya anak. Jadi ku mohon bantu aku."
Namun yang namanya kuasa Tuhan tidak ada yang tahu. Gryas, ternyata hamil setelah melewatkan malam panas dengan Aiden beberapa kali. Ia pun pergi meninggalkan Aiden karena tahu kalau Aiden tak menginginkan anak.
4 tahun berlalu, Anak itu tumbuh menjadi bocah yang cerdas namun tengah sakit.
"Mom, apa Allo tida atan hidup lama."
"Tidak sayang, Arlo akan hidup panjang. Mommy akan berusaha mencari donor yang sesuai. Mommy janji."
Akankah Arlo selamat dari penyakitnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membawa Benih 35
Aiden benar-benar tidak tidur malam itu, dia baru memejamkan matanya saat di pesawat. Dan selama penerbangan, hebatnya dia juga sama sekali tidak bangun.
Rasa lelah yang bertumpuk selama berhari-hari itu benar-benar terbayarkan sekarang. Perjalanan pesawat yang memakan waktu lebih dari 13 jam, sungguh dimanfaatkan untuk tidur oleh Aiden.
Baginya memang tidak ada yang bisa dilakukan dan mempersiapkan tubuh serta hati dengan tidur adalah cara paling efektif.
Ketika Aiden tengah melakukan perjalanannya menuju ke Indonesia, di Indonesia Gryas tampak begitu menikmati harinya bersama Arlo. Dia membawa Arlo mengunjungi beberapa tempat wisata yang ada di kota tersebut. Anak itu nampak senang dan antusias sekali. Selama ini dia tidak bisa pergi kemana-mana sehingga rasanya sungguh sangat menyenangkan baginya bisa main-main begini.
"Woaaah tempatnya selu, Mommy. Ini sunduh lual biasa."
"Syukurlah kalau Arlo menyukainya. Dan karena ini bukan hari libur, jadi tempatnya tidak ramai. Arlo bisa puas untuk menikmatinya."
Bagaimanapun, anak-anak tetaplah anak-anak, dia tetap senang dan pikirannya teralihkan jika dibawa ke tempat permainan atau sesuatu yang menarik perhatiannya. Apalagi Arlo selama ini juga tidak pernah pergi kemana-mana.
Hampir setengah hari Arlo dan Gryas menikmati one day trip mereka. Meski Arlo tidak mengeluh capek, tapi bagi Gryas ini sudah cukup dan mereka harus segera beristirahat.
"Kita pulang ya. Sudah waktunya untuk pulang."
"Ote Mommy, tapi Allo lapel. Badaimana talau tita matan dulu."
Gryas tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Dia mencari referensi restoran yang ramah dengan anak. Setelah mendapatkannya, Gryas langung meluncur ke sana.
Lagi-lagi Arlo merasa senang. Ada sesuatu yang menyesakkan di dada Gryas. Selama ini Arlo memang seperti terkurung, dan bisa melihat anaknya itu tersenyum lebar dengan wajah cerah seperti ini, ia merasa bahagia sekaligus sedih.
Ingatannya tentang bagaimana Arli berjuang melawan rasa sakit yang dideritanya, itulah yang membuat hati Gryas terasa sakit.
"Mommy suapin ya?"
"Tida Mommy, Alli mau matan sendili saja. Tan Allo sudah besal."
"Baiklah sayangku, Allo memang anak hebat."
Gryas membuatkan Arlo melakukannya sendiri, tapi bukan berarti Gryas lepas tangan. Dia tetap mengawasi dan membantu karena Arlo tetap kesulitan.
"Selamat siang, maaf jika menganggu."
"Ya, ada apa?"
"Gryas, benar kan kamu Gryas."
Seorang laki-laki tiba-tiba datang menghampiri mejanya. Gryas menatap pria itu dengan seksama.
Mendengar pria itu menyebutkan namanya, sudah pasti mereka saling kenal. Akan tetapi agaknya Gryas kesulitan mengingat siapa orang tersebut, mungkin karena sudah lama tidak bersua.
"Maaf, siapa ya. Aku beneran lupa."
"Aku, Lukas. Temen SMA kamu dulu di Surabaya."
"Lukas Lukas Lukas, aaah asataga Lukas? Yang dulu suka main basket itu bukan. Atlet sekolah?"
Pria yang bernama Lukas itu menganggukkan kepalanya cepat. Dia terlihat senang karena Gryas berhasil mengingat tentang dirinya.
"Kalau tidak keberatan, apa boleh gabung. Tidak mengganggu kan?"
"Oh silakan, tidak sama sekali. Ah iya Luk, ini anak aku. Arlo, beri salam kepada Om Lukas."
"Halo Om Lutas, selamat siang. Atu Allo, atu adalah anatnya Mommy."
Sedari tadi Arlo memerhatikan interaksi ibunya dan pria asing tersebut. Baru kali ini dia melihat pria yang belum dikenalnya selama tinggal di Indonesia. Jadi Arlo memiliki tatapan yang sedikit asing.
Akan tetapi bocah itu terlihat sukup wellcome ketika Lukas memperkenalkan dirinya secara langsung.
"Hallo Arlo, Om Lukas adalah temannya Mommy kamu saat sekolah dulu. Waah Arlo hebat sekali sudah bisa makan sendiri."
"Iya Om, timatasih. Allo tan sudah besal jadi pasti sudah bisa matan sendili."
Lukas menganggukkan kepalanya dia kemudian mengusap lembut kepala Arlo.
Setelah sedikit menyapa Arlo, Lukas kembali fokus dengan Gryas. Terlihat sekali dia sangat senang bertemu kembali dengan Gryas saat sekarang ini.
"Jadi bagaimana kabarmu Gry?"
"Baik, sangat baik. Kamu sendiri, apa sekarang sungguh jadi atlet?"
Lukas dengan cepat menggeleng. Dia tidak bisa menjadi atlet setelah sebuah peristiwa.
"Ndak, aku banting setir. Aku pernah mengalami laka lantas, dan itu membuat kakiku patah. Cita-cita jadi atlet nasional harus aku pupus. Gagal jadi atlet, sekarang aku kerja di sebuah universitas."
"Dosen?"
Lukas mengangguk, tebakan Gryas tepat sasaran. Ya Lukas sekarang merupakan pengajar pada sebuah universitas di kota tersebut. Dan ternyata itu sudah lama.
Mereka berbincang dengan sangat nyaman. Sudah lama juga Gryas tidak bicara banyak dengan orang lain seperti ini dan ternyata itu menyenangkan juga.
Gryas dan Lukas adalah dua orang yang saat masa putih abu-abu menjadi idola. Gryas yang berprestasi dalam bidang akademik dan Lukas yang berprestasi dalam bidang olahraga. Keduanya bahkan mejadi ikon sekolah. Mereka juga dinobatkan menjadi Queen and King masa itu.
Sedikit lucu memang saat diingat, tapi memang begitulah adanya. Setiap teman dulu mengatakan mereka sangat serasi jika berdiri bersama. Tapi itu hanyalah ucapan semata. Pada kenyataannya baik Lukas maupun Gryas tak memiliki hubungan romantis apapun.
"Ku dengan kamu sekarang menjadi dokter Gry. Aku lihat infomasi keluargamu di laman pencarian."
"Iya, tapi sekarang aku sedang rehat juga kok, Luk."
"Kenapa?"
"Sedang proses penyembuhan anakku. Dan aku ingin ada di sampingnya."
Lukas mengalihkan pandangannya dari Gryas ke Arlo. Dia melihat Arlo tampak sehat-sehat saja, tidak seperti anak yang tengah sakit.
"Aku tahu apa yang kamu pikirkan. Ya sekarang Arlo terlihat sehat. Karena belum lama ini dia menjalani operasi besar, transplantasi hati."
"Oh Ya Tuhan."
Lukas nampak terkejut. Hanya dengan dua kata itu saja yakni transplantasi hati, sudah cukup mejelaskan semuanya bahwa anak sekecil itu pernah mengalami sakit yang luar biasa.
"Aku turut prihatin, Gry. Tapi bagaimana sekarang kondisi Arlo, sudah jauh lebih baik kan?"
"Ya sudah. Tapi tetap harus dipantau karena untuk memastikan tubuh Arlo bisa beradaptasi dengan baik terhadap hati baru itu."
Lukas mengangguk paham, meski dia tidak mengerti tentang duni medis tapi informasi itu cukup bisa dimengerti bagi orang awam sepeti dirinya.
Sekali lagi Lukas mengusap kepala Arlo. Dia merasa sangat interest terhadap anak itu yang nampak cerdas.
Drtzzz
"Oh astaga. Gry, aku pamit dulu ya. Next time bisakah kita mengobrol lagi. Apa kamu punya kartu nama?"
Ponsel Lukas bergetar, dia tampak terburu-buru hendak pergi. Mungkin ada sesuatu yang penting.
"Ini, ada."
"Oke thanks. Aku akan menghubungimu nanti. Sampai jumpa anak ganteng."
Lukas meninggalkan restoran itu dengan berjalan sedikit lebih cepat. Gryas yang melihatnya hanya tersenyum simpul. Agaknya sifat Lukas memang sama sekali tidak berubah. Pria itu humble dan memang mudah cepat akrab.
Padahal dulu mereka tidak pernah berbicara dekat seperti ini. Jadi Gryas pun merasa takjub sekarang bisa berbicara degan nyaman terhadap Lukas.
"Tidak buruk juga ternyata ngobrol dengan teman lama."
TBC
knp suda tamat aja si..
😭😭😭
keturunan india belom ada nongol lagi nih kak, boleh lah di ceritain.