NovelToon NovelToon
Giziania

Giziania

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem
Popularitas:400
Nilai: 5
Nama Author: Juhidin

Ada satu komunitas muda-mudi di mana mereka dapat bersosialisasi selama tidurnya, dapat berinteraksi di alam mimpi. Mereka bercerita tentang alam bawah sadarnya itu pada orangtua, saudara, pasangan, juga ada beberapa yang bercerita pada teman dekat atau orang kepercayaannya.

Namun, hal yang menakjubkan justeru ada pada benda yang mereka tunjukkan, lencana keanggotaan tersebut persis perbekalan milik penjelajah waktu, bukan material ataupun teknologi dari peradaban Bumi. Selain xmatter, ada butir-cahaya di mana objek satu ini begitu penting.

Mereka tidak mempertanyakan tentang mimpi yang didengar, melainkan kesulitan mempercayai dan memahami mekanisme di balik alam bawah sadar mereka semua, kebingungan dengan sistem yang melatari sel dan barang canggih yang ada.

Dan di sini pun, Giziania tak begitu tertarik dengan konflik yang sedang viral di Komunitaz selain menemani ratunya melatih defender.

note: suka dengan bacaan yang berbau konflik? langsung temukan di chapter 20

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juhidin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chap 13 Melan dan Gas Melon

"Mel, lo tadi ngomong gas melon di saluran. Lha mana kebunnya?"

"Dih siapa yang bahas kebon? Ini maksud gue Ha. Ini tabung gas-nya."

Melan menyentuh helm yang sedari tadi mereka abaikan, alat perlindungan tersebut masih nangkring di meja. Warnanya hitam.

"Ini helm, Mel. Kejeduk apa batoknya tadi itu sih?"

"Gak. Ini tadi gas tube, Ha. Tanya April. Lo sendiri khan bilang.. dunia kita tuh alam geblek."

"Setuju," ucap Teni turut bersuara. "Gue udah liat sendiri kelakuan gue ke sesama. Membantai teman-teman satu sekolah cuma buat nunjukin power ke orang yang dianggap mata-mata. Serius. Sampe komunitas bingung jalan.. gimana cara nundukin gue yang hewani itu."

Teni bicara sambil memutari meja, lalu menghirup udara sambil terpejam mata, dihisapnya dalam-dalam aroma yang ada, yang bersumber dari tubuh Ira.

"Gue juga setuju, Ten. Tapi yang jarang nanya ke pakar xmatter tuh Seha. Bokin lo. Makanya gue kol. Seha khan udah ngerti banget sama bahan baku universal di alam geblek ini. Hampir gak pernah ngeluh ke bunda Olive."

"Lo ngapain belajar telekinetis? Maen yoyo, mencet remot udah kategori telkin," santai Seha sambil ganjen, menyentuh punggung tangan Melan lalu menggusapinya.

"Ha. Gue gak pede ke final kalo bawa bekal seadanya. Imej gue baru nembus batu doang. Mana belum punya trust."

Tempat sudah sepi, Seha sadar dan melihat Ira sedang diikuti Teni, Jihan dan April meninggalkan dirinya yang masih menanyai Melani si galau buta.

Di kamar Ira, Seha dan Melan yang baru sampai, sudah melihat kesibukan orang.

Jihan sedang jongkok memeriksa kolong meja komputer, Teni sedang menyibak spray ranjang, April sedang mengapung membuka lawang langit ruangan.

Ira yang sedang berdiri dalam bingungnya melihat Seha dan Melan datang. Dia pun bersegera diri menghampiri dua sebayanya. Ira memperlihatkan isi pesan dalam kertas yang dibawa pada Seha.

"Ijinkan mereka mencari surat berikutnya di kamarmu," eja Seha membacakan langsung teks yang ditunjukkan.

"Balikin coba, Ra," pinta Melan. Lalu saat Ira membalikkan kertas sorotan..

"Kosong," ucap Seha. "Udah jelaslah, Mel. Lo gak baca? Pointnya di sini khan... nyisir."

"Jiah.. Sekosong hati ini Pemirsa," kata gadis berhelm hitam ini.

"Jodoh lo masih otewe. Bukan gak ada," sela Seha. "Isi batoknya penderitaan mulu."

"Tapi khan gue udah bismillah masang helmnya."

Seha tak menanggapi, melainkan..

"Hhhhss...!"

Ira membiarkan Seha menghirup bajunya, sementara Melan sudah di sudut kamar, memeriksa daun pintu tempat tas Ira menggantung.

"Hhhss.. anjer ayang banget bau lo, Ra. Hhhss..!"

Ira dapati mata Seha mengantuk sebagaimana orang yang mabuk. Parfum Ira membuatnya ngelantur memejam setengah mata.

"Hhhhss! Mmhh.." halu Seha.

Ira jadi canggung tapi akhirnya membiarkan Seha dalam buaian, lanjut menunggui mereka yang sibuk mencari surat.

Jihan mengangkat keyboard, April menyalakan senter dan menyoroti gorong atap rumah, Melan mengantungkan kembali sweater Ira yang terjatuh, Teni mengangkat bantal.. terdiam..

"..?!"

Teni mengamati cekal tangannya, ada sesuatu pada bantal yang baru diambilnya. Ira yang sedari tadi memperhatikannya terpancar rasa senang.

Teni duduk di kasur sambil menaruh bantal yang bisa menyelipkan kertas ke tangannya tersebut.

"Geli. Nyaris kaget. Nyaris keremas. Ini suratnya, Guys. Udah ketemu."

Semuanya berhenti mencari begitu Teni memberitahu dan menemukan kertas yang dicari.

"Coba. Bacain Ten. Gimana lagi pesannya."

"Dalam sudut pandang Ira, dunia kakaknya itu seperti apa? Mimpinya ataukah pengalaman nyata?"

"Ha?" Melan.

"Kuprit. Ken again. Tua bangka.." Seha.

"Ken??" tanya Ira.

"Yup. Dia portal yang paling tua. Dia doyan iseng. Inti masalah dari peperangan antar jins. Ada mitos kalo Kencana gada, maka alam geblek ini rungkad. Runtuh. Nih alam bakal kek gedung yang patah-tulang kalo gada dia yang ngerasa sok pilar."

Tak ada yang bicara, semua mendengarkan penuturan Seha.

"Kalo kita sisir ulahnya ini, gue yakin ujungnya bukan pertemuan kita sama dia, kita malah jadi nyalahin orang, Ra."

Ira diam. Dia sosok nyata di antara mereka. Ira jadi bingung dengan pesan yang Teni bacakan.

Surat tersebut tidak berlanjut saat Teni dapati, permukaan lain pada kertas tersebut kosong.

Melihat Teni sibuk merapikan kembali spray dan kasur yang diacak-acak, Ira sadar betul dirinya sudah bangun. Bahkan surat ajaib itu sudah di tangan April yang artinya ada saksi lain dari teks yang Teni bacakan.

"Terus gimana cara kita menghancurkannya, Ha?" tanya Melan. "Masalah ini harus sesegera mungkin diselesaikan."

"Lo samaan. Wajib punah..."

Jihan menutup mulut demi dengus tawanya yang mungkin akan mengganggu diskusi. "Hss-hs."

"Gua khan greget April nyuekin gitu waktu gue dateng. Tadinya gue nyari si Kakak karena gue mau diseleksi. Tapinya bar belom buka, Ha. Dan tiba-tiba gue muncul di planet ini."

Seha yang menghampiri April turut membaca surat, melihatnya sendiri. Semua menunggunya karena cara bicara Seha memang menampakkan pengalaman dan pemahaman orang dewasa sekalipun terlontar dalam bahasa ABG.

Di tengah Seha mengamati teks, helm yang menutup kepala Melan berbunyi speakernya.

"Jawaban Ira akan kita bahas. Bagaimana saksi bisa menginderai ranah ini, padahal sebelumnya dunia Ira itu alam yang sebaik-baiknya."

"..?!" Seha.

"Lha itu khan suara kak Minda. Admin gue. Broadcaster Panti."

Seha agak lemas badan mendengarnya.

"Hhhh... Ya udah, Net. Coba kita kontek dia. Kali aja ada clue dari klarifikasinya."

Teni selesai merapikan ranjang segera duduk menuluskan permintaan Seha. Dia memperlakukan kartu yang terkalung di leher seperti ponsel layaknya, menyentuh-nyentuh fotonya dengan ujung telunjuk, detik itu juga..

"Ya, Ten? Ada yang bisa dibantu?" tanya Id-card ini dengan nyala yang kedap-kedip di bagian sisi.

"Minta klarifikasinya dong Kak. Barusan tadi, kak Minda ngirim transmisi buat Teni, atau ngirim sesuatu gak ke bumi Tifani Kak? Minta konfirmasinya.."

"Invalid. Sungguh tiada suatu pun yang aku sembunyikan jika kiranya itu berita yang diperuntukkan hanya bagimu saja, maka aku sampaikan ke kamu."

"Tapi itu suara kak Minda. Di helm-nya Melani."

"Invalid. Gue gak kirim sinyal yang kamu tanyakan. Demi masa, Ten. Sekali-kali tidak."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!